visitaaponce.com

Koalisi Masyarakat Sipil Minta Pemerintah Tunda Pemberian Vaksin Booster

Koalisi Masyarakat Sipil Minta Pemerintah Tunda Pemberian Vaksin Booster
Ilustrasi(AFP)

KOALISI Masyarakat Sipil untuk Akses Keadilan Kesehatan mendesak pemerintah mengkaji ulang rencana pemberian vaksin booster atau dosis ketiga untuk masyarakat umum. 

Salah satu anggota koalisi Firdaus Ferdiansyah mengkungkapkan, hal itu dengan mempertimbangkan cakupan vaksinasi dosis 1 dan 2 belum optimal untuk kelompok masyarakat rentan, terutama warga lanjut usia. Kondisi ini bisa memperpanjang pandemi covid-19. 

Baca juga: Kasus Omikron Terus Naik, Disdik akan Tingkatkan Vaksinasi Siswa usia 6-11

"Pemerintah juga harus memastikan vaksin diberikan untuk semua, tanpa skema berbayar," kata Firdaus dalam keterangan resmi, Minggu (9/1). 

Hingga Kamis (6/1), cakupan vaksinasi dosis kedua di Indonesia masih relatif rendah, yakni 55,58%. Vaksinasi lansia dosis lengkap juga baru mencapai 42,86%. Artinya, masih ada sekitar 6,9 juta lansia yang belum mendapatkan vaksin sama sekali. 

"Jumlah ini belum termasuk kelompok rentan, seperti warga dengan penyakit penyerta, ibu hamil, masyarakat adat, difabel, dan lainnya. Pemerintah pusat belum menyediakan data cakupan vaksinasi kelompok masyarakat rentan," ucap dia. 

Padahal, mereka merupakan kelompok yang memiliki risiko terinfeksi tinggi. Situasi ini memperlihatkan ketimpangan vaksinasi di Indonesia masih relatif tinggi. Kondisi ini berpotensi membuat masyarakat rentan terpapar covid-19. Oleh karena itu, Firdaus meminta rencana pemberian vaksin booster bukan langkah bijak. 

“Rencana ini justru akan menempatkan mereka yang belum mendapatkan vaksin sama sekali semakin rentan terinfeksi dan meningkatkan risiko kematian,” bebernya. 

Rencana pemerintah menyalurkan vaksin booster juga dinilainya memicu ketimpangan capaian vaksinasi di daerah. Vaksin booster, misalnya, hanya diberikan kepada kabupaten/kota yang sudah mencapai vaksinasi dosis pertama sebanyak 70% dan 60% dosis kedua. 

Per 7 Januari 2022, hanya terdapat 244 kabupaten/kota yang mencapai syarat tersebut. Artinya, masih ada 290 kabupaten/kota yang cakupan vaksinasi dosis penuh kurang dari 60%.

“Kondisi ini menunjukkan ketimpangan dalam distribusi dan penerimaan vaksin kepada masyarakat masih terjadi. Padahal, transmisi lokal Omicron sudah berlangsung,” ungkap Firdaus yang juga relawan LaporCovid-19. 

Apabila booster diberikan kepada 244 kabupaten/kota saja, maka dapat menyebabkan ketidakadilan akses vaksin. Sebab mereka terproteksi lebih dahulu dibandingkan warga di 290 kabupaten/kota lainnya.

Untuk itu, Firdaus menyatakan pemerintah harus memastikan semua orang mendapatkan perlindungan melalui vaksinasi dosis 1 dan 2, sebelum booster diberikan. “Ingat, no one is safe until everyone is safe,” ucapnya.

Rencana pemerintah memberikan vaksin booster berbayar bagi mereka yang bukan peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) juga akan menghambat capaian vaksinasi dan tujuan peningkatan kekebalan penduduk. 

Padahal, konstitusi, UU Kesehatan, UU Wabah Penyakit Menular, dan UU Kekarantinaan Kesehatan, telah memandatkan pemerintah untuk memberikan akses terhadap layanan kesehatan, termasuk vaksinasi yang setara. 

“Skema vaksin berbayar hanya menguntungkan mereka yang memiliki kemampuan membeli vaksin sedangkan masyarakat miskin semakin sulit mendapatkan vaksin,” kata Agus Sarwono dari Transparency International Indonesia yang juga tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Keadilan Kesehatan. (OL-6)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Astri Novaria

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat