visitaaponce.com

Utang Jatuh Tempo Jumbo Tahun Depan, Pemerintah Harapkan Investor Reinvestasi

Utang Jatuh Tempo Jumbo Tahun Depan, Pemerintah Harapkan Investor Reinvestasi
Warga mencari informasi mengenai Surat Berharga Negara (SBN)(ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

TINGGINYA nilai jatuh tempo utang di 2025 disebabkan dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) untuk memenuhi kebutuhan yang menggelembung saat Indonesia dilanda pandemi covid-19. Utang masuk tenggat waktu bayar itu didorong untuk roll-over atau pembiayaan kembali ke dalam SBN.

"Dalam konteks ini, persepsi market terhadap kinerja perekonomian (makroekonomi, fiskal, moneter) sangat penting untuk memberikan confident kepada investor untuk melakukan reinvestasi, sehingga refinancing risk dapat terjaga," ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Suminto kepada Media Indonesia, Kamis (4/7).

Dia menerangkan, pemerintah tetap berprinsip bahwa stabilitas, kredibilitas dan keberlanjutan fiskal merupakan unsur penting dalam membangun fondasi fiskal yang kuat. Untuk itu, pengelolaan utang secara cermat dan terukur dengan menjaga berbagai indikator risiko pada batas yang aman menjadi penting.

Baca juga : Pengamat: Defisit Rendah Jangan Jadi Disinsentif bagi Perekonomian

Pemerintah dengan otoritas terkait, khususnya OJK dan BI terus melakukan upaya pendalaman pasar keuangan agar daya serap pasar terhadap SBN semakin meningkat. Hal itu antara lain dilakukan melalui literasi dan inklusi keuangan.

"Sebagai contoh, peran serta investor individu dalam pasar SBN tumbuh signifikan, ditunjukkan oleh penerbitan SBN ritel yang terus membesar dengan jumlah investor yang semakin meningkat. Pada tahun 2023 diterbitkan Rp147 triliun SBN ritel, dan pada tahun ini kami perkirakan dapat diterbitkan SBN ritel hingga Rp160 triliun," terang Suminto.

Adapun per akhir April 2024, rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tercatat sebesar 38,64%. Level itu terhitung moderat dibandingkan banyak negara sebanding seperti Brasil, India, Thailand, dan Filipina yang masing-masing sebesar 86,7%, 82,5%, 64,5%, dan 56,9%.

Baca juga : Kewajiban Neto Investasi Internasional Indonesia Turun

Suminto juga mengatakan, risiko portofolio utang tetap dikelola dengan baik. Hingga April 2024, Average Time to Maturity (ATM) masih cukup panjang hingga 8 tahun serta utang jatuh tempo jangka pendek masih terkendali.

"Selain itu, risiko tingkat bunga dan currency risk juga terkendali, di mana sekitar 80% total utang menggunakan suku bunga tetap (fixed rate) dan sekitar 72% total utang dalam rupiah. Pemerintah terus menjaga komposisi utang tetap optimal dan efisien dalam rangka menjaga biaya dan risiko yang terkendali," pungkas Suminto.

Penjelasan tersebut berkaitan dengan hasil penelusuran Institute for Development of Economics and Finance (Indef) yang mendapati masyarakat pesimistis pemerintahan Prabowo-Gibran dapat mengatasi persoalan utang yang telah menumpuk. Itu berdasarkan telaahan perbincangan warganet (netizen) dalam 15 hari terakhir yang ditangkap dari platform X.

Baca juga : Lembaga Jepang Pertahankan Peringkat Kemampuan Indonesia Bayar Utang

Indef menyisir perbincangan warganet dalam 15 hari terakhir mengenai utang Indonesia. Setidaknya terdapat 22 ribu perbincangan dari 18.977 akun dengan mengecualikan media dan pendengung (buzzer).

"Para netizen yang 18 ribu akun tadi, angkanya 72,5% pesimis bahwa utang ini akan mampu diselesaikan atau ditangani oleh pemerintahan Prabowo-Gibran," ujar Direktur Pengembangan Big Data Indef Eko Listiyanto dalam diskusi bertema Warisan Utang untuk Pemerintahan Mendatang, Jakarta, Kamis (4/7).

"Ini menggambarkan betapa pegiat sosial media atau netizen merasa bahwa kondisi keuangan negara sudah terlalu buruk sehingga optimisme menipis," tambahnya. (Mir/Z-7)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat