visitaaponce.com

KPH Notonegoro Kalau Indonesia Mau Maju Jangan Malu Budaya Sendiri

KPH Notonegoro: Kalau Indonesia Mau Maju Jangan Malu Budaya Sendiri
Panghageng Kawedanan Hageng Punakawan (KHP) Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, KPH Notonegoro(MI/Agus Utantoro)

PANGHAGENG Kawedanan Hageng Punakawan (KHP) Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, KPH Notonegoro menegaskan, kemajuan suatu negara ditentukan salah satunya seberapa kuat bangsanya memelihara dan menghidupkan budayanya sendiri.

"Ironis, ketika Indonesia ingin maju, sementara budaya sendiri ditinggalkan, dicampakkan dan dilupakan," kata Pangeran Notonegoro, dalam seminar Refleksi Menuju Pancawindu Widya Mataram di Pendopo Agung Universitas Widya, kemarin.

KPH Notogegoro mengungkapkan Korea Selatan saat ini bisa menguasai pangsa pasar budaya pop di dunia, lantaran mengoptimalkan dan meningkatkan harkat budaya sendiri. Budaya pop Korea Selatan mendunia bukan karena mereka menggunakan bahasa dan pakaian negara lain, namun karena mereka sangat menghargai budaya sendiri.

"Amerika Serikat negara paling susah ditembus oleh budaya dari negara lain. Tetapi berbagai budaya pop Korea Selatan bisa menembus pasar dan menjadi bagian warga mereka. Itu menunjukkan betapa kuat bangsa Korea menghargai budayanya dan memiliki kemauan keras untuk membawa budaya ke seluruh dunia," katanya.

Ia kemudian menuturkan pengalamannya bertugas di Samoa di Samudera Pasifik bagian selatan sebgai pejabat UNDP (United Nations Development Programme). Menurut dia, budaya warga setempat pada kaum lelaki memakai celana pendek mirip rok. Pakain seperti ini, ujarnya, selalu dipakai oleh para lelaki, dari warga biasa sampai pejabat tinggi, termasuk presiden. Dalam acara kenegaraan, celana pendek laki-laki harus dipakai.

"Mereka berpandangan celana panjang simbol dari budaya penjajah," imbuhnya.

Menurut dia para diplomat dari Amerika sangat sulit dengan celana pendek mirip rok, tetapi karena budaya celana pendek di Samoa itu menasional dan berlaku dalam acara resmi, para diplomat dari semua negara harus mengikutinya. "Saya nyaman juga mengikuti budaya mereka selama tugas di sana," ujarnya.

Dalam konteks Indonesia, anak-anak muda sangat susah bicara bahasa daerahnya sendiri. "Begitu juga memakai pakain tradisinya. Kalau terpaksa harus bicara bahasa daerah, misalnya bahasa Jawa, ucapannya Jawa ngoko. Kalau harus berpakaian tradisi, dia akan lari ke salon, rias dan sewa pakaian. Celakannya, perias di salon tidak paham tradisi, sehingga mereka asal merias dan menyewakan pakaian tradisi meskipun ketentuan pakaian tidak sesuai aturan tradisi," ungkapnya.

Di menegaskan masalah kemajuan bangsa sangat ditentukan oleh kemajuan budayanya. "Bangsa yang mau maju, harus ngugemi budaya sendiri," pesan Pangeran Notonegoro.

Rektor UWM Prof Edy Suandi Hamid menyatakan budaya Jawa sangat mendasar dan dalam hal tertentu berlaku universal. Dia mencontohkan kaidah seperti Hamemayu Hayuning Bawana (konsep harmoni, keselamatan, kelestarian lingkungan, sosial budaya,ekonomi,mikro-makro kosmos), Rahayuning Bawana Kapurba Waskithaning  Manungsa (konsep kelestarian alam dan kebijaksanaan manusia, teknologi ramah lingkungan). Rahayuning Manungsa Dumadi Karana Kamanungsane (humanisme).

"Nilai-nilai budaya semacam itu berlaku universal. Itu bisa ditemu dalam berbagai peraturan internasional tentang lingkungan, sosial budaya, kemanusiaan. Karena itu isyarat dari Pangeran Notonegoro agar bangsa Indonesia jangan sampai meninggalkan budaya sendiri, itu sangat mendalam dan perlu menjadi perhatian bersama," ujarnya. (OL-13)

Baca Juga: Erick Thohir: Pertahankan Indonesia yang Kita Kenal

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Muhamad Fauzi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat