visitaaponce.com

Mencegah Kekambuhan Leukemia pada Anak

Mencegah Kekambuhan Leukemia pada Anak
dr. Lelani Reniarti SpA(K) pada Seri Webinar Yayasan Onkologi Anak Indonesia (YOAI) pada Sabtu (16/7).(Ist)

LEUKEMIA adalah keganasan sistemik pada anak, dikenal juga sebagai kanker darah dan paling sering menyerang anak-anak.

Puncak kasus di usia 2-5 tahun dengan jenis terbanyak ALL (Acute lumphoblatic leukemia) yang mencapai 80% kasus. 

"Leukemia terjadi karena keganasan pada sel darah yang berasal dari sumsum tulang, biasanya sel darah putih (leukosit) yang abnormal berkemang dengan sangat cepat dan menekan jumlah sel-sel darah yang sehat," kata dr. Lelani Reniarti SpA(K) dari Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung dalam Seri Webinar Yayasan Onkologi Anak Indonesia (YOAI) pada Sabtu (16/7).

Penyebab leukemia, menurut dr.Lelani, saat ini belum diketahui sehingga belum ada cara efektif untuk mencegahnya.

"Diduga ada prediposisi genetik, misalnya anak dengan Down Syndrome, mutasi genetik atau perubahan genetik yang diturunkan, dan paparan zat karsinogen," jelasnya.

dr.Lelani menjelaskan bahwa gejala utama awalnya demam naik turun, lemak lesu dan rewel. Gejala lain untuk penyakit yang sudah lanjut dapat berupa mudah perdarahan, anemia, mudah memar, nyeri tulang, dan sakit kepala. Segera bawa ke dokter. 

Pengobatan utama leukemia adalah kemoterapi, radioterapi, terapi target, dan transplantasi sumsum tulang. Pengobatan biasanya berlangsung 2-3 tahun. 

Masalah yang kerap ditemui terkait pengobatan adalah keluarga yang menolak berobat karena berbagai faktor, dan beralih ke alternatif.

"Masalah sosioekonomi juga berdampak pada penundaan terapi, misalnya tidak ada asuransi atau terlambat membuat rujukan. Keterlambatan pengobatan menyebabkan gejala klinis lebih berat, dan timbul komplikasi," papar dr.Lelani.

Mengapa leukemia bisa kambuh? 

"Leukemia bisa disembuhkan selama patuh dengan pengobatan dan rutin kontrol ke dokter, Meski bisa disembuhkan, leukemia pada anak masih bisa kambuh," tegas dokter yang praktik di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung.

Karena itu, orangtua perlu mengenali gejala-gejala kekambuhan.

"Mekanisme kekambuhannya sulit diketahui, tetapi ada kemungkinan kemoterapi awal tidak memusnahkan sel leukemianya, sel leukemia telah menyebar ke seluruh bagian otak, ada perubahan genetik, dan lain-lain," papar dr.Yetty. 

Kambuhnya bisa di sumsum tulang, otak dan di testis pada anak laki-laki. Pada otak gejalanya kejang, dan di testis berupa pembesaran testikel.

"Waktu kambuh bisa muncul dini, yakni terjadi kurang dari 18 bulan setelah menyelesaikan terapi, atau kekambuhan lambat jika terjadi setelah lebih dari  36 bulan," terangnya. 

Anak yang didiagnosis leukemia pertama kali di usia > 10 tahun ternyata lebih mudah kambuh.

"Sekitar 30-50% bisa bertahan hidup setelah kambuh pertama, namun ada yang mengalami kekambuhan hingga beberapa kali. Semakin sering kambuh, peluang kesintasannya menurun," tutur dr. Lelani.

Terapi suportif

Sementara itu, dr .Yetty Moevita Nency SpA(K)- Rumah Sakit dr. Karyadi Semarang menjelaskan bahwa leukemia memiliki banyak sekali gejala karena bisa berdampak pada semua organ, sehingga sering disebut penyakit dengan seribu wajah.

Selain terapi utama berupa kemoterapi, radiasi, dan tranpalantasi tulang belakang, penderita leukemia juga memerlukan terapi suportif.

"Terapi suportif seperti transfusi darah untuk mengatasi anemia, antibiotik dan antijamur untuk mengatasi infeksi, perawatan di ruang isolasi, dan sebagainya," kata drYetty.

"Terapi suportif merupakan bagian penting dari pengobatan leukemia anak. Terapi suportif biasanya untuk mengobati komplikasi yang diakibatkan oleh penyakit leukemia dan efek samping kemoterapi," paparnya. 

Efek samping kemoterapi yang dialami pasien leukemia tidak hanya rambut rontok, justru efek samping yang perlu diwaspadai adalah anemia, ini karena obat kemoterapi ikut memengaruhi sel darah yang sehat. Hal ini berujung pada anemia yang menyebabkan anak mudah infeksi bahkan sepsis atau infeksi sistemik. 

Infeksi merupakan komplikasi serius pada anak leukemia. Sebagian besar anak leukemia meninggal karena infeksi, bukan karena kankernya.

Anak-anak leukemia mengalami penurunan kekebalan tubuh sehingga rentan dengan semua jenis infeksi.

"Jika sudah terindikasi infeksi, segera bawa anak ke dokter untuk diberikan antibiotik," kata dr.Yetty mengingatkan. 

Hindari infeksi dengan menjaga kebersihan lingkunan dan individu, hindari ke tempat ramai dan menggunakan masker. Selalu jaga kebersihan rongga mulut karena rongga mulut memuat bakteri yang banyak,

Sebagian besar memang bakteri baik, namun jika ada kesempatan maka mereka akan menjadi bakteri oportinstik dengan mencoba masuk melalui luka di mulut (sariawan sebagai efek samping kemoterapi).

"Cara mengurangi jumlah bakteri di rongga mulut: sikat gigi dua kali dengan sikat lembut. Bisa menggunakan sikat bayi," jelasnya.

Diet memainkan peran penting dalam mengurangi risiko infeksi. Disebut diet neutropenia,

"Yang dimakan adalah bahan yang dimasak dengan benar, buah yang dikupas kulitnya, susu yang diolah atau produk susu, dan makanan seperti asinan atau acar tidak boleh dikonsumsi," tutur dr.Yetty. 

Efek samping anemia menyebabkan perdarahan, sehingga harus dijaga aktivitas anak sehingga tidak mudah terjadi benturan.

Transfusi darah sel darah merah kerap diberikan pada pasien leukemia anak untuk menggantikan sel darah merah atau trombosit. 

Terapi suportif yang tidak kalah penting adalah mengatasi nyeri. Orang tua bisa memberikan parasetamol atau ibuprofen di rumah.

"Jika tidak membantu, membutuhkan antinyeri lebih kuat dan harus diberikan dokter," katanya. 

Selain efek pada fisik, anak penderita leukemia juga kerap mengalami gangguan psikis dan emosi seperti kesedihan, kecemasan, kemarahan, atau kesulitan mengelola stres.

"Mereka juga harus kompromi dengan terapi yang panjang di rumah sakit, tidak bisa bersekolah dan betemu teman-temannya. Orang terdekat harus memiliki empati yang besar," jelasnya. 

"Dukungan psikososial yang bisa diberikan misalnya konseling dan pendidikan, Layanan ini bisa diberikan oleh psikiater, psikolog, pekerja sosial, konselor berlisensi, dan penasehat agama untuk dukungan spiritual," terang dr.Yetty. (RO/OL-09)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat