Mikroplastik Ancaman Baru Kelestarian Sungai Musi
Berdasarkan hasil penelusuran Tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) bersama perkumpulan Telapak Sumatera Selatan dan Spora Institut Palembang, ditemukan fakta bahwa kini Sungai Musi tercemar mikroplastik.
"Dalam air dan kami menemukan dalam 100 liter air sungai Musi terdapat 355 partikel mikroplastik" ungkap Direktur Eksekutif Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) Prigi Arisandi dalam keterangan resmi, Senin (18/7).
Lebih lanjut alumni Biologi Universitas Airlangga Surabaya ini menyebutkan bahwa jenis mikroplastik yang paling mendominasi adalah jenis fiber atau benang-benang yang mencapai 80% jenis mikroplastik lainnya adalah granula, fragmen dan filamen.
Mikroplastik, phospat, logam berat dan klorin termasuk dalam kategori senyawa pengganggu hormon, sehingga keberadaanya di sungai akan mengganggu proses pembentukan kelamin ikan.
"Senyawa pengganggu hormon seperi mikroplastik dianggap ikan sebagai hormon esterogenik sehingga dimungkinkan terbentuk lebih banyak ikan dengan jenis kelamin betina dibandingkan Jantan, sayangnya jantan inipun tidak bisa membuahi telur ikan bentina akibatnya terjadi penurunan populasi ikan" ungkap Prigi.
"Tim ESN menemukan permukaan sungai Musi dipenuhi sampah plastik sekali pakai dan keluhan para nelayan dan penjual ikan yang mengeluhkan merosotnya jumla ikan tangakapan dan ukuran ikan yang makin mengecil," ucap dia.
Prigi menyatakan, air Sungai Musi menjadi muara dari puluhan anak-anak sungai Di Sumatra Selatan, tingginya aktivitas alihfungsi lahan di hulu, aktivitas tambang tanpa ijin, perkebunan sawit dan pencemaran industri menimbulkan pencemaran di Sungai Musi, padahal air Sungai Musi digunakan sebagai bahan baku air minum.
"Tingginya tingkat pencemaran bahan-bahan kimia pengganggu hormon memicu gangguan reproduksi ikan yang menurunkan populasi ikan dan punahnya ikan-ikan yang tidak toleran terhadap kadar polutan yang meningkat" ungkap Prigi.
Lebih lanjut peneliti ESN dalam pengambilan sampel air menunjukkan tingginya kadar logam berat Mangan dan Tembaga yang mencapai 0,2 ppm dan 0.06 ppm (standar tidak boleh lebih dari 0,03 ppm).
"Kadar Klorin dan pospat cukup tinggi yaitu untuk klorin 0,16 mg/liter seharusnya tidak boleh lebih dari 0,03 mg/liter sedangkan pospar juga tinggi mencapai 0.59 mg/L, tingginya kadar klorin dan phospat sangat mempengaruhi sistem pernafasan ikan dan mempengaruhi pembentukan telur ikan" ungkap Prigi. (OL-12)
Terkini Lainnya
Bicara Udara dan BRIN Berkolaborasi Tangani Polusi Udara
Udara Buruk Jakarta Picu Depresi Anak-Remaja di Masa Mendatang
Waspadai Polusi dalam Ruangan Ancam Kesehatan
Kamis (4/7), Kualitas Udara Jakarta Peringkat Tiga Terburuk di Dunia
Pajanan Timbel Jangka Panjang Ganggu Tumbuh Kembang Anak
Ini Dampak Buruk Polusi Udara terhadap Tumbuh Kembang Anak
Sampah dan Limbah Industri Sebabkan Krisis Air Bersih
Pemkot Bandung Diminta Tinjau Ulang Strategi Atasi Pencemaran Udara
Aktivis Pro-Demokrasi Thailand Dipenjara atas Pencemaran Terhadap Raja
Perda Pengendalian Pencemaran Udara Perlu Direvisi
Restorasi Kerang Hijau Atasi Pencemaran Teluk Jakarta
Setelah Menang Presiden, Pezeshkian Kini Menghadapi Jalan Terjal
Grand Sheikh Al Azhar: Historis dan Misi Perdamaian Dunia
Kiprah Politik Perempuan dalam Pusaran Badai
Program Dokter Asing: Kebutuhan atau Kebingungan?
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap