visitaaponce.com

Komisi IV DPR Minta KLHK Awasi Proses Penyelesaian Usaha Bidang Kehutanan

Komisi IV DPR Minta KLHK Awasi Proses Penyelesaian Usaha Bidang Kehutanan
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi.(Ist/DPR)

DEMI melindungi kelestarian hayati sekaligus ekosistem di Indonesia pasca Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker), maka proses penyelesaian kegiatan usaha yang sudah terbangun tanpa perizinan berusaha di bidang kehutanan harus diterapkan dengan cermat, adil, transparan, auditable, sekaligus diawasi dengan ketat dan seksama.

Penyelesaian tersebut memainkan peran vital guna mencegah pelanggaran dan penyimpangan hukum.

Pernyataan ini disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi saat membuka Rapat Dengar Pendapat Panja Komisi IV DPR RI dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Senin (22/8).

Tidak hanya itu, ia ingin penyelesaian juga memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

“Seperti yang sudah diatur dalam PP 24 Tahun 2021, maka proses penyelesaian kegiatan usaha yang sudah terbangun tanpa perizinan berusaha di bidang kehutanan sesuai dengan aturan yang berlaku," jelasnya.

"Tentu, ini jadi perhatian kita bersama supaya pelanggaran maupun penyimpangan hukum baik bersifat administratif dan pidana bisa dicegah, dan kerugian negara tidak terjadi,” ucap Kang Dedi, sapaan akrabnya.

Baca juga: Pertemuan Antarmenteri G20 Bidang LHK Akan Bahas Tiga Poin Penting

Membahas ‘Penyelesaian, Penggunaan, dan Pelepasan Kawasan Hutan’, politisi Partai Golkar ini berharap, setelah diundangkannya UU Ciptaker, maka upaya preventif juga harus ditegakan dengan sungguh-sungguh.

Ia menjelaskan upaya preventif dapat dilakukan dengan sosialisasi intensif kepada berbagai kalangan. Selain itu, dari sisi lain, upaya represif juga harus ditegakan tanpa tebang pilih.

“Kami berharap, ke depannya, KLHK melakukan inventarisasi kawasan hutan di Provinsi Kalimantan Tengah dan Provinsi Riau untuk menyelesaikan data kebun dan tambang, serta penggunaan lainnya yang ilegal di kawasan hutan," jelasnya.

"Lengkap dengan data poligon, luasan, nama perusahaan atau pengelola, atau pemilik, serta lokasi yang terdiri desa, kecamatan, dan kabupaten kota,” tandas Kang Dedi. (RO//OL-09)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat