visitaaponce.com

Kisah Nenek Dermawan kepada Hasan, Husein, Abdullah bin Jakfar

Kisah Nenek Dermawan kepada Hasan, Husein, Abdullah bin Jakfar
Ilustrasi.(Antara/Mohammad Ayudha.)

DALAM perjalanan dari Madinah menuju Mekkah untuk berhaji, Sayyidina Hasan, Husein, dan Abdullah bin Jakfar mengalami kendala serius. Perbekalan habis dan tujuan masih jauh. Mereka pun merasa haus dan lapar.

Cerita itu bisa dilihat dalam Kitab Ihya' Ulumiddin Juz 3 hal 249. Syukurnya, mereka bertiga menemukan gubuk kecil yang dihuni nenek tua. Mereka mampir untuk sekadar meminta seteguk minum atau secuil makanan. Penyambung nyawa untuk melanjutkan perjalanan. 

"Permisi Nek, ada sedikit minum untuk kami bertiga?"

"Maaf Nak, adanya kambing. Silakan diperas susunya. Soalnya lagi enggak punya air putih."

Menolak tawaran tentu kurang baik apalagi memang lagi butuh. Setelah minum, mereka bertanya tentang makanan.

Baca juga: Ketika Imam Al-Ghazali Menyerang Filsafat yang Menyalahi Akidah

"Maaf lagi ya Nak. Lagi enggak punya makanan. Kalau mau, ya itu kambingnya sembelih saja. Nanti bumbunya tak siapkan." 

Perbekalan jelas lebih dari cukup. Singkatnya mereka memakan kambing dan saling bercerita tentang perjalanan itu.

Dirasa sudah cukup, Sayyidina Hasan, Husein, dan Abdullah bin Jakfar pamit dan melanjutkan perjalanan. Tak lupa mereka mempersilakan nenek mampir jika pergi ke Madinah. 

Tak berselang lama, si kakek atau suami dari si nenek itu datang. Sang kakek bertanya-tanya tentang kambing satu-satunya tidak kelihatan lagi. 

Sang nenek menjelaskan semuanya. "Kok bisa sama orang asing percaya banget? Kambing cuma satu kok dimakan sekalian?" keluh sang kakek. Hari itu si nenek dimarahi habis-habisan.

Baca juga: Pandangan Islam tentang Childfree atau tidak Ingin Punya Anak

Waktu terus berputar. Suatu hari, si nenek dan kakek punya keperluan yang mengharuskan ke Madinah. Di Madinah, enggak sengaja Sayyidina Hasan melihat si nenek berjalan bersama si kakek. Sayyidina Hasan menghampiri. "Nek, masih kenal saya, enggak?"

"Wah, enggak kenal. Siapa ya?" 

"Oh ini saya, Nek, yang pernah bertamu di gubuknya waktu itu."

"Oh ya Allah iya Nak." Ingatan si nenek sudah kembali tentang mereka. 

Baca juga: Kedudukan Menuntut Ilmu di antara Amalan Fardhu dan Sunah

Karena sudah bertekad akan membalas kebaikan si nenek, Sayyidina Hasan memberikan 1.000 kambing beserta 1.000 dinar. Jumlah yang sangat fantastis. Setelah membalas beribu kali lipat, Sayyidina Hasan menyuruh pembantunya untuk mengantarkan si nenek dan si kakek kepada adiknya, yakni Sayyidina Husein. 

Sesampainya di rumah Sayyidina Husein, beliau menanyakan, "Tadi saudaraku memberi berapa, Nek?"

"Wah banyak banget, Nak, 1.000 kambing dan sama 1000 dinar."

Tidak mau kalah dan ada rasa ingin berlomba-lomba dalam kebaikan Sayyidina Husein juga memberikan sebanyak yang saudaranya berikan. Sampai di sini sudah terkumpul 2.000 kambing dan 2.000 dinar. 

Baca juga: Setiawan Djodi dan Rhoma Irama Cerita tentang Pengalaman Mati Suri

Kemudian beliau menyuruh pembantunya agar si nenek dan si kakek juga diantarkan kepada Abdullah bin Jakfar. Sampai di rumahnya Abdullah bin Ja'far, si nenek ditanya lagi. "Tadi diberi berapa, Nek?"

"Masing-masing 1.000 kambing dan 1.000 dinar, Nak." 

Lagi-lagi karena ingin berlomba dalam kebaikan, Abdullah bin Jakfar memberi 2.000 kambing dan 2.000 dinar. "Wah Nek, seumpama tadi ke sininya pertama, pasti pemberian mereka lebih-lebih dari saya."

Baca juga: Kaitan Frugal Living dengan Zuhud dalam Syariah Islam

Akhirnya si nenek mendapatkan oleh-oleh dari kota Madinah sebanyak 4.000 kambing dan 4.000 dinar. Hikmah dari cerita yang dilansir @limproduction tersebut yaitu kita harus mengakui sifat yang diteladankan oleh si nenek memang sulit yakni tanpa ragu memberi, padahal sama orang asing. Beda sama kita yang lebih milih ngasih 2.000 perak di kotak jumatan, padahal di saku masih ada 5.000. (OL-14)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat