visitaaponce.com

El Nino, Pembasahan Lahan Gambut dengan Modifikasi Cuaca Digalakkan

El Nino, Pembasahan Lahan Gambut dengan Modifikasi Cuaca Digalakkan
Proses modifikasi cuaca.(MI)

GUNA mengantisipasi dampak El Nino yang berpotensi memunculkan kebakaran hutan dan lahan, pembasahan lahan gambut di berbagai wilayah dengan teknologi modifikasi cuaca (TMC) terus digalakkan.

Dikatakan oleh Koordinator Laboratorium Pengelolaan Teknologi Modifikai Cuaca Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Budi Harsoyo, pihaknya kini memanfaatkan momentum peralihahan transisi musim untuk terus melakukan pembasahan lahan gambut.

"Saat ini di periode transisi musim secara meteorologis masih ada potensi hujan, itu yang kami manfaatkan.. Tujuannya adalah untuk pembasahan lahan gambut, dengan sasaran mengisi air di kubah-kubah gambut yang ada di provinsi rawan karhutla," ucap Budi saat dihubungi, Minggu (11/6).

Baca juga : Hutan Kanada Membara, Ribuan Orang Mengungsi dan Menantikan Bantuan

Dengan demikian, lanjut dia, saat El Nino terjadi, harapannya simpanan air di kubah gambut masih tersedia dan bisa dimanfaatkan sebagai sumber air untuk upaya pemadaman dari darat.

"Dengan menjaga kebasahan lahan gambut, masyarakat juga makin sulit untuk membakar lahan sehingga potensi karhutla bisa ditekan," terang Budi.

Baca juga : BNPB Siapkan Teknologi Modifikasi Cuaca Kurangi Potensi Kekeringan Akibat El Nino

Ia menyatakan, operasi TMC telah dilakukan di sejumlah wilayah. Di antaranya di Riau, NTT, Jambi dan Sumatra Selatan.

"Sat ini yang sedang beroperasi dari Posko Palembang, mulai kemarin untuk rencana 12 hari kegiatan," beber Budi.

Berdasarkan data yang diakses di laman sipongi.menlhk.go.id, sepanjang 2023 ada seluas 16.637 hektare lahan dan hutan yang terbakar.

Wilayah yang paling banyak mengalami karhutla ialah Kalimantan Barat 2.736 hektare, Lampung 2.105 hektare, Sulawesi Tenggara 1.707 hektare, Maluku 1.531 hektare, Sulawesi Tengah 1.405 hektare dan Riau 1.092 hektare.

Sebelumnya, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati memperingatkan, pada Juni 2023 terdapat risiko munculnya hotspot dengan kategori moderat di wilayah Sumatra bagian tengah.

Lalu pada Juli hingga Agustus 2023 terdapat risiko munculnya hotspot dengan kategori moderta di wilayah Sumatra bagian tengah, bagian selatan dan Kalimantan bagian barat.

Selanjutnya pada September hingga Oktober terdapat risiko munculnya hotspot dengan kategori moderat di wilayah Sumatra bagia tengah, Sumatra bagian selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, sebagian Sulawesi, NTB, NTT dan Papua bagian selatan.

"Dan pada November terdapat risiko munculnya hotspot dengan kategori moderat di wilayah Sumatra bagian selatan, Kalimantan bagian selatan, sebagian Sualwesi dan Papua bagian selatan," beber dia.

Dwikorita memperingatkan agar ancaman karhutla itu diantisipasi sejak dini. Pasalnya, belajar dari kondisi 2019, di mana kondisi iklim saat itu serupa dengan tahun ini, yakni ada El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) indeks, titik panas pada bulan September 2019 di wiayah Sumatra dan Kalimantan mencapai 4.412.

"Dan belajar dari 2019, karena cukup banyak hotspot saat itu menurut Bank Dunia kerugian akibat karhutla tahun itu mencapai kurang lebih Rp77 triliun," pungkas dia.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat