visitaaponce.com

Anggaran Pengelolaan Sampah Perlu Ditingkatkan

Anggaran Pengelolaan Sampah Perlu Ditingkatkan
Seorang pemulung mencari barang di tumpukan sampah yang menggunung di TPA Cipayung, Depok, Jawa Barat, Jumat (6/1).(ANTARA/ASPRILLA DWI ADHA )

INDONESIA masih memiliki pekerjaan rumah (PR) besar untuk mengatasi masalah sampah. Ketua Dewan Pembina Indonesia Solid Waste Association InSWA Sri Bebassari menilai bahwa yang terpenting adalah membentuk mindset semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat bahwa kebersihan adalah tanggung jawab bersama dan kebersihan merupakan investasi.

Menurut Sri, ada lima aspek dalam pengelolaan sampah, yakni aspek peraturan, kelembagaan, pendanaan, sosial budaya dan teknologi. Namun, hingga kini Indonesia dinilainya masih berfokus pada aspek teknologi.

"Misalnya saat saya mewawancarai seseorang tentang sampah, apa yang anda pikirkan tentang sampah? Kebanyakan menjawab kompos, daur ulang, waste to energy. Jadi selalu yang ada di pikiran orang adalah teknologi tentang sampah," kata Sri, Rabu (14/6).

Baca juga: KLHK Akui Pengelolaan Sampah di Indonesia Ketinggalan Jauh dari Eropa

Sri yang sudah berkecimpung di dunia persampahan selama 40 tahun lebih itu menilai, meski penting, urusan teknologi bukanlah prioritas utama. Pasalnya, kini sudah banyak teknologi pengelolaan sampah yang berkembang, mulai dari dalam hingga luar negeri. Yang paling penting justru meningkatkan empat aspek lainnya.

Dari segi pendanaan misalnya, ia mengatakan bahwa itu merupakan aspek krusial. Bukan hanya bicara soal investasi pengelolaan sampah saja, tapi harus secara detail dihitung berapa kebutuhan untuk pengumpulan, pengangkutan hingga pemrosesan akhir setiap ton sampah.

Baca juga: Harus Ada Upaya dari Hulu ke Hilir Menuntaskan Persoalan Sampah

Hingga kini pun, APBD daerah yang dialokasikan untuk pengelolaan sampah kurang dari 1%. Angka itu jauh di bawah alokasi untuk kesehatan sebesar 10% atau pendidikan sebesar 20%.

"Padahal pendanaan kebersihan adalah investasi. Kalau kita pakai persentase APBN dan APBD, ya paling tidak sampah masuk ke prioritas, tidak hanya di bawah 1% anggarannya, tapi harusnya mencapai 5% atau 6%," jelas dia.

Sri mengakui, biaya operasional pengelolaan sampah bukanlah sesuatu yang murah. Untuk pengumpulan sampah tercampur misalnya, dibutuhkan dana sebesar US$60 sampai US$80 perton. Lalu untuk komposting sebesar US$20 sampai US$40 Pperton. Kemudian untuk waste to energy sebesar US$40 sampai US$80 perton dan untuk sanitary landfill sebesar US$10 sampai US$120 perton.

Bukan hanya dari pemerintah saja, biaya pengelolaan sampah juga dinilai perlu dibebankan kepada masyarakat. Ia mengambil contoh negara Singapura yang iuran pengumpulan sampahnya bisa mencapai Rp300 ribu per rumah.

"Jadi kenapa Singapura bisa bersih? Karena iuran sampahnya itu besar. Berbeda dengan kita yang kadang-kadang diminta Rp2.000 saja masih ada yang tidak mau. Ini yang perlu kita amati," jelas dia.

Selain itu, untuk mempercepat upaya pengelolaan sampah di Indonesia, dirinya menilai perlu revisi UU 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Menurutnya, ada beberapa pasal yang harus ditambahkan dan ada yang perlu disederhanakan.

"Misalnya saja untuk TPA sanitary landfill, kita butuh dana sekian dolar perton. Itu harusnya nanti ada pasal pendanaan. Tapi kalau sementara belum ada revisi, ya kita baca dulu dan terapkan pasal-pasal yang ada untuk menciptakan Indonesia yang bersih," pungkas dia. (Ata/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat