visitaaponce.com

President University Gelar Pelatihan Reformasi Pemimpin dan Kepemimpinan

President University Gelar Pelatihan Reformasi Pemimpin dan Kepemimpinan
Presiden University gelar pelatihan kemampuan dasar Dunia Usaha Dunia Industri (DUDI)(Dok. Ist)

PERGURUAN tinggi perlu mereformasi dirinya sendiri. Saat ini banyak materi perkuliahan yang diajarkan kampus ternyata sudah tidak sejalan lagi dengan kebutuhan Dunia Usaha Dunia Industri (DUDI). 

Di sisi lain, ternyata DUDI juga tengah mereformasi bisnisnya dari yang semula berbasis Industry 3.0 menuju Industry 4.0, dan bahkan Society 5.0. Kondisi tersebut menuntut perguruan tinggi untuk berani merombak sistem pendidikannya agar lebih sejalan dengan kebutuhan DUDI.

“Salah satu isu penting dalam reformasi sistem pendidikan adalah masalah pemimpin dan kepemimpinan. Pemimpin harus berani mereformasi dirinya sendiri terlebih dahulu, termasuk kepemimpinannya. Hanya dengan cara seperti, suatu perguruan tinggi akan bisa melakukan reformasi guna menghasilkan lulusan yang berkualitas dan selaras dengan kebutuhan DUDI,” ungkap Rektor Presuniv Chairy dalam keterangan resmi yang diterima, Rabu (6/9).

Baca juga: President University Sambut Mahasiswa Baru Angkatan 2023

Menurug dia, Uluniversitas harus berani meninggalkan beragam pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi lama yang sekarang ini sudah tidak dibutuhkan lagi. Apalagi sekarang ini semakin banyak saja jenis-jenis pekerjaan yang hilang, dan digantikan oleh mesin.

“Maka, untuk merespon perkembangan tersebut, universitas harus adaptif dan berani mendisrupsi dirinya sendiri,” kata dia.

Baca juga: President University Resmi Buka Fakultas Kedokteran

Program iHiLead

Pelatihan Kepemimpinan di Perguruan Tinggi yang digelar di ruang 429, Gedung A lantai 4, Kampus Presuniv di Jababeka Education Park, Kota Jababeka, Cikarang, Bekasi, merupakan bagian dari program yang dikelola oleh konsorsium iHiLead atau Indonesia Higher Education Leadership. Konsorsium ini terdiri dari tujuh universitas asal Indonesia, dan tiga universitas dari Uni Eropa.

Tujuh universitas dari Indonesia tersebut adalah President University dan Universitas Padjajaran dari Jawa Barat; Universitas Ahmad Dahlan dan Universitas Islam Indonesia dari Yogyakarta; Universitas Brawijaya dan STIE Malangkucecwara dari Malang, Jawa Timur; dan Universitas Negeri Semarang dari Semarang. 

Sementara, tiga universitas asing terdiri dari University of Gloucestershire dari United Kingdom, International School for Business and Social Studies (ISBSS) dari Slovenia; dan University of Granada dari Spanyol. Konsorsium ini berada di bawah supervisi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Dalam pelaksanaannya, konsorsium iHiLead mendapat dukungan dari Education, Audiovisual and Culture Executive Agency (EACEA), sebuah badan yang berada di bawah Eramus+ dari Uni Eropa. Erasmus+ adalah komisi di Uni Eropa yang mendukung berbagai kegiatan dalam bidang pendidikan, pelatihan, kepemudaan dan olahraga di berbagai negara di dunia.

Tinggalkan Pola Lama

Pelatihan Kepemimpinan di Perguruan Tinggi bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia melalui reformasi pemimpin dan kepemimpinannya. Sasaran akhir pelatihan adalah agar kualitas lulusan universitas semakin mampu menjawab kebutuhan DUDI yang sangat dinamis.
Materi pelatihan mencakup enam topik. 

Mulai dari Authentic Leadership, Managing People, Managing Resources yang terbagi atas dua sub topik, yakni finance dan aset-aset fisik, Managing Change, dan Managing Conflict. Pada sesi terakhir, setiap peserta diminta untuk menyusun Action Learning Set. Mereka diminta mengidentifikasi permasalahan yang ada di setiap unitnya, lalu menyusun agenda perubahan apa yang mesti dilakukan, termasuk target dan timeline, serta sumber daya dan berkolaborasi dengan unit mana saja.

Ketua Yayasan Pendidikan Universitas Presiden Budi Susilo mengatakan, Indonesia saat ini memasuki era Industry 4.0 yang dipicu oleh perkembangan teknologi, khususnya teknologi digital. Namun, masih banyak perguruan tinggi di Indonesia yang dikelola dengan cara-cara lama. 

“Sistem pendidikannya masih memakai pola-pola yang merupakan peninggalan masa lalu. Belum adaptif terhadap kemajuan yang terjadi di dunia industri dan mengadopsi perkembangan teknologi,” ungkap Budi Susilo.

Maka, tak heran jika banyak pengetahuan dan keterampilan lulusan perguruan tinggi yang kurang sesuai dengan kebutuhan DUDI. Ini kemudian tercermin dari masih tingginya lulusan perguruan tinggi yang menganggur.

Menurut paparan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2022, jumlah angkatan kerja di Indonesia mencapai 143,72 juta orang atau naik 3,57% dibanding tahun sebelumnya. Dari jumlah tersebut, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mencapai 5,86%, atau turun 0,63% dibandingkan dengan Agustus 2021.

BPS juga merinci lebih jauh rasio TPT sesuai dengan tingkat pendidikannya.  Rasio TPT terbesar adalah dari lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang mencapai 9,42%, disusul oleh lulusan SMA (8,57%), SMP (5,95%) dan Diploma I s/d III (4,59%), universitas yang mencapai 4,8%, dan SD ke bawah (3,59%).

Masih menurut data BPS, jumlah lulusan perguruan tinggi yang menganggur per Agustus 2023 mencapai 673.485 orang. Ini bukan jumlah yang sedikit. Setiap tahun rata-rata jumlah lulusan perguruan tinggi mencapai 1,8 juta orang. Jadi, ada sekitar 37% dari lulusan universitas yang menganggur.

Kondisi semacam ini tentu tidak bisa dibiarkan, karena berpotensi mengancam tercapainya target Indonesia Emas pada 2045. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) sudah melakukan berbagai upaya. Di antaranya, menggelar program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM) yang salah satu jenis kegiatannya adalah memberikan kesempatan bagi mahasiswa mengikuti program magang di berbagai perusahaan. 

“Lewat program ini mahasiswa bisa belajar langsung dari DUDI, sehingga setelah lulus bisa langsung siap kerja. Program ini diharapkan mampu meningkatkan serapan lulusan perguruan tinggi oleh DUDI,” lanjut dia. 

Meski begitu Kemendikbudristek tak bisa berjalan sendiri. Perguruan tinggi harus ikut mendukung melalui berbagai programnya. Di antaranya, perguruan tinggi perlu mereformasi dirinya agar materi kuliah yang diajarkan kampus dan juga kualitas lulusannya selaras dengan kebutuhan DUDI. (Z-10)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Gana Buana

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat