visitaaponce.com

Darurat Literasi, Pemerintah Dinilai Abai Membangun Budaya Membaca

Darurat Literasi, Pemerintah Dinilai Abai Membangun Budaya Membaca
Pengunjung membaca di Perpusda Palu(Antara/Basri Marzuki)

WAKIL Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih mengungkapkan, literasi di Indonesia berada di kondisi darurat. Dia menyebut hal itu disebabkan abainya pemerintah dalam membangun budaya membaca.

Ketua Panja Peningkatan Literasi dan Tenaga Perpustakaan itu mengatakan, keberhasilan Indonesia memberantas buta aksara tidak diikuti dengan usaha menumbuhkan budaya baca. 

Hal itu dilihat dari capaian literasi masyarakat Indonesia yang hanya sebesar 0,001 persen atau dari 1000 orang hanya ada 1 orang yang gemar membaca.

Baca juga : Tiga Faktor Kunci Tingkatkan Literasi

“Kami turut prihatin anggaran literasi dari pemerintah hanya 0,72 persen dari seluruh anggaran Kemendikbud-Ristek. Belum lagi kondisi perpustakaan khususnya perpustakaan sekolah yang sangat minim. Secara umum, tidak semua sekolah memiliki ruang perpustakaan,” kata dia dalam diskusi kelompok terpumpun tentang Budaya Literasi, di Jakarta, Sabtu Malam (30/9).

Dia juga menyayangkan belum ada skema alokasi kebutuhan tenaga perpustakaan di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Hal itu, dinilai semakin memperhambat gerakan literasi Indonesia.

“Dari enam kementerian/lembaga yang mengampu program literasi, semestinya ada satu kementerian/lembaga yang menjadi koordinator dan menjalankan tugas membangun literasi di Indonesia. Kemudian mereka melaksanakan peta jalan pembudayaan literasi yang ditetapkan secara sungguh-sungguh dan seksama di bawah koordinasi Kemenko PMK,” jelas Abdul.

Baca juga : Menumbuhkan Minat Baca Dengan Gerakan PM

Dia juga mendesak pemerintah pusat melalui Bappenas RI dan Kementerian Keuangan untuk merespon kondisi darurat literasi dengan membuat program nasional dan mengalokasikan anggaran yang memadai untuk kementerian/lembaga yang memiliki tugas pokok dan fungsi di bidang pendidikan dan literasi.

“Selain itu juga perlu membuat perencanaan kebutuhan tenaga perpustakaan dan alokasi dalam formasi rekrutmen ASN (PNS dan PPPK) pada tahun 2024,” tandasnya.

Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan Perpusnas RI, Adin Bondar mengungkapkan rendahnya minat baca masyarakat Indonesia merupakan implikasi dari kecilnya anggaran yang diterima untuk kegiatan literasi di Perpusnas.

Baca juga : Perpustakaan Kendal Pacu Literasi dan Cerdaskan Anak Bangsa

"Pada 2024 itu kami dapat Rp725 miliar, kalau dikonversi dengan jumlah penduduk yang mencapai 273 juta jiwa, itu hanya Rp2.600 per kepala per tahun. Coba Bapak bayangkan kita mau membangun kegemaran membaca, literasi kuat dengan anggaran Rp2.600 per kepala, itu kerupuk saja enggak dapat," ujarnya.

Angka ini semakin terlihat kecil jika dibandingkan dengan negara lain, seperti negara tetangga Singapura. Menurut Adin, untuk peruntukkan yang sama, anggaran yang digelontorkan pemerintah Singapura mencapai Rp1,5 triliun setiap tahunnya, dengan jumlah penduduk yang jauh lebih sedikit dibandingkan Indonesia.

Meski begitu, Adin dapat memahami persoalan keterbatasan fiskal yang dihadapi negara. Terlebih lagi banyak program di berbagai sektor yang juga sama pentingnya dengan peningkatan literasi.

Baca juga : Peringati 'World Read Aloud Day', 50 Anak Ikuti Kegiatan Literasi di TIM, Jakarta

"Oleh karena itu kami berharap semua pihak, termasuk pemerntah dapat melakukan kolaborasi yang baik agar budaya literasi kita ke depan makin baik," tegasnya. (Z-5)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat