visitaaponce.com

Pameran Manuskrip Minangkabau, Tampilkan Puluhan Koleksi Berharga

Pameran Manuskrip Minangkabau, Tampilkan Puluhan Koleksi Berharga
Ilustrasi(Ist)

Pameran Manuskrip/Naskah Kuno Minangkabau di Payakumbuh resmi dibuka pada Jumat (13/10).  Pameran yang menampilkan puluhan koleksi berharga ini, digelar di GOR M Yamin, hingga 17 Oktober mendatang.

Baca juga : Pelestarian Naskah Kuno Nusantara untuk Pahami Rekam Jejak Bangsa

Koleksi manuskrip yang dipamerkan berasal dari berbagai wilayah di Minangkabau, umumnya dari Surau-surau tua. Seperti Surau Latiah, Solok; Surau Paseban di Padang; Surau Said Bonjol di Pasaman; Surau Tuo Taram; hingga Surau Simaung, Sijunjung.

Sebagiannya lagi merupakan koleksi yang selama ini tersimpan di rumah-rumah warga, di situs sejarah Rumah Mande Rabiah, atau di Museum Adityawarman.

Ditulis pada abad 18-19, manuskrip-manuskrip tersebut disajikan dan dalam bahasa arab melayu, oleh para ulama atau Syekh, baik yang berasal dari Minangkabau maupun ulama dari Madinah yang datang ke Minangkabau untuk menyebarkan Islam.

Sebut saja misalnya Syekh Husain bin Muhammad atau Syekh Sialahan di Solok, Syekh Paseban di Padang. Ulama-ulama asal Aceh seperti Syekh Samsuddin dan Syekh Abdurrauf. Serta Syekh Ibrahim Mufti, ulama asal Madinah, yang mengambangkan Surau Tuo Taram.

Pramono, dari Surau Intelectual for Conservastion (Suri) mengatakan pameran ini antara lain bertujuan untuk mengenalkan kekayaan intelektual Minangkabau di masa lalu yang terekam dalam manuskrip-manuskrip tersebut. “Khazanah kekayaan intelektual kita di masa lalu, terekam dal ribuan manuskrip. Ini baru sebagain yang dipamerkan. Setiap surau di masa lalu, punya kepustakaan sesuai kecendrungan keilmuan masing-masing surau,” tuturnya di arena pameran.

Filolog yang juga akademisi di FIB UNAND itu menjelaskan lebih jauh bahwa pameran ini juga bertujuan untuk mengangkat pengetahuan lokal yang terekam dalam berbagai manuskrip tersebut.

“Pengetahuan-pengetahuan lokal tersebut masih relevan dengan kondisi hari ini. Misalnya pengetahuan tentang mitigasi gempa, obat-obatan, atau kuliner,” imbuhnya. “Kita ingin masyarakat dan semua pihak terkati, menyadari arti penting manuskrip-manuskrip tersebut”.

Pameran Manuskrip Kuno ini sendiri merupakan bagian dari Intangible  Cultural Heritage Festival (ICHF) 2023, 12-17 Oktober 2023. Untuk pameran naskah kuno ini, Dinas Kebudayaan Sumbar berkolaborasi banyak pihak mulai dari BPK Wilayah III Sumbar, hingga Surau Intelectual for Conservation (Suri) yang banyak melakukan penyelamatan dan digitalisasi manusrkip Minangkabau.

Secara isi, manuskrip-manuskrip tersebut sangat beragam. Mulai dari kitab fiqih, tasawuf, nahi, saraf, mantik, dan maani. Ada pula yang berisi ilmu tajwid, seperti idgham, iqlabm dll. Yang berisi salawat kepada Muhammad serta zikir, tawasuf falsafi, hingga yang berisi kuliner.

Manuskrip-manuskrip tersebut juga beragam secara bentuk dan penyajian. Sebagian manuskrip berupa kitab, sebagian lagi berupa azimat, ijazah, serta nazam atau syair. Ada pula yang berupa surat

Iluminisasi atau ragam hias yang ada di beberapa manuskrip juga ikut dipamerkan. Iluminasi ini merupakan karya seni tersendiri yang mengandung arti tertentu. Tiap wilayah punya ciri iluminasi masing-masing.

Tak hanya memajang dan memamerkan manuskrip-manunskrip kuno, pameran tersebut juga diisi oleh diskusi bertajuk “Apa kabar Naskah Tuanku Imam-Restropeksi Pengusulan Memori Kolektif Dunia”.

Memang salah satu manuskrip yang dipamerkan adalan Naskah Tambo Tuanku Imam Bonjol atau Naskah TIB. Naskah yang ditulis pada abad ke-19 itu kini telah ditetapkan sebagai Ingatan Kolektif Nasional oleh Perpustakaan Nasioan Indonesia, dan tengah diajukan menjadi Memory of the World ke Unesco.

Diskusi tersebut membahas persoalan di atas. Juga akan dibahas kemungkinan untuk mengajukan kumpulan koleksi manuskrip Minangkabau sebagai Ingatan Kolektif Nasional dan kemudian diajukan sebagai Memory of the World.  Diskusi tersebut akan berlangsung pada Minggu, 15 Oktober 2023, jam 10 pagi di GOR M Yamin.

Naskah TIB  sendiri mencerimkan pandangan Tuanku Imam Bonjol mengenai perdamaian dan kesetaraan yang lebih utama dibanding peperangan. Naskah TIB pernah hilang selama 20 tahun, setelah ditranslasikan oleh Safnir Abu Naim dan diterbitkan pada 2004. Baru ditemukan lagi pada 2014. (B-4)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Retno Hemawati

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat