visitaaponce.com

Penanganan Kanker Payudara Masih jadi PR Besar Indonesia

Penanganan Kanker Payudara Masih jadi PR Besar Indonesia
Logo kanker payudara(Freepik.com)

PENANGANAN kanker payudara masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi Indonesia. Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan, saat ini tantangan terbesar yang dihadapi ialah kebijakan kesehatan belum secara spesifik menjawab permasalahan kanker payudara.

Berdasarkan data yang dihimpunnya, baru 45% puskesmas yang mampu melakukan deteksi dini terhadap kanker payudara. Selain itu sebanyak 70% penderita datang pada kondisi lanjut.

“Di samping itu, betapa sampai hari ini beberapa kawan-kawan penderita kanker payudara masih harus berjuang untuk bisa mendapatkan targeted therapy karena ada kebijakan yang belum mendapatkan pelayaan tersebut,” kata Rerie dalam Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (25/10).

Baca juga : Edukasi PAM Jaya untuk Warga Sadari Kanker Payudara

Selain penanganan pasien yang belum optimal, ia menyebut masih banyak masyarakat yang belum memahami betul tentang pentingnya deteksi dini kanker payudara.

“Di satu sisi upaya melakukan sosialisasi rasanya sudah semakin banyak yang mulai terlibat dan tergerak untuk melakukan sosialisasi dan akhirnya bisa menyebarluaskan beberapa upaya-upaya pencegahan, tapi masih ada gap yang cukup panjang,” ungkapnya.

Baca juga : NalaGenetics Luncurkan MammoReady, Tes Prediksi Risiko Kanker Payudara 

Anggota Dewan Jaminan Kesehatan Nasional (DJSN) Iene Muliati mengungkapkan, kanker payudara merupakan kejadian kanker tertinggi di Indonesia, yaitu sebesar 16,7% dan tingkat kematian tertinggi kedua, yakni sebesar 11% setelah kanker paru-paru.

Tren kejadian kanker payudara diperkirakan akan terus meningkat hingga hampir 90 ribu kasus pertahun pada 2040.

Selain itu, kanker termasuk kasus dengan biaya tertinggi setelah jantung. Berdasarkan data DJSN sejak Januari hingga September 2023 biaya yang dikeluarkan untuk penyakit kanker ialah sebesar Rp4,3 triliun.

“Tapi memang kesadaran masyarakat terhadap penyakit kanker ini masih terbilang cukup rendah. Kadang-kadang secara psikologis masyarakat mendengar kata kanker dampaknya sangat-sangat berat, kedengarannya sangat menakutkan. Sehingga kebanyakan orang malah menghindar karena mereka ketakutan dan tidak siap saat didiagnosis kanker,” kata dia.

Karenanya, DJSN terus melakukan sosialsiasi dan advokasi untuk melakukan deteksi dini terhadap potensi kanker. Karena bisa saja orang memiliki potensi kanker tapi karena secara psikologis belum siap, mereka menghindari deteksi dini.

Ada beberapa hal yang menjadi tantangan dalam melakukan deteksi dini pada usia 30-50 tahun. Diantaranya jumlah dokter dan bidan terlatih masih terbatas, sistem pembiayaan yang belum optimal, koordinasi lintas sektor yang belum optimal, sarana dan prasarana pendukung masih terbatas hingga upaya pencegahan dan pengendalian kanker yang belum menjadi prioritas.

Karena itu, DJSN memberikan sejumlah rekomendasi. Yakni pentingnya pendeteksian dan pencegahan dini dengan menambah jumlah dokter dan bidan terlatih maupun sarana prasarana dalam deteksi dini dan tindak lanjut dini.

“Serta meningkatkan sosialisasi dan advokasi kepada pemangku kebijakan tentang urgensi pencegahan dan pengendalian kanker,” tutup Iene.

Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan Lily Kresnowati mengungkapkan, penyakit kanker termasuk dalam dua terbesar pembiayaan berdampak katastropik, dengan proporsi biaya pada 2022 sebesar 19% dari total biaya yang berdampak katastropik. Total pembiayaan kanker dari tahun pelayanan 2018 sampai Agustus 2023 ialah sebesar Rp21,9 triliun.

Ia menuturkan, total pembiayaan obat kanker tahun 2018 sampai 2023 sebesar Rp5,93 triliun. Tiga provinsi dengan pembiayaan obat kanker terbesar dan jumlah kasus terbesar pada 2022 ialah Jawa Tengah, DKI Jakarta dan Jawa Timur.

“Data pemanfaatan pelayanan kesehatan RTJL dan RITL dengan diagnosis utama maupun diagnosa sekonder kanker, di tahun 2022 kelompok kanker payudara menduduki posisi tertinggi baik berdasarkan jumlah kasus maupun berdasarkan penyerapan biaya terbesar,” beber Lily.

Ia pun menjabarkan, sebaran kanker payudara terbesar tahun 2022 yaitu DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Yogyakarta. Selain itu, terjadi peningkatan jumlah tren kasus dan biaya payudara dari tahun ke tahun. Tahun 2020 dan 2021 menurun karena kondisi pandemi, namun mulai menngalami peningkatan lagi pada 2022.

“Dan untuk tahun ini, ungkin diperkrakan sampai Agustus 2023 sudah 83% dari total biaya 2022, kira-kira memang realisasinya akan melebihi 2023,” ucapnya. (Z-5)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat