visitaaponce.com

Kasus Bunuh Diri pada Anak Meningkat Lima Tahun Terakhir

Kasus Bunuh Diri pada Anak Meningkat Lima Tahun Terakhir
Ilustrasi masalah kesehatan mental pada anak yang bisa memicu terjadinya upaya bunuh diri.(Freepik)

KEMENTERIAN Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak (Kementerian PPPA) mencatat adanya peningkatan kasus bunuh diri pada anak selama lima tahun terakhir. Secara rinci, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KPPPA Nahar menyebutkan, pada 2019 ada sebanyak 54 kasus, lalu pada 2020 ada 84 kasus, pada 2021 ada 22 kasus, pada 2022 ada 15 kasus dan pada 2023 ada 20 kasus.

Menurut Nahar, pikiran bunuh diri yang terjadi pada seseorang, termasuk anak, merupakan hal yang kompleks. Terdapat berbagai macam faktor dan penyebab yang bisa mendorong seseorang melakukan hal tersebut.

“Pengalaman atau peristiwa di masa lalu juga membuat seseorang lebih rentan terhadap bunuh diri, terutama yang berkaitan dengan kondisi kecemasan dan depresi,” kata Nahar saat dihubungi, Sabtu (11/11).

Baca juga: Angka Bunuh Diri Meningkat, Coach Rheo Ingatkan Beban Mental Jadi Pemicu

Selain itu, kesehatan mental dapat menjadi salah satu faktor penyebab anak bunuh diri. Nahar membeberkan, mengutip data dari Laporan Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS), Tahun 2022 bahwa 1 dari 3 remaja (34,9%) memiliki masalah kesehatan mental dalam kurun waktu 12 bulan dan mereka pernah melaporkan perilaku bunuh diri atau perilaku menyakiti diri sendiri.

Faktor lainnya yang dapat memicu seorang anak melakukan bunuh diri ialah imitasi atau meniru. Anak-anak dapat meniru dari tayangan televisi atau perilaku orang terdekat seperti orang tua, keluarga, teman, atau pemberitaan di media massa.

“Melalui pemberitaan yang dianggap sebagai solusi keluar dari masalah yang dihadapi anak-anak, antara lain seperti menyakiti diri sendiri, bunuh diri, dan aksi lain yang mudah dicontoh, anak dapat mengalami proses pembelajaran sosial bahwa alternatif terbaik menyelesaikan masalah antara lain dapat melalui menyakiti diri dan bunuh diri,” beber dia.

Baca juga: Bunuh Diri Kalangan Remaja Bisa Hambat Indonesia Emas 2045

Menurut Nahar, ada beberapa hambatan yang dihadapi dalam menghadapi anak yang depresi, di antaranya faktor internal dari dalam diri anak. Anak yang cenderung tertutup akan lebih sulit dideteksi perubahan perilakunya.

Selain itu faktor eksternal seperti terbatasnya akses layanan untuk berkonsultasi atau melakukan pengobatan masalah kejiwaan, rendahnya dukungan dari orang tua, keluarga atau lingkungan sekitar dalam membantu proses pemulihan.

Pencegahan Kasus Bunuh Diri Anak

Dalam hal menangani kasus bunuh diri pada anak, KPPPA melakukan berbagai upaya. Di antaranya memberikan edukasi kepada anak, orangtua, guru dan masyarakat terkait urgensi kesehatan mental, termasuk deteksi dini agar mampu segera mengenali perubahan perilaku yang terjadi pada individu yang mengalami gejala awal depresi.

Biasanya, lanjut Nahar, individu tersebut mulai banyak keluhan fisik yang tidak kunjung sembuh, perilaku yang menarik diri dari pergaulan sosial, menjadi pendiam serta mudah tersinggung akibat emosi yang tidak stabil.

“Usahakan tidak bersikap menghakimi atau menyalahkan, namun langkah terbaik adalah bersikap empati dengan mendengar segala keluh kesahnya sambil terus berupaya menyarankan individu tersebut untuk datang berobat ke pelayanan kesehatan terdekat,” jelas Nahar.

Di samping itu, pihaknya juga memastikan anak menerima informasi yang layak atau ramah anak. Kemen PPPA bersama Dewan Pers, membuat dan mensosialisasikan prinsip-prinsip Pemberitaan Ramah Anak melalui Peraturan Dewan Pers No. 1/PERATURAN-DP/II/2019 tentang Pedoman Pemberitaan Ramah Anak.

Hal ini penting untuk memastikan perlindungan anak dari peristiwa yang mengandung unsur kekerasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 UU 35 Tahun 2014 tentang perubahan UU 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;

Yang tak kalah penting, lanjut Nahar, pihaknya juga memberikan edukasi kepada media, untuk menghindari penyampaian informasi yang terlalu detail mengenai pelaku bunuh diri, mulai dari foto, menayangkan video korban, mengungkap identitas, modus, cara melakukan bunuh diri.

Selain itu tidak menyiarkan modus detail dari aksi bunuh diri, mulai dari cara, peralatan, jenis obat atau bahan kimia, maupun teknik yang digunakan pelaku. Media pun dilarang mengeksploitasi pemberitaan kasus bunuh diri dengan cara mengulang-ulang pemberitaan kasus bunuh diri yang terjadi atau yang pernah terjadi.

“Media tidak membuat berita ulangan terkait riwayat seseorang yang pernah gagal dalam melakukan upaya bunuh diri. Poin paling penting, jika media atau wartawan memutuskan untuk memberikan informasi tentang sebuah aksi bunuh diri, maka berita yang ada harus diikuti dengan anjuran atau ajakan untuk mencegah pembaca, pendengar, atau pemirsa melakukan hal serupa,” jelasnya.

“Di samping itu, KPPPA juga menyediakan layanan psikologis untuk perempuan dan anak melalui UPTD PPA,” imbuh Nahar.


(Z-9)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat