visitaaponce.com

Cicilan Bipih Hanya Solusi Sesaat dan tidak Sesuai Konsep Istithaah

Cicilan Bipih Hanya Solusi Sesaat dan tidak Sesuai Konsep Istitha’ah
Ilustrasi haji(Antara)

PENGAMAT kebijakan haji dan umrah sekaligus Dosen UIN Jakarta Ade Marfuddin mengatakan bahwa skema cicilan atau top up untuk pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) atau biaya yang dibayar langsung oleh jemaah haji hanya menjadi solusi sesaat.

Menurutnya, seharusnya pemerintah dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) perlu memperbaiki pengelolaan keuangan haji lebih baik. Pasalnya haji itu harus memenuhi konsep istitha’ah yang berarti mampu dari sisi biaya, kesehatan, keamanan, dan pengetahuan.

“Kalau tidak mampu jangan berangkat haji karena haji itu harus istitha’ah yaitu mampu biaya, kesehatan, keamanan dan pengetahuan. Kalau harus pakai nilai manfaat terus artinya belum mampu 100%. Sekarang jemaah terbius dengan nilai manfaat. Padahal nilai manfaat itu dosa warisan dari jemaah tunggu,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Rabu (29/11).

Baca juga: Kemenag dan DPR Resmi Tetapkan BPIH Tahun Depan Rp93,4 Juta

Lebih lanjut, menurut Ade kebijakan cicilan ini merupakan pendekatan ta’awun atau tolong menolong yang hanya menguntungkan jemaah yang berangkat di tahun ini saja.

Dia menyarankan seharusnya tabungan haji jemaah reguler tidak dibuat menjadi tabungan mati di angka Rp25 juta saja, tapi dibuat sebagai tabungan bergerak.

Baca juga: Pahami Perebedaan BPIH dan Bipih dalam Ibadah Haji

“Sebetulnya usulan dari Menteri Agama untuk BPIH (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji) Rp105 juta itu menjadi nilai pasti yang akan berlangsung 5 tahun ke depan. Seharunya jemaah haji bisa menabung sampai Rp105 juta. Itu namanya mampu dan ketika ada penetapan BPIH tidak akan pusing lagi,” tegas Ade.

Dia juga merasa jika perlu BPKH dibubarkan saja sekalian karena terbukti tidak mampu mengelola keuangan haji. Pasalnya kebijakan cicilan saja baru dibuat setelah penetapan BPIH.

“Harusnya BPKH membangun sistem tata kelola haji yang baik. Kebijakan cicilan per bulan itu hanya kebijakan singkat dan sporadis agar ada jalan keluar. Kalau enggak bisa nyicil mau bagaimana,” tuturnya.

Ade menekankan bahwa jika skema BPIH seperti ini akan terus berlangsung, hanya akan menimbulkan ketidakadilan karena ada dosa warisan bagi para calon jemaah tunggu.

“Ini pengelolaan yang buruk terhadap dana umat. Saya prihatin dengan kondisi ini dan terbukti tidak berpihak pada yang belum berangkat,” ucap Ade.

Secara garis besar, dia merasa bahwa seseorang yang memutuskan untuk berangkat haji itu seharusnya bukan untuk disubsidi, tapi justru menyubsidi dirinya agar hartanya bersih.

“Ini malah terbalik, kita berangkat haji memakai harta orang. Kalau mengandalkan nilai manfaat begitu mereka malah belanja emas di sana untuk kembali ke Indonesia. Jadi perlu ada terobosan dan keberanian agar para jemaah mulai menabung Bipih mereka dan tidak lagi mengandalkan nilai manfaat,” pungkasnya. (Des/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat