visitaaponce.com

Banyak Siswa Sekolah Tunjukkan Gejala Gangguan Refraksi Terutama Miopia

Banyak Siswa Sekolah Tunjukkan Gejala Gangguan Refraksi Terutama Miopia
Pemeriksaan mata di An-Nahl Islamic School di Jalan Raya Ciangsana, Kabupaten Bogor, pada Rabu, 24 Januari 2024.(Dokpri.)

SAAT ini banyak anak usia sekolah menunjukkan gejala gangguan refraksi, khususnya mata miopia seperti rabun jauh atau mata minus, saat proses belajar mengajar di sekolah. Hal ini tentu saja dapat mengganggu hasil belajar siswa. 

Managing Director Hoya Lens Indonesia Dodi Rukminto menjelaskan contoh gejala mata minus dapat dilihat apabila seorang anak sering memicingkan dan mengucek mata, mendekati objek seperti papan tulis untuk melihat dengan jelas, dan mudah mengalami mata lelah. "Karena itu kami memberikan edukasi untuk orangtua tentang opsi kontrol miopia atau disebut juga manajemen miopia," jelasnya dalam keterangan tertulis, Senin (29/1).

Kegiatan terbaru ialah pemeriksaan mata dan edukasi produsen lensa global dari Jepang, Hoya Vision Care, itu ke An-Nahl Islamic School di Jalan Raya Ciangsana, Kabupaten Bogor, pada Rabu, 24 Januari 2024. Sebanyak lebih dari 300 peserta didik di sekolah tersebut dari 20 kelas jenjang SD hingga SMP mendapatkan pemeriksaan mata secara gratis. Pemeriksaan mata ini dilakukan dengan kolaborasi bersama Vio Optical Clinic, vision therapy yang berfokus pada layanan myopia control Management dan Low Vision.

Baca juga: Optometri, Upaya Bersinergi Membangun Kesehatan Penglihatan di Indonesia 

Pemeriksaan mata dan edukasi itu dilakukan Hoya karena tingkat kesadaran terhadap kesehatan mata di Indonesia masih sangat rendah, terutama dalam hal risiko dan penanganan miopia pada anak. "Banyak anak usia sekolah mengalami miopia yang cukup tinggi, tetapi masih belum dikoreksi menggunakan kacamata. Bahkan, banyak orangtua yang tidak menyadari bahwa anaknya mengalami miopia. Selain itu, banyak juga orangtua yang belum pernah memeriksakan kondisi mata anaknya," beber Dodi.

Ia menambahkan, masih banyak orangtua yang tidak mengetahui bahwa pertumbuhan miopia pada anak dapat dikontrol atau ditahan dengan opsi manajemen miopia yang ada. "Semakin dini penanganan yang dilakukan, semakin besar peluang untuk menghindari penyakit mata yang lebih serius di kemudian hari. Oleh karena itu, kami sangat sarankan orangtua untuk memeriksakan kesehatan mata anaknya sesegera mungkin dan memberikan penanganan terbaik seperti manajemen miopia," ulasnya.

Dodi mengungkapkan Miyosmart Goes to School hadir di sekolah setelah liburan semester. Pasalnya, saat kembali ke sekolah merupakan waktu yang tepat untuk mengecek kesehatan mata peserta didik dan memberikan penanganan jika diperlukan. Ia mengatakan itu merupakan program perusahaan untuk mendeteksi gangguan refraksi atau kesulitan melihat benda secara jelas pada anak usia sekolah. Salah satu inovasi terkini dalam manajemen miopia dengan tingkat efikasi tertinggi di Indonesia saat ini ialah lensa kacamata terapi Miyosmart yang dapat menahan laju pertumbuhan minus pada anak.

Baca juga: Gabungan Pengusaha Optik Bagikan 5000 Kacamata di Car Free Day

Marketing Assistant Manager Hoya Lens Indonesia, Nihla Azkiya, menambahkan pihaknya memberikan surat rekomendasi beserta hasil dari deteksi dini yang ditujukan untuk orangtua sang anak saat mengunjungi An-Nahl Islamic School. Hal ini dilakukan supaya orangtua dapat melakukan tindakan preventif, serta memberikan penanganan yang efektif apabila ada indikasi gangguan penglihatan.

Nihla berharap Miyosmart Goes to School bisa membuat orangtua lebih memperhatikan kesehatan mata anaknya dan memberikan kesadaran yang lebih terhadap pentingnya memperhatikan kesehatan mata. "Salah satu indera penangkap informasi yang sangat penting pada proses belajar mengajar ialah mata. Gangguan penglihatan dapat memiliki dampak signifikan terhadap kemampuan belajar dan prestasi akademis sang anak. Deteksi dini dan penanganan masalah penglihatan dapat membantu memastikan bahwa anak dapat mengakses pendidikan dengan maksimal, mendukung perkembangan mereka, dan mempersiapkan masa depan yang lebih baik," tegas Nihla.

Dari keseluruhan peserta didik yang diperiksa, lanjut dia, lebih dari 60% terdeteksi mengalami gangguan refraksi. Rinciannya, lebih dari 70% gangguan refraksi yang ditemukan ialah miopia atau rabun jauh dan hampir 30% di antaranya merupakan miopia sedang hingga tinggi (minus -3.00D atau lebih). "Lebih dari 50% anak yang mengalami gangguan refraksi belum mendapat penanganan atau koreksi berupa penggunaan kacamata. Contohnya, setelah pemeriksaan ada yang terdeteksi mengalami miopia sebesar -4.00D tetapi masih belum pernah menggunakan kacamata," kata Nihla. (Z-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat