visitaaponce.com

Kasus Miopia pada Anak Usia Sekolah Meningkat

Kasus Miopia pada Anak Usia Sekolah Meningkat
(MI/HO)

PROGRESIVITAS kasus miopia atau yang lebih dikenal dengan rabun jauh atau mata minus pada anak usia sekolah dilaporkan terus meningkat. Salah satu pemicunya alah transformasi digital dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) yang masif dilakukan sejak pandemi covid-19 pada 2020. Bahkan, para ahli memprediksi bahwa lebih dari 50% populasi di dunia akan mengalami miopia pada 2050.

Hal itu tentu saja menimbulkan keprihatinan dunia kesehatan. Bila pertumbuhannya tidak terkendali, miopia bisa menyebabkan permasalahan mata yang lebih serius seperti katarak, glukoma, ablasi retina, dan degenerasi macula di kemudian hari.

Karena itu, intervensi dini terhadap miopia menjadi hal mutlak dilakukan. Salah satunya memberikan edukasi masif kepada pihak-pihak yang berkepentingan, terutama orangtua, guru, tenaga kependidikan, dan pelajar tentang pentingnya mengelola miopia pada anak, termasuk upaya deteksi dan intervensi dini.

Baca juga : Terapi Ortho K, Bentuk Ulang Struktur Kornea Atasi Gangguan Penglihatan

Dokter spesialis mata lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado dr. Ratna Dewi Dwi Tanto, Sp.M mengaku prihatin dengan masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap miopia dan pentingnya pemeriksaan mata sejak dini. Padahal, pemeriksaan mata secara dini dan rutin dapat membantu mempercepat penanganan dan mengurangi kondisi Myopia yang diderita anak.

Menurut dokter yang berkontribusi memberikan edukasi di Sekolah Santo Yakobus Jakarta Utara itu, banyak faktor yang menjadi alasan miopia belum menjadi perhatian bersama, termasuk di lingkungan medis, antara lain kurangnya pemahaman tentang risiko jangka panjang yang bisa menimbulkan penyakit mata serius seperti degenerasi makula atau retinal detachment, serta kebanyakan anak cenderung tidak mengeluhkan kelainan pandangannya yang buram.

Disebutkan, masyarakat juga belum banyak yang mengetahui tentang opsi pengendalian miopia yang efektif, seperti terapi kacamata khusus, lensa kontak, atau terapi farmakologis. Bahkan, katanya, di tengah masyarakat muncul persepsi bahawa miopia ialah masalah kosmetik belaka yang dapat diatasi dengan kacamata atau lensa kontak, tanpa menyadari potensi konsekuensi jangka panjangnya. Bahkan, ada mitos yang sangat menyesatkan di beberapa kalangan masyarakat yang meyakini bahwa memakai kacamata pada usia dini ialah aib.

Baca juga : Lensa Mata ini Klaim Mampu Tahan Laju Miopia

Ada data menarik dari produsen lensa asal Jepang Hoya Vision Care yang secara berkelanjutan mengadakan kegiatan Miyosmart Goes to School (MGTS) untuk memasifkan edukasi tentang bahaya miopia jika tak terkendali. Pada tahun ini, MGTS dilakukan lebih masif dalam kegiatan memperingati Myopia Week yang digelar di sejumlah sekolah pada 13-19 Mei 2024.

"Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan di berbagai sekolah pada 800 anak usia 5-15 tahun atau tingkat TK hingga SMP, 67% terdeteksi mengalami gangguan refraksi dan 56% di antaranya merupakan miopia. Dari jumlah tersebut, hanya kurang dari 50% yang telah dikoreksi atau mendapatkan penanganan berupa kacamata single vision," papar Managing Director Hoya Lens Indonesia, Dodi Rukminto, dalam pernyataannya, Senin (20/5). 

"Kami pun menginformasikan ada opsi kontrol yang telah teruji klinis dan terbukti efektif menahan pertumbuhan miopia rata-rata 60% dengan lensa kacamata terapi Miyosmart," kata Dodi.

Sebagai informasi, Miyosmart merupakan lensa kacamata terapi rabun jauh hasil inovasi Hoya yang sudah melewati uji klinis selama 6 tahun. Selain mampu mengoreksi dan menghadirkan penglihatan yang jelas, kelebihan dari lensa kacamata terapi ini ialah dapat menahan pertumbuhan miopia pada anak secara bersamaan. (Z-2)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat