visitaaponce.com

Penanganan K3 Harus Lebih Promotif dan Preventif

Penanganan K3 Harus Lebih Promotif dan Preventif  
Upya K3 harus preventif(Dok. Presuniv)

PENERAPAN Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harusnya lebih mengutamakan upaya-upaya yang bersifat promotif dan preventif. Kenyataannya penerapan K3 di Indonesia lebih bersifat reaktif dan kuratif. 

“Hal ini mengindikasikan bahwa penerapan K3 lebih untuk memenuhi kewajiban, dan belum menjadi kebutuhan atau budaya,” ungkap Dekan Fakultas Kedokteran President University (Presuniv) Budi Setiabudiawan, dalam keterangan resmi yang diterima, Selasa (30/1).

Selain sebagai aset perusahaan, para pekerja adalah penggerak perekonomian bangsa.

Baca juga: Bulan K3, BPJS Ketenagakerjaan Jateng-DIY Serahkan Santunan Kecelakaan Kerja

“Dan, yang juga tidak boleh dilupakan, para pekerja adalah tulang punggung keluarga,” tegas Budi. 

Dengan kondisi yang semacam itu, lanjut dia, kesehatan dan keselamatan pekerja harus menjadi tujuan penting dalam penerapan budaya K3 di Indonesia. Budi juga menekankan pentingnya kita untuk mengantisipasi perubahan lingkungan kerja.

“Kita sedang berada dalam masa transisi menuju era Industry 5.0. Era tersebut akan memicu munculnya beberapa perubahan. Misalnya, munculnya budaya kerja baru, bentuk dan pola kerja baru, perubahan jam kerja, dan bahkan lahirnya profesi-profesi baru,” jelas dia. 

Baca juga: Menaker Canangkan Bulan K3 Nasional 2024 di Smelter Freeport Gresik

Semua itu, lanjut Budi, akan mempengaruhi risiko K3 bagi para pekerja. Kondisi tersebut memerlukan penyesuaian, transformasi dan inovasi, pada semua sektor kehidupan dengan tetap menjaga efektivitas dan efisiensi dalam mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan PAK.

Di Fakultas Kedokteran Presuniv, lanjut Budi, para mahasiswanya sejak awal sudah diperkenalkan dengan budaya K3 melalui kurikulum dan kecirian kesehatan kerja.

“Mereka sedini mungkin juga sudah memperoleh paparan program-program K3 langsung dari lapangan. Ini agar mereka lebih memahami upaya untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan pekerja, dan bisa melakukan inovasi baru dalam bidang K3,” terang dia. 

Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Presuniv Maria Jacinta menekankan, biaya yang mesti ditanggung jika terjadi kecelakaan kerja bisa sangat mahal. 

“Padahal, kecelakaan kerja bisa terjadi di mana saja, kapan saja,” ungkap Maria Jacinta. 

Maka, lanjut dia, seminar ini menjadi sangat penting. “Kita memerlukan lebih banyak lagi kegiatan tentang K3, sebab masih banyak kasus kecelakaan kerja. Selain itu juga masih banyak kasus yang muncul sebagai Penyakit Akibat Kerja atau PAK,” ungkap Maria Jacinta.

Promotif dan Preventif

Sementara itu, Koordinator Pemeriksaan Norma K3 di Ditjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan K3 Kementerian Tenaga Kerja RI Sudi Astono mencatat, jumlah pekerja yang mengalami Kecelakaan Kerja (KK) dan PAK terus meningkat. Jika tahun 2020 jumlahnya mencapai 221.740 pekerja, pada 2021 menjadi 234.370 atau naik 5,6%. Seiring dengan itu, biaya Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) yang dikeluarkan BPJS Ketenagakerjaan juga meningkat lebih dari 14% dari Rp1,56 triliun (2020) menjadi Rp1,79 triliun (2021).

Dari sisi usia, kelompok yang terbesar mengalami KK dan PAK adalah pada rentang usia 25 s/d 30 tahun. 

"Mereka betul-betul kelompok usia yang sangat produktif. Ini tentu menjadi kerugian bagi kita,” tegas Sudi Astono.

Beranjak dari data tersebut, Sudi juga memandang penting upaya promotif dan preventif, ketimbang yang reaktif dan kuratif. Melihat besarnya alokasi dana JKK dari BPJS Ketenagakerjaan, menurut Sudi Astono, terlihat bahwa penanganan K3 masih lebih ke arah reaktif dan kuratif. 

"Dari situ terlihat bahwa K3 masih belum menjadi budaya perusahaan,” tegas dia.

Menurut Sudi Astono, kasus-kasus K3 berbanding terbalik dengan daya saing suatu negara. 

"Jika kasus-kasus K3 meningkat, maka daya siang suatu negara akan menurun. Dan, sebaliknya,” ungkap dia. 

Maka, lanjut Sudi Astono, jika Indonesia ingin meningkat daya saingnya, upaya-upaya promotif dan preventif harus diutamakan. Bukan sebaliknya, reaktif dan kuratif. (Z-10)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Gana Buana

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat