visitaaponce.com

Pakar Gizi Penurunan Stunting 14 tahun 2024 Mustahil Tercapai, Perlu Pendekatan Food-Based

Pakar Gizi: Penurunan Stunting 14% tahun 2024 Mustahil Tercapai, Perlu Pendekatan Food-Based
Dokter memberikan vitamin A kepada balita saat program posyandu bulan februari 2024 di Desa Serangan, Denpasar, Bali, Selasa (20/2/2024).(ANTARA/Nyoman Hendra Wibowo )

BERDASARKAN data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada 2022, prevalensi tengkes atau stunting di Indonesia telah mengalami penurunan dari tahun sebelumnya sebesar hampir 3% dari 24,4% menjadi 21,6%. Akan tetapi tetapi pada 2023 penurunan tengkes tercatat sangat lambat hanya 0,1% dari 21,6% menjadi 21,5%.

Guru Besar Pangan dan Gizi IPB University Prof. Ali Khomsan menjelaskan bahwa jika melihat dari tren data selama lima tahun terakhir, harapan untuk mencapai penurunan 14% di tahun 2024 seperti yang ditetapkan pemerintah sangat tidak mungkin tercapai jika masih menerapkan pola yang sama. Untuk itu, diperlukan upaya luar biasa untuk percepatan penanganan tengkes.

“Penting bagi pemerintah untuk merumuskan tatalaksana stunting. Penanganan anak yang sudah terlanjur stunting harus menggunakan food-based approach dengan bantuan makanan bergizi terus-menerus minimal 90 hari. Tentunya hal itu harus terkoordinasi dan terprogram dengan baik dengan durasi yang baik,” ujarnya kepada Media Indonesia pada Selasa (19/3).

Baca juga :  Pemkab Purwakarta Minta Partisipasi Masyarakat Turunkan Stunting

Menurut Ali, penelitian dan praktik di berbagai negara telah menunjukkan bahwa permasalahan gizi yang terjadi akibat tidak seimbangnya asupan energi dan zat gizi lainnya dapat menyebabkan masalah gizi di antaranya kurus (gizi kurang), gemuk (gizi lebih), dan stunting. Hal itu bisa diatasi hanya dengan pendekatan pangan mulai dari pemberian protein seperti konsumsi telur.

“Penelitian membuktikan jika kita memberikan intervensi konsumsi telur setiap harinya kepada anak yang stunting, penurunan stunting bisa terjadi hampir 47 hingga 50%. Apalagi jika dilakukan dengan pendekatan pangan yang lebih lengkap daripada sekedar telur, misalnya juga dengan pemberian susu dan makanan lengkap gizi lainnya,” ujarnya.

Dengan mengonsumsi telur setiap hari, lanjut Ali, maka anak-anak akan mempunyai pertumbuhan fisik yang baik karena memperoleh protein berkualitas tinggi. Harga yang terjangkau dari telur jika dibandingkan dengan jenis protein hewani lainnya menjadi prasyarat penting agar telur bisa diakses oleh kebanyakan keluarga di Indonesia.

Ali menilai bahwa kemajuan ekonomi suatu masyarakat ternyata diikuti oleh meningkatnya konsumsi telur. Amerika Serikat misalnya dapat dikatakan sebagai konsumen telur tertinggi, yaitu 314 butir per orang per tahun, Inggris 290 butir, Jepang 269 butir, sementara negara-negara Eropa lain 210 butir, sedangkan Indonesia hanya 125 butir.

“Jika kita lihat di lapangan, seringkali bantuan-bantuan zat gizi ini berfokus pada anak stunting tapi luput dari anak-anak yang mengalami gizi kurang. Meskipun sudah ada program spesifik yang dilakukan lintas sektoral tapi saya kira sangat penting pendekatan pangan ini dilakukan untuk mempercepat penurunan stunting,” ungkapnya. (H-2)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Editor : Indrastuti

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat