visitaaponce.com

Diagnosis yang Tepat Bisa Tekan Risiko Migrain

Diagnosis yang Tepat Bisa Tekan Risiko Migrain
Ilustrasi(Freepik)

KEMENTERIAN Kesehatan (Kemenkes) menyatakan diagnosis yang tepat menjadi kunci sukses untuk menekan risiko penyakit migrain yang dialami masyarakat.

"Migrain menyebabkan banyak angka ketidakhadiran pekerja yang ada karena alasan-alasan diagnosis. Dengan memahami migrain, mereka yang mempunyai gejala migrain bisa segera melaksanakan deteksi dini," kata PIh. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kemenkes, Theresia Sandra Dian Ratih, dalam sebuah diskusi, dikutip Jumat (5/7).

Theresia menekankan pentingnya promosi edukatif bagi masyarakat agar lebih memahami migrain sesuai dengan kondisi kesehatan masing-masing individu.

Baca juga : Ini Usia Rentan Kena Migrain, Cek Gejala dan Penanganannya

Adapun beberapa kategori umum yang biasa ditemui pada beberapa pasien di antaranya adalah under diagnosis, yaitu kondisi pasien dengan keluhan migrain tetapi tidak terdiagnosa pada kunjungan pertama, under treatment karena belum tersosialisasi dengan jelas bagaimana mengatasi migrain dengan benar dan kurangnya kepatuhan terhadap pengobatan, serta over treatment yakni kondisi penanganan migrain yang berlebihan.

Ia menyampaikan, migrain bukan suatu penyakit kepala biasa atau nyeri kepala seperti vertigo dan lainnya.

Pemicu migrain dapat diakibatkan antara lain oleh perubahan hormonal, stres, konsumsi makanan tertentu (seperti keju, alkohol, kafein), pola makan dan istirahat tidak teratur, bau yang menyengat, cahaya terang, atau konsumsi terlalu banyak obat.

Baca juga : Dukungan Lingkungan Kerja Penting Bagi Penderita Migrain

Oleh karena itu, ia mengimbau agar masyarakat yang mempunyai keluhan nyeri kepala yang mengarah pada migrain untuk berkonsultasi dengan dokter atau tenaga kesehatan yang ada di lingkungan masing-masing.

Di sisi lain, pemerintah berupaya agar tata laksana layanan primer terkait migrain terus ditingkatkan agar dapat ditangani lebih lanjut secara tuntas.

"Pencegahan dilakukan dengan upaya promosi kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat. Kemudian juga menghindari faktor pencetus tadi dan edukasi petugas kesehatan," ujar Theresia.

Baca juga : Disebut Disabilitas Tak Terlihat, Dokter Minta Jangan Anggap Enteng Migrain

Lebih lanjut, Theresia menyampaikan kasus baru migrain meningkat sebanyak 40% dari 62,6 juta pada 1990 menjadi 87 juta pada 2019.

India, Tiongkok, Amerika Serikat (AS), dan Indonesia merupakan negara dengan jumlah tertinggi penderita migrain, yang menyumbang 43% insiden secara global.

"Perempuan paling sering mengalami migrain dibandingkan laki-laki di usia 30 sampai 39 tahun. Berarti di usia produktif ini jangan sampai produktivitas menurun karena ketidakhadiran dalam pekerjaan," pungkas Theresia. (Ant/Z-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat