visitaaponce.com

Wanita Haid tidak lagi di Kandang

Wanita Haid tidak lagi di Kandang
Wanita Haid tidak lagi di Kandang(AFP/PRAKASH MATHEMA)

SUNGGUH malang nasib kaum perempuan di Nepal. Selama berabad-abad, di sejumlah wilayah di negara itu, perempuan yang sedang haid harus merasakan pengalaman pahit terusir dari rumah.

Mereka sengaja diisolasi orangtua dan keluarga. Praktik pengasingan perempuan di masa haid terkait dengan tradisi kuno Hindu yang dianut masyarakat setempat.

Pemahaman itu dikenal dengan sebutan chhaupadi. Hal terburuk, isolasi bisa mengakibatkan kaum hawa di negara itu setiap bulannya berakhir di kandang sapi atau gudang yang kotor.

Walaupun Mahkamah Agung pada 2005 lalu telah mengeluarkan putusan yang melarang praktik tersebut, chhaupadi tetap berlangsung terutama di wilayah barat Nepal yang terpencil. Pengasingan itu berisiko karena mereka bisa diperkosa para pria jahat dan diserang binatang buas.

Seperti terjadi bulan lalu, seorang gadis berusia 19 tahun di Distrik Dailekh tewas karena gigitan ular berbisa setelah dia dipaksa tidur di gudang. Sebelumnya, pada Desember 2016, Roshani Tiruwa, 15, ditemukan tewas karena lemas di gubuk berlumpur berventilasi minim di Distrik Achham.

Sebagian masyarakat setempat percaya mereka akan mengalami malapetaka seperti bencana alam jika anak gadis dan perempuan dewasa tidak diasingkan saat menstruasi. Selama haid, mereka tidak diizinkan minum susu dan hanya diberi sedikit makanan sampai menstruasi berakhir.

Tapi, kini kaum perempuan di negara itu bisa tersenyum dan berharap negara bisa mengakhiri praktik chhaupadi secara total. Pasalnya, parlemen sudah menyetujui sebuah undang-undang (UU) pidana baru, pada Rabu (9/8).

UU itu memberlakukan hukuman penjara selama tiga bulan dan denda 3.000 rupee Nepal, atau sekitar US$29 kepada orang yang memberlakukan kebiasaan itu.

“Parlemen telah mengeluarkan sebuah undang-undang baru yang memperlakukan chhaupadi sebagai tindakan kriminal,” kata Krishna Bhakta Pokharel, ketua panel parlemen yang menyelesaikan undang-undang tersebut.

Menurutnya, dalam UU tersebut diatur siapa pun yang memaksa perempuan melakukan pengasingan selama menstruasi, kini dapat dihukum penjara selama tiga bulan. UU itu mulai diberlakukan tahun ini.

Tapi, sebelumnya pihak berwenang terlebih dahulu akan menumbuhkan kesadaran pada masyarakat sebelum memberlakukan tindakan keras.

Kalangan aktivis menyambut baik lahirnya UU baru itu. Mereka menilai regulasi itu sebagai langkah positif untuk mengekang apa yang mereka sebut sebagai praktik yang tak manusiawi.

Karena itu, para aktivis meminta pihak berwenang dan juru kampanye serius memberlakukannya tanpa pandang bulu. “Pelaku kampanye, masyarakat, dan perempuan harus tetap waspada dan melaporkan jika masih terjadi chhaupadi,” kata Ketua Aliansi Nasional untuk Pembela Hak Asasi Manusia Perempuan, Renu Rajbhandari. (The Guardian/Ant/Hym/I-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat