visitaaponce.com

Soal Rusia-Ukraina, Indonesia Mesti Bebas Aktif Wujudkan Perdamaian

Soal Rusia-Ukraina, Indonesia Mesti Bebas Aktif Wujudkan Perdamaian
Perang di Ukraina kini berimbas ke banyak kawasan dan menghantam sisi ekonomi serta sosial.(DOK Pribadi.)

INDONESIA tidak bisa bersikap pasif dalam persoalan perang dan kehancuran kemanusiaan yang terjadi di Ukraina akibat invasi Rusia. Pilihan Indonesia hanya bersikap bebas dan aktif mewujudkan perdamaian dunia menuju masyarakat berkeadilan sosial, yang dalam hal ini urgen dicari solusinya dalam peperangan di Ukraina. 

Setidaknya lima tokoh yang diwawancarai secara terpisah menegaskan hal tersebut. Mereka antara lain diplomat senior dan mantan wakil menlu Dino Patti Djalal, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Abdul Mu'ti, anggota Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) Syafiq Ali, pengamat pertahanan Connie Rahakundili Bakrie, serta wartawan senior dan mantan pimpinan redaksi majalah Tempo Bambang Harimurty.  

Dino Patti Djalal menegaskan, dalam peperangan dan kehancuran yang terjadi akibat invasi Rusia ke Ukraina, Indonesia tidak punya pilihan kecuali mengupayakan segera berakhirnya perang. Indonesia, menurut Dino, harus mendesak Rusia segera menarik pulang seluruh pasukannya kembali ke negaranya sehingga tercipta kondisi yang memungkinkan terjadinya perdamaian. Semua itu tidak lain karena tuntutan konstitusi negara, yakni UUD 1945. Dalam konstitusi, terutama pada pembukaan, ditegaskan secara tersurat bahwa Indonesia mengakui kemerdekaan sebagai hak segala bangsa di dunia, dan penjajahan pun harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan kemanusiaan dan keadilan. 

"Yang dilakukan Rusia jelas menjajah bangsa lain yang telah merdeka dan berdaulat, sehingga sikap Indonesia pun tak bisa berkompromi selain secara bebas dan aktif mengupayakan agar perang ini segera berakhir, Rusia segera keluar sehingga perdamaian terwujud di Ukraina, dan dunia umumnya," kata Dino yang merupakan pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), lembaga swadaya hubungan internasional terbesar di Asia Tenggara.

Ketegasan sikap Indonesia akan kemerdekaan itu, kata Dino, juga ditekankan dengan pemeo yang sangat dipegang erat sejak lama, yakni meski Indonesia mencintai perdamaian, negara kita sejatinya lebih mencintai kemerdekaan. 

Menurut Prof Mu'ti, Muhammadiyah sangat mendukung perjuangan rakyat Ukraina untuk menegakkan kedaulatan yang memang menjadi hak mereka. "Kami sangat bersimpati pada penderitaan rakyat Ukraina di satu sisi serta perjuangan mereka di sisi lain. Kami berharap perang yang menghancurkan kehidupan dan menimbulkan banyak korban itu segera berakhir," kata Mu'ti. Untuk itu, kata dia, meski disadari bahwa yang diberikan sebagai bantuan masih relatif kecil, Muhammadiyah berkomitmen untuk memberikan bantuan agar rakyat Ukraina bisa mengatasi beban yang mereka hadapi. 

Tokoh muda anggota PBNU Syafiq Ali menegaskan perlu langkah-langkah strategis dan segera dari komunitas internasional, termasuk Indonesia, agar peperangan tersebut segera berakhir. "Bagaimana pun dalam hal ini ada kedaulatan bangsa yang dilanggar, selain menimbulkan banyak korban yang tak bersalah, yakni anak-anak, para orangtua, dan sebagainya. Karena itu, perang ini harus secepatnya diakhiri," kata Syafiq. 

Mendesak upaya mengakhiri perang juga dikemukakan pengamat pertahanan Connie Rahakundini Bakrie. Menurut pengajar Universitas Jenderal Ahmad Yani, Bandung, tersebut, perang di Ukraina kini berimbas ke banyak kawasan dan menghantam sisi ekonomi serta sosial. "Jadi, apapun yang bisa kita lakukan untuk segera mengakhiri perang tersebut, segeralah lakukan. Ini sudah sangat mendesak," kata dia.  

Di sisi lain, Bambang Harimurty melihat bahwa hubungan baik Indonesia dengan Ukraina terjalin lama, lebih dari 30 tahun. Pada hubungan tersebut, kata Bambang, banyak pihak yang melihat ada semacam 'utang' Indonesia terhadap Ukraina, terutama berkaitan dengan dukungan dunia terhadap kemerdekaan Indonesia dari Belanda. Ia menunjuk peristiwa 21 Januari 1946 kala Perwakilan Tinggi Ukraina, Dmytro Manuilsky, dalam sidang Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengusulkan untuk memasukkan masalah Indonesia menjadi agenda di PBB. "Berkat usulan tersebut digelar sidang Dewan Keamanan PBB untuk membahas persoalan Indonesia yang menghasilkan pengakuan global terhadap Republik Indonesia sebagai negara merdeka yang berdaulat," kata Bambang.

Baca juga: Parlemen Ukraina Dukung RUU Pelarangan Musik Rusia 

Bahkan, kata Bambang, tiga tahun kemudian yakni Januari 1949, ketika Indonesia diserang Belanda melalui agresi militer yang mereka sebut aksi polisional I dan II, kembali Dmytro Manuilsky mengecam aksi tersebut dalam forum PBB yang saat itu digelar di New Delhi, India. "Inilah saatnya Indonesia membayar utang diplomasi tersebut dengan membantu Ukraina yang tengah kesulitan karena kemerdekaannya direbut Rusia melalui invasi yang dimulai Februari lalu," kata Bambang.  

Sebagaimana Dino, Bambang juga mengingatkan bahwa mengakui kemerdekaan sebagai hak semua bangsa serta mendukung dan menjaga perdamaian dunia secara bebas dan aktif tersebut merupakan amanat Kontitusi UUD 1945. "Jadi, memang tidak ada pilihan untuk pasif, karena amanat konstitusi juga mengharuskan Indonesia mendukung perdamaian dunia secara bebas dan aktif," kata Bambang. 

Pekan lalu Kedutaan Besar Ukraina di Jakarta menggelar malam peringatan 30 tahun hubungan Ukraina-Indonesia. Pada acara yang semarak tersebut hadir Dirjen Amerika dan Eropa Kemenlu I Gede Ngurah Swajaya, sejumlah politisi antara lain Meutya Hafid, Maya Rumantir, dan Fadli Zon, para tokoh agama seperti Wakil Ketua Umum MUI KH Marsudi Syuhud, Sekum PP Muhammdiyah Prof Abdul Mu'ti, anggota PBNU Syafiq Ali, pengamat militer Connie Rahakundini Bakrie, hingga tokoh-tokoh bisnis Indonesia-Ukraina. Dalam kegiatan peringatan 30 tahun hubungan Ukraina-Indonesia itu juga digelar pameran lukisan dan penggalangan dana bagi korban perang. (RO/OL-14)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat