visitaaponce.com

Pemenang Nobel Lolos dari Tuduhan Penggelapan Pajak di Filipina

Pemenang Nobel Lolos dari Tuduhan Penggelapan Pajak di Filipina
Peraih Nobel Maria Ressa saat diwawancarai wartawan di Gedung Pengadilan Banding Pajak, Quezon City, Metro Manila, Filipina, Rabu (18/1).(JAM STA ROSA / AFP)

PENGADILAN Filipina membebaskan pemenang Hadiah Nobel Kebebasan Berekspresi Maria Ressa dan media daring dari empat tuduhan penggelapan pajak.

Ressa, yang memenangkan Nobel bersama jurnalis Rusia Dmitry Muratov pada 2021, masih menghadapi tiga kasus kriminal, termasuk tuduhan pencemaran nama baik dengan ancaman hukuman tujuh tahun penjara.

"Hari ini, fakta menang. Kebenaran menang," kata Ressa usai mendengarkan putusan tersebut, di luar ruang sidang Pengadilan Manila, dilansir dari AFP, Rabu (18/1).

Pemerintah Filipina melaporkan tuduhan itu bahwa dia dan Rappler (situs berita) menghindari pajak dalam penjualan obligasi pada 2015 kepada investor asing.

"Tuduhan ini bermotif politik. Kami dapat membuktikan bahwa Rappler bukanlah penghindar pajak," tambahnya.

Pria berusia 59 tahun itu telah berjuang melawan serangkaian kasus yang menurut advokat media.

Kasus ini diajukan karena kritiknya terhadap mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte atas perang narkoba yang merenggut ribuan nyawa.

Baca juga: Jenderal AS dan Ukraina Bertemu Bahas Strategi Hadapi Rusia

Ressa dan Muratov dianugerahi Nobel 2021 atas upaya mereka untuk menjaga kebebasan berekspresi. Terlepas dari keputusan tersebut, masa depan Rappler, yang didirikan Ressa sekitar satu dekade lalu, masih belum pasti.

Pasalnya perusahaan medianya itu masih tersangkut dugaan pelanggaran aturan Komisi Sekuritas dan Bursa Filipina karena diduga melanggar konstitusi tentang kepemilikan asing di media.

Rappler dituduh mengizinkan orang asing untuk mengambil kendali situs web melalui penyimpanan data di perusahaan induknya Rappler Holdings.

Kasus ini muncul dari investasi pada 2015 oleh Jaringan Omidyar yang berbasis di Amerika Serikat, yang didirikan oleh pendiri eBay, Pierre Omidyar. Jaringan Omidyar kemudian mengalihkan investasi di Rappler ke manajer lokal situs tersebut untuk mencegah upaya Duterte untuk menutupnya.

Presiden Filipina Ferdinand Marcos mengatakan pada September dia tidak akan ikut campur dalam kasus Ressa.

Tak lama setelah Marcos menjabat, Ressa kalah dalam banding pada 2020 atas pencemaran nama baik dunia maya.

Masalah bagi Ressa dan Rappler dimulai pada 2016, ketika Duterte berkuasa dan melancarkan perang narkoba yang menewaskan lebih dari 6.200 orang dalam operasi anti-narkotika polisi.

Kelompok HAM memperkirakan puluhan ribu tewas atas kebijakan tersebut. Rappler adalah salah satu media dalam dan luar negeri yang menerbitkan gambar-gambar mengejutkan dari pembunuhan dan mempertanyakan dasar hukum tindakan keras tersebut.

Penyiar lokal ABS-CBN juga kritis terhadap Duterte sehingga kehilangan lisensi izin penerbitan. Sementara Ressa dan Rappler menanggung serangkaian tuduhan kriminal, penyelidikan, dan serangan dunia maya.

Namun Duterte kala itu dia mengatakan tidak ada hubungannya dengan kasus apapun terhadap Ressa. (AFP/Cah/OL-09)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat