visitaaponce.com

Interkoneksi Jaringan ASEAN Awal Ketahanan Energi Terbarukan di Regional

Interkoneksi Jaringan ASEAN Awal Ketahanan Energi Terbarukan di Regional
Ilustrasi.(DOK MI.)

DALAM rangka mencapai keamanan energi berkelanjutan dan menghadapi tantangan perubahan iklim global, Indonesia dalam keketuaan di ASEAN pada 2023 perlu memainkan peran kepemimpinan yang kuat dalam upaya dekarbonisasi sektor energi di kawasan Asia Tenggara. Institute for Essential Services Reform (IESR) memandang Indonesia dapat mempererat kerja sama dan kolaborasi regional dalam inovasi, teknologi, penelitian di bidang energi terbarukan, serta mendorong kebijakan yang jelas dan menarik untuk peningkatan investasi di sektor energi terbarukan.

Sebagai kawasan, ASEAN berkomitmen untuk mencapai target 23% bauran energi terbarukan dalam energi primer dan 35% kapasitas energi terbarukan terpasang pada 2025. Selain itu, untuk memperluas perdagangan listrik regional, mengintegrasikan jaringan listrik kawasan, dan memperkuat keandalan jaringan listrik, ASEAN sedang membangun ASEAN Power Grid (APG).

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, memaparkan bahwa proyek interkoneksi jaringan ASEAN melalui ASEAN Power Grid (APG) dapat menjadi titik mula bagi negara-negara ASEAN untuk dapat meningkatkan kapasitas energi terbarukan dalam sektor kelistrikan dan mulai beralih dari ketergantungan energi fosil. Kepemimpinan Indonesia di ASEAN 2023 dengan salah satu fokus utama ketahanan energi berkelanjutan (sustainable energy security) hendaknya dimanfaatkan untuk mendorong negara-negara anggota ASEAN untuk mulai fokus pada upaya dekarbonisasi sistem energinya. 

Baca juga: ASEAN Tujuan Investasi Menjanjikan bagi Korea Selatan

"Indonesia memiliki kesempatan memimpin ASEAN untuk melakukan transisi energi, meningkatkan bauran energi terbarukan, dan mengurangi energi fosil. Indonesia telah memberikan contoh bagi negara-negara ASEAN lain untuk memiliki target transisi energi yang lebih ambisius selaras dengan dengan Paris Agreement. Salah satunya adalah mendorong negara-negara ASEAN untuk melakukan pengakhiran operasi PLTU batu bara sebelum 2050 dan mendorong kesepakatan antara dengan negara-negara ASEAN untuk membangun industri sel dan modul surya dan penyimpan energi (battery)," terang Fabby Tumiwa dalam keterangan tertulis, Jumat (16/6). 

ASEAN memiliki kapasitas sekitar 7.645 MW pada jaringan interkoneksi dalam proyek ASEAN Power Grid berdasarkan paparan dari Sub Koordinator Program Gatrik Kementerian ESDM, Yeni Gusrini, dalam webinar IESR berjudul Toward a Decarbonized ASEAN. Ke depan, jaringan interkoneksi tersebut akan ditambah kapasitasnya menjadi sekitar 19.000 sampai dengan 22.000 MW dan mencakup area yang lebih luas. 

Baca juga: Sekjen ASEAN: Perlu Berbagi Informasi Perangi Kejahatan Siber

"ASEAN Power Grid berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi di ASEAN untuk membantu memenuhi permintaan energi di ASEAN dan untuk mengembangkan pertumbuhan pemain industri regional. Pada tahap pertama, jaringan listrik di Laos, Thailand, Malaysia, dan Singapura terkoneksi melalui Lao PDR, Thailand, Malaysia, Singapore Power Integration Project (LTMS-PIP), yang menjadi pelopor mekanisme perdagangan daya yang ditransmisikan 100 MW dari Laos ke Singapura dengan memanfaatkan interkoneksi yang ada," jelas Yeni. 

IESR memandang pembangunan jaringan interkoneksi yang mengakomodasi integrasi energi terbarukan di Indonesia perlu dipercepat agar selaras dengan Persetujuan Paris untuk mencapai net zero emission (NZE) pada 2050. "Interkoneksi antarpulau di Indonesia dan antarnegara di ASEAN merupakan salah satu faktor enabler dari integrasi energi terbarukan. Keberadaan interkoneksi akan membantu mengatasi masalah intermiten serta memaksimalkan pemanfaatan energi terbarukan. Jadi jika ada kelebihan listrik energi terbarukan seperti PLTS di siang hari yang dibangun di suatu lokasi, bisa ditransfer listriknya ke lokasi lain. Namun, sebelum itu, negara ASEAN harus tetap berbenah diri dan menjadikan prioritas pertama untuk memperbaiki iklim investasi energi terbarukan di negara masing-masing dan regional dengan kerangka regulasi yang lebih menarik," jelas Deon Arinaldo, Manajer Program Transformasi Energi IESR. 

Deon menuturkan, Indonesia merupakan negara dengan ekonomi dan konsumsi energi terbesar di ASEAN serta punya sumber daya energi terbarukan yang masif. Dengan tampuk kepemimpinan ASEAN tahun ini serta proses dan regulasi yang suportif pada transisi energi di level nasional seperti JETP dan RUU EBET, hal tersebut akan membuat Indonesia bisa menjadi teladan dan memicu akselerasi proses transformasi kawasan ASEAN.

IESR meyakini bahwa upaya dekarbonisasi tidak hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga melibatkan partisipasi dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk sektor swasta, masyarakat sipil, dan lembaga internasional. Dalam semangat kolaborasi ini, Indonesia perlu mengundang semua pihak untuk bergabung dalam upaya mengatasi perubahan iklim dan menciptakan masa depan yang berkelanjutan bagi ASEAN. (Z-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat