visitaaponce.com

Kurangi Ketergantungan Energi Fosil, Indonesia Bisa Contoh Norwegia

Kurangi Ketergantungan Energi Fosil, Indonesia Bisa Contoh Norwegia
Ilustrasi: Aktivis yang tergabung dalam Fosil Free Jogja melakukan aksi melukis on the spot di kawasan Titik Nol Km, Yogyakarta.(ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)

PEMERINTAH dinilai perlu memacu transisi energi dengan beralih dari ketergantungan pada energi fosil yang padat emisi ke energi terbarukan. Tujuannya untuk menurunkan emisi di sektor energi secara signifikan dan mencapai target netral karbon pada 2060 atau lebih cepat.

Dalam hal itu, Indonesia dapat belajar dari pengalaman Norwegia. Negara tersebut telah berhasil mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan hampir mencapai 100% energi terbarukan di sektor ketenagalistrikan.

Ketua Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) Bambang Brodjonegoro menyatakan bahwa meskipun Indonesia bergantung pada energi batu bara, peralihan ke energi terbarukan sangat penting karena Indonesia berkomitmen pada Persetujuan Paris. Ia berharap Indonesia dapat belajar dari Norwegia dalam mengelola cadangan batu bara dan mempersiapkan transformasi ke energi terbarukan.

Baca juga : Mempertahankan Batu Bara Dinilai Tingkatkan Risiko Kerugian Ekonomi di ASEAN

"Setidaknya ada tiga hal yang harus dipersiapkan untuk transisi energi, yaitu pengembangan energi terbarukan, pembangunan infrastruktur transmisi, dan menjadi produsen penyimpanan energi. Dengan Norwegia, Indonesia dapat mengembangkan teknologi, serta membangun kemitraan komersial dan bisnis di bidang energi terbarukan dengan menyediakan pendanaan jangka panjang dan lebih murah," ujar Bambang dalam keterangan resmi, Kamis (4/7).

Menteri Energi Norwegia Terje Aasland menyatakan bahwa pemerintah Norwegia, sebagai anggota International Partners Group (IPG) untuk Just Energy Transition Partnership (JETP), sangat mendukung tujuan pengurangan emisi Indonesia yang ambisius untuk mencapai target NZE.

Ia menekankan, selain menerapkan kebijakan dan kerangka kerja yang ketat mengenai emisi gas rumah kaca dan standar lingkungan, penting juga untuk menyoroti peran utama perusahaan dalam mengenali peluang untuk solusi ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Baca juga : Peringati Hari Bumi, IESR Gelar Festival Energi Terbarukan

"Indonesia dan Norwegia telah menetapkan target NZE yang ambisius, dengan tujuan internasional yang aspiratif, seperti mewujudkan tujuan Persetujuan Paris. Saya menantikan ambisi pemerintah Indonesia untuk mencapai NZE pada tahun 2060 atau lebih cepat, dengan fokus pada sektor energy,” kata Terje.

Untuk mendekarbonisasi energi, lanjut dia, Norwegia sedang mengembangkan teknologi ramah lingkungan yang baru seperti carbon capture, utilization, and storage (CCUS), hidrogen, dan lainnya.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyatakan bahwa transisi energi memiliki implikasi yang signifikan terhadap industri bahan bakar fosil. Termasuk menurunnya permintaan bahan bakar fosil dan meningkatnya tekanan dari pemerintah, investor, pelanggan, dan masyarakat untuk mengurangi emisi. Selain itu juga melibatkan inovasi untuk tetap kompetitif di pasar.

Oleh karena itu, ia menekankan, para pelaku usaha, khususnya di sektor minyak dan gas, perlu memitigasi implikasi tersebut dengan menyesuaikan strategi operasi dan investasi mereka untuk mengatasi ketidakpastian permintaan dan teknologi saat ini dan di masa depan.

"Untuk membatasi suhu di bawah 1,5 derajat Celcius, negara-negara harus mengadopsi kebijakan dan langkah-langkah untuk mengurangi emisi dan meningkatkan ketahanan. Hal ini termasuk menerapkan pajak karbon, mensubsidi teknologi rendah karbon, dan menghapus infrastruktur bahan bakar fosil secara bertahap. Jika bisnis gagal melakukannya, maka membawa risiko terhadap reputasi mereka," jelas Fabby. (P-5)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akmal

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat