visitaaponce.com

Prancis Kerahkan 7.000 Tentara usai Seorang Guru Ditikam

Prancis Kerahkan 7.000 Tentara usai Seorang Guru Ditikam
Presiden Prancis Emmanuel Macron (kanan) tiba di sekolah menengah Gambetta di Arras, timur laut Prancis pada 13 Oktober 2023.(AFP/Ludovic Marin.)

PEMERINTAH Prancis mengerahkan 7.000 tentara dan menetapkan status keamanan siaga tingkat tinggi pada Sabtu (14/10). Itu menyusul penikaman fatal terhadap seorang guru oleh seorang pria asal Chechnya yang juga melukai tiga lainnya di suatu sekolah.

Serangan itu terjadi di kota Arras di bagian timur laut, yang merupakan rumah bagi populasi besar Yahudi dan Muslim. Polisi menangkap tersangka, Mohammed Moguchkov.

Pihak berwenang telah memperkirakan kemungkinan ada kaitan dengan kekerasan yang sedang berlangsung di Timur Tengah. Presiden Emmanuel Macron mengecam insiden tersebut sebagai tindakan teror.

Pengerahan tentara dari Operasi Sentinelle akan selesai pada Senin (17/10) malam, menurut istana kepresidenan Elysee. Sentinelle ialah operasi militer Perancis dengan 10 ribu tentara dan 4.700 polisi dan polisi yang dikerahkan sejak serangan Januari 2015 untuk melindungi bagian negara yang dianggap sensitif dari terorisme. 

"Sekolah ini dilanda kebiadaban terorisme Islam," kata Macron setelah mengunjungi sekolah tersebut. Ia menambahkan bahwa korban mungkin telah menyelamatkan banyak nyawa dengan keberaniannya menghalangi penyerang. 

Macron mengatakan upaya serangan lain di wilayah lain telah digagalkan oleh pasukan keamanan. Menurut Kementerian Dalam Negeri, presiden mengacu pada penangkapan seorang pria radikal yang ditangkap saat meninggalkan ruang salat di wilayah Yvelines di Paris karena membawa senjata terlarang.

Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin kemudian mengatakan terdapat kemungkinan insiden ini dengan kejadian di Timur Tengah. Sebanyak delapan orang ditahan polisi pada Jumat (13/10), kata sumber polisi Prancis. Selain penyerang, beberapa anggota keluarganya ditangkap untuk tujuan penyelidikan, termasuk salah satu saudara laki-laki dan perempuannya, kata sumber polisi lain.

Jaksa antiteroris nasional mengumumkan bahwa mereka telah membuka penyelidikan. Moguchkov, yang berusia 20-an tahun, berasal dari Chechnya, wilayah Kaukasus selatan yang mayoritas penduduknya Muslim di Rusia. Dia sudah masuk dalam daftar nasional Prancis yang dikenal sebagai Fiche S karena berpotensi menjadi ancaman keamanan dan berada di bawah pengawasan elektronik dan fisik oleh badan intelijen dalam negeri Prancis, DGSI.

Korban serangan ini seorang guru bahasa Prancis yang ditusuk di bagian tenggorokan dan dada. Di antara mereka yang terluka ialah seorang penjaga keamanan sekolah yang ditikam beberapa kali serta seorang guru yang kondisinya tidak terlalu serius.

Seorang petugas kebersihan juga terluka, menurut jaksa anti-teror Jean-Francois Ricard. Tidak ada siswa di sekolah tersebut yang terluka.

Serangan itu terjadi hampir tiga tahun setelah pemenggalan kepala guru Samuel Paty pada 16 Oktober 2020, juga oleh seorang Chechnya, di dekat sekolahnya di pinggiran kota Paris. "Tiga tahun setelah pembunuhan Samuel Paty, terorisme kembali menyerang sekolah dan dalam konteks yang kita semua tahu," kata Macron.

Polisi mengatakan saudara laki-laki Moguchkov yang berusia 17 tahun ditahan di dekat sekolah lain. Pada hari kejadian, Jumat (13/10), para siswa dan guru dikurung di lingkungan sekolah sebelum diizinkan keluar pada sore hari. Garis keamanan besar dipasang di sekitar sekolah tempat para orang tua berkumpul, dan polisi, petugas pemadam kebakaran, dan layanan darurat dikerahkan.

Martin Dousseau, seorang guru filsafat yang menyaksikan serangan tersebut, menggambarkan momen kepanikan saat istirahat, ketika anak-anak sekolah berhadapan dengan pria bersenjata tersebut. "Dia menyerang staf kantin. Saya ingin turun untuk turun tangan, dia menoleh ke arah saya, mengejar saya dan bertanya apakah saya guru sejarah dan geografi. Kami membuat barikade di dalam, lalu polisi datang dan melumpuhkannya," kata Dousseau.

Prancis telah mengalami serangkaian serangan oleh ekstremis sejak 2015 termasuk serangan bunuh diri dan senjata pada November 2015, yang diklaim oleh kelompok Negara Islam (ISIS), dengan sasaran di Paris yang menewaskan 130 orang. Situasinya relatif tenang dalam beberapa tahun terakhir, meskipun para pejabat telah memperingatkan bahwa ancaman tersebut masih ada. (AFP/Z-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat