visitaaponce.com

Serangan ke Yaman Akibat Iran Mengabaikan Permintaan untuk Kendalikan Houthi

Serangan ke Yaman Akibat Iran Mengabaikan Permintaan untuk Kendalikan Houthi
Anggota Penjaga Pantai Yaman yang berafiliasi dengan kelompok Houthi berpatroli di laut.(AFP)

PENGAMAT Timur Tengah Smith Al Hadar mengatakan Amerika Serikat (AS) dan Inggris melakukan serangan balasan atas sabotase hingga pembajakan kapal komersial di Laut Merah. Apalagi, Iran gagal mengendalikan tindakan milisi Houthi yang semakin agresif belakangan ini.

"Ya, AS dan Inggris pada akhirnya merasa harus bertindak setelah permintaan mereka agar Iran mengendalikan Houthi pro-Iran tidak diindahkan," kata Smith kepada Media Indonesia Jumat (12/1).

Penasihat The Indonesian Society for Middle East Studies (ISMES) menambahkan harus disebut bahwa sejak November tahun lalu Houthi mulai menyerang target-target di Israel dengan pesawat nirawak dan rudal sebagai ungkapan solidaritas mereka kepada Hamas di Gaza yang sedang dihancurkan Israel.

Baca juga: Arab Saudi Respons Serangan AS-Inggris ke Yaman, Minta Semua Pihak Menahan Diri

"Tetapi karena drone dan rudal Houthi mudah dihancurkan Israel dan AS, Houthi mengubah strategi dengan menyerang kapal-kapal komersial yang melintasi Laut Merah dari barat melalui Terusan Suez atau dari timur melalui Teluk Aden dan Selat Bab Elmandeb," terangnya.

Tujuannya, lanjut Smith untuk menekan dunia internasional agar segera menghentikan genosida Israel atas warga Palestina di Gaza.

Baca juga: Serangan AS- Inggris ke Yaman Ganggu Keamanan Dunia

Kemudian akibat aksi Houthi itu, sebagian besar kapal komersial menghindari Laut Merah dan memilih rute yang lebih jauh melalui Tanjung Pengharapan dengan durasi lebih lama 9 hari ketimbang melalui Laut Merah. "Hal ini menyebabkan biaya transportasi meningkat signifikan," terangnya.

Smith menambahkan karena terganggunya lalu lintas di Laut Merah merugikan hampir semua negara di dunia, berapa hari lalu DK PBB mengeluarkan resolusi yang meminta Houthi menghentikan aksinya. "Di bawah payung hukum inilah AS dan 9 negara lainnya, termasuk Inggris, membentuk koalisi untuk memberi pelajaran kpd Houthi," paparnya

Kendati Houthi yang berkuasa di Yaman Utara bukan negara dengan kekuatan militer yang terbatas dibandingkan koalisi pimpinan AS, aksi Houthi cukup mengganggu.

"Nampaknya Houthi ingin meraup popularitasnya di dunia Arab, lantaran keberanian dan konsistensinya mendukung Palestina yang sedang teraniaya," ujarnya

Menurutnya, kalau AS dan koalisi terus membombardir wilayah kekuasaan Houthi maka yang menjadi korban ialah rakyat sipil yang miskin dalam jumlah besar, tentunya akan jadi bumerang bagi AS dan sekutunya persis seperti simpati dunia kepada Hamas ketika Israel menyerang membabi buta terhadap Gaza yang miskin dan terjajah tersebut.

"Houthi menyadari hal ini dan ingin mendapatkan keuntungan politik dari perangnya melawan negara-negara besar," sebutnya.

 

Iran akan Memperoleh Keuntungan

Di pihak lain, Iran sebagai musuh besar AS juga akan memperoleh keuntungan politik bila AS terus membombardir Houthi yang memakan korban besar. Publik Barat tidak bisa menerima negara mereka membunuh orang Yaman hanya karena Houthi membela Palestina.

"Bisa jadi akan muncul demo lebih besar di AS, Eropa, dan belahan dunia lain. Yang juga tak bisa diabaikan adalah posisi militer AS di Irak dan Suriah, tempat bercokol proksi Iran, akan sangat rentan terhadap serangan proksi Iran," lanjutnya.

Dia menambahkan jika sampai terjadi eskalasi antara AS dan Iran, yang mungkin berujung pada konflik terbuka antara keduanya, kepentingan AS di Teluk akan terancam.

Diketahui, AS juga memiliki pangkalan militer di UEA, Saudi, Qatar, dan Bahrain, selain di Irak, Yordania, Yurki , dan Suriah. Tentu saja AS tidak ingin membuka konfrontasi dengan Iran karena negara ini memiliki sejumlah rudal balistik dan drone yang sudah teruji di Ukraina.

"Bila meletus perang dengan AS, Iran dapat menutup Selat Hormuz dan menyerang ladang minyak dan gas di negara-negara Arab Teluk yang akan menciptakan krisis mengerikan di dunia," terangnya

Tak dipungkiri, kata Smith bahwa saat ini NATO sedang berperang melawan Rusia di Ukraina. Di Timur tengah posisi AS melemah lantaran mendukung Israel dalam perang melawan Hamas. "Jadi membuka perang baru dengan Iran sangat berbahaya bagi keamanan dunia," tegasnya.

Menurut Smith masalah-masalah yang muncul di Timur Tengah saat ini akan dapat diatasi segera bila perang Hamas-Israel segera berhenti. Lalu dilanjutkan dengan perundingan perdamaian Israel-Palestina yang berujung pada berdirinya negara Palestina yang merdeka dan berdaulat penuh.

Sementara itu, pengamat internasional dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Faris Al Fadhat, menjelaskan bahwa serangan ke Yaman yang dilakukan AS dan sekutunya merupakan respon dari tindakan Houthi yang menyerang kapal yang melintasi Laut Merah. Pasalnya, tindakan dapat mengganggu distribusi ekonomi bagi beberapa negara.

"Apa yang dilakukan Houthi juga merupakan respon terhadap negara-negara barat yang selama ini tidak bisa mengontrol Israel yang membombardir Gaza," terangnya.

Menurut Faris, tindakan luar batas Israel di Gaza padahal sudah mendapatkan kecamanan dari seluruh dunia. Bahkan Afrika Selatan telah mengajukan kejahatan Israel sebagai genosida ke ICJ.

"Jadi apa yang dilakukan Houthi sebenarnya respon terhadap kegagalan AS dalam penyelesaian konflik dan kini AS kembali menyerang Yaman," ujarnya

Oleh karena itu, eskalasi konflik di Timur Tengah merupakan rentetan dari Konflik Israel-Palestina dan kondisi ini tidak akan mereda dalam waktu dekat. Sulit mencapai suasana damai di Timur Tengah dengan adanya eskalasi konflik ini.

"Karena apa yang dilakukan oleh AS semakin memperkeruh suasana, meskipun alasannya menyerang balik kelompok Houthi yang menyerang kapal di Laut Merah," paparnya.

Namun demikian, pernyataan AS juga menyalahkan Iran mendukung kelompok Houthi. Sehingga AS terkesan tidak lagi berupaya meredakan ketegangan dan mendorong perdamaian.

"Justru AS telah kehilangan kontrol dalam upaya perdamaian," pungkasnya. (Fer/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat