visitaaponce.com

Pengamat Konflik Laut Merah Berpotensi Timbulkan Krisis Pangan dan Energi Global

Pengamat : Konflik Laut Merah Berpotensi Timbulkan Krisis Pangan dan Energi Global
Pengamat Maritim dari Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Strategic Center (IKAL SC)(Dok)

KONFLIK Laut Merah antara Pasukan Kelompok Houthi Yaman dengan Satgas Pengamanan Laut Merah yang dikomandoi Amerika Serikat berpotensi menimbulkan krisis pangan dan energi global. Pengamat Maritim dari Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Strategic Center (IKAL SC) Marcellus Hakeng Jayawibawa menuturkan serangan Houthi terhadap kapal-kapal terafilisasi Israel maupun barat  menjadi ancaman serius bagi perdagangan bebas internasional dan keamanan maritim. 

“Apapun bentuk tindak serangan dari kelompok Houthi tidak dapat dibenarkan, apalagi hal tersebut dilakukan di jalur pelayaran Internasional. Serangan Houthi menjadi ancaman serius bagi perdagangan bebas internasional dan keamanan maritim. Bisa dibayangkan kalau tindakan tersebut kemudian ditiru oleh kelompok-kelompok lainnya di seluruh dunia?” kata Hakeng dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Jumat (12/1). 

Serangan kelompok Houthi Yaman didasari atas bentuk solidaritas terhadap Palestina yang sedang mengalami agresi dari pasukan Israel sejak 7 OKtober 2023. Houthi secara sengaja menyerang kapal-kapal milik Israel atau yang mendukung tindakan Israel dan sedang bernavigasi di seputaran Laut Merah. 

Baca juga : Serangan AS di Yaman Tewaskan 5 Orang, Tidak Surutkan Dukungan Houthi untuk Palestina

Kelompok Houthi telah melancarkan serangan drone, rudal dan kapal sejak Oktober. Serangan menargetkan apa yang mereka katakan sebagai kapal-kapal yang terkait dengan atau berlayar menuju Israel. Kelompok militan itu mengatakan mereka bertindak demikian sebagai solidaritas dengan rakyat Palestina di Gaza.

Baca juga : Serangan AS- Inggris ke Yaman Ganggu Keamanan Dunia

“Tindakan ilegal dari kelompok Houthi ini membahayakan terhadap kapal-kapal yang sedang berlayar dan tentu saja mengancam ribuan nyawa pelaut di kapal yang tidak terkait dengan konflik kedua negara tersebut. Bahkan pemilik kapal akan mengalami kerugian yang besar bila kapal tersebut sampai hancur,” ujarnya. 

Hakeng menjelaskan pihak asuransi sendiri dalam pengamatannya telah menaikkan premi asuransi bagi kapal-kapal yang hendak melewati wilayah tersebut sebagai imbas ketegangan yang meningkat. Di lain pihak, patut diduga pihak Perusahaan Pelayaran akan mengalami kesulitan dalam melakukan klaim asuransi karena situasi force majeure (overmacht) yang terjadi. 

“Apabila Laut Merah terblokade dalam waktu lama, pelayaran yang melalui Terusan Suez akan ikut terganggu. Saat ini saja sudah sekitar 35% dari pelayaran berbendera Amerika Serikat yang mengalihkan pelayarannya. Banyak perusahaan pelayaran komersial telah mengalihkan operasi mereka, dengan membuat kapal-kapal mereka menjauhi Laut Merah dan aksesnya ke Laut Tengah melalui Terusan Suez,” ujarnya. 

Hakeng menuturkan sudah banyak perusahaan pelayaran yang memutuskan kapal-kapalnya tersebut untuk memutar dan menggunakan jalur yang semakin jauh yaitu melalui Tanjung Harapan di ujung Selatan Afrika. Akibat dari rute perjalanan yang semakin jauh maka mempengaruhi pula terhadap waktu perjalanan pelayaran serta konsumsi bahan bakar kapal-kapal angkutan kargo dan angkutan lain tersebut. 

“Selain itu rute pelayaran yang semakin jauh akan mempengaruhi biaya angkutan logistik, di mana Eropa dan negara-negara di Mediterania akan menanggung dampak paling parah. Begitu juga dengan perdagangan ke Asia akan merasakan imbasnya,” imbuh Hakeng. 

Hakeng menjelaskan dampak ekonomi perubahan rute pelayaran tersebut akan meningkatkan biaya pelayaran sekitar 40-60 persen, kemudian kenaikan biaya asuransi 15-20 persen, dan ada potensi rusak sebagian atau seluruh kargo yang dibawanya akibat rute pelayaran yang berubah. 

“Situasi itu tentu juga ikut mempengaruhi harga minyak dan gas di pasaran Internasional. Misal Harga Minyak mentah berjangka Brent pada akhir Desember lalu naik 92 sen, atau 1,2 persen, menjadi 80,31 dolar AS per barel pada 1445 GMT. Pasokan barang pangan juga ikut terpengaruh akibat konflik di Laut Merah tersebut,” ujar Hakeng. 

Terhambat atau berkurangnya  pasokan minyak dan gas dunia juga akan berpengaruh terhadap harga minyak dan gas di Indonesia, Akibatnya efek domino terhadap kenaikan harga pangan atau bahan pangan pokok akan terjadi di Indonesia. 

“Kapal yang melalui alur pelayaran Laut Merah ada potensi disandera oleh pihak pemberontak Houthi. Posisi kapal dan  awak kapal dapat sebagai tawanan kapal yang dibajak atau tahanan perang (prison of war),” jelasnya. (Z-8)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat