visitaaponce.com

Netanyahu Kecam Jeda Serangan Militernya

Netanyahu Kecam Jeda Serangan Militernya
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menolak rencana militer untuk mengadakan jeda taktis harian dalam pertempuran(Media sosial X)

PERDANA Menteri Israel Benjamin Netanyahu menentang rencana yang diumumkan militer untuk mengadakan jeda taktis setiap hari. Keputusan itu berlaku dalam pertempuran di sepanjang salah satu jalan utama menuju Jalur Gaza yang terkepung dan dibombardir.

Tujuannya untuk memfasilitasi pengiriman bantuan ke daerah kantong Palestina. Militer Israel (IDF) menyatakan waktu jeda harian dimulai pukul 05:00 hingga 16:00 waktu setempat.

Rutenya berawal dari daerah penyeberangan Karem Abu Salem (Kerem Shalom) ke Jalan Salah al-Din dan kemudian ke utara.

Baca juga : AS Pertimbangkan Pemindahan Sementara Dermaga Kemanusiaan dari Gaza ke Israel Akibat Gelombang Tinggi 

“Ketika Netanyahu mendengar laporan tentang jeda kemanusiaan selama 11 jam di pagi hari, dia menoleh ke sekretaris militernya dan menjelaskan bahwa hal ini tidak dapat diterima olehnya,” kata seorang pejabat Israel, dilansir dari Al Jazeera, Senin (17/6).

IDF mengklarifikasi operasi normal akan berlanjut di Rafah, fokus utama serangan yang sedang berlangsung di Gaza selatan, di mana delapan tentara tewas pada Sabtu (15/6).

Pasukan Israel menghancurkan rumah-rumah di daerah tersebut dan serangan di sana terus berlanjut pada Minggu (16/6), meskipun hari itu adalah hari pertama Iduladha.

Baca juga : Jeda Kemanusiaan Israel di Gaza Memicu Kontroversi Politik

Serangan Israel terhadap dua rumah di kamp pengungsi Bureij di Gaza tengah menewaskan sembilan orang, termasuk enam anak-anak, menurut kantor berita Palestina, Wafa.

Sementara itu, dua warga Palestina di lingkungan Tal as-Sultan di Rafah barat tewas dalam serangan Israel lainnya, yang ditindaklanjuti oleh militer dengan menargetkan ambulans yang mencoba menjangkau para korban.

Militer Israel juga mengumumkan tewasnya tiga tentara, dua di antaranya tentara cadangan, dalam pertempuran pada Minggu (16/6).

Baca juga : AS Sanksi Ekstremis Israel yang Blojir Bantuan ke Gaza

Penentangan Netanyahu terhadap jeda taktis ini menggarisbawahi ketegangan politik mengenai masalah bantuan yang masuk ke Gaza. Organisasi-organisasi internasional telah memperingatkan akan meningkatnya krisis kemanusiaan dan ancaman kelaparan.

Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir, yang memimpin salah satu partai keagamaan nasionalis dalam koalisi Netanyahu, mengecam gagasan jeda taktis. Dia mengatakan siapa pun yang memutuskan hal itu merupakan orang yang harus kehilangan pekerjaannya.

Para menteri di pemerintahan sayap kanan ingin mengurangi bantuan yang masuk ke Gaza. Itu terjadi di tengah sebagian besar bantuan telah dipotong sejak Israel mengambil alih perbatasan penting Rafah.

Baca juga : 1.000 Truk Bantuan Kemanusiaan untuk Gaza Terkatung-Katung di Perlintasan Kerem Shalom

Selama berbulan-bulan, kelompok sayap kanan Israel telah melakukan protes dan memblokir jalan untuk mencegah pengiriman bantuan mencapai Gaza, sehingga semakin menghambat aliran bantuan yang sangat dibutuhkan ke wilayah tersebut.

Sebelum penyeberangan tersebut direbut pada 6 Mei, aliran bantuan kemanusiaan ke Gaza sudah tidak memadai, terutama ke Gaza utara di mana kelaparan telah terjadi.

Konflik politik ini merupakan yang terbaru dari serangkaian bentrokan antara anggota koalisi dan militer terkait serangan di Gaza, yang kini memasuki bulan kesembilan. Hal ini terjadi seminggu setelah mantan jenderal Benny Gantz mundur dari pemerintahan karena menuduh Netanyahu tidak memiliki strategi yang efektif di Gaza.

Perpecahan ini terungkap pekan lalu dalam pemungutan suara parlemen mengenai undang-undang tentang wajib militer Yahudi ultra-Ortodoks ke dalam militer. Menteri Pertahanan Yoav Gallant memberikan suara menentangnya karena bertentangan dengan perintah partai, dengan mengatakan bahwa undang-undang tersebut tidak cukup untuk kebutuhan militer.

Partai-partai keagamaan dalam koalisi sangat menentang wajib militer bagi kelompok ultra-Ortodoks, sehingga memicu kemarahan luas dari banyak warga Israel, yang semakin mendalam seiring dengan berlanjutnya perang.

Panglima Militer Letnan Jenderal Herzi Halevi mengatakan kebutuhan yang pasti untuk merekrut lebih banyak tentara dari komunitas ultra-Ortodoks yang berkembang pesat.

Meskipun ada tekanan internasional yang meningkat untuk gencatan senjata yang langgeng, kesepakatan untuk menghentikan pertempuran masih belum tercapai, lebih dari delapan bulan sejak 7 Oktober, ketika Israel melancarkan serangan paling kejam di Gaza setelah serangan Hamas ke Israel selatan.

Invasi militer Israel telah menewaskan lebih dari 37.300 warga Palestina, menurut angka Kementerian Kesehatan Palestina, dan menghancurkan sebagian besar wilayah kantong tersebut.

Meskipun jajak pendapat menunjukkan sebagian besar warga Israel mendukung tujuan pemerintah untuk menghancurkan Hamas, terdapat protes luas yang menyerang pemerintah karena tidak berbuat lebih banyak untuk memulangkan sekitar 120 tawanan yang ditahan oleh Hamas di Gaza sejak 7 Oktober.

Ketika pertempuran di Gaza terus berlanjut, konflik tingkat rendah di perbatasan Israel-Lebanon kini mengancam untuk berkembang menjadi perang yang lebih luas karena baku tembak yang terjadi hampir setiap hari antara pasukan Israel dan kelompok Hizbullah yang didukung Iran semakin meningkat.

Sebagai tanda lebih lanjut bahwa pertempuran di Gaza dapat berlarut-larut, pemerintahan Netanyahu mengatakan pada Minggu (16/6), pihaknya memperpanjang periode pendanaan hotel dan wisma bagi penduduk yang dievakuasi dari kota-kota perbatasan selatan Israel hingga 15 Agustus. (Z-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat