visitaaponce.com

Ragam Tradisi Makan Bersama di Indonesia

Ragam Tradisi Makan Bersama di Indonesia
Tumpeng merupakan bentuk hidangan yang melambangkan alam gunung dan sekelilingnya, yang sekaligus simbol kesejahteraan.(Unsplash/ Inna Safa)

MOMEN long weekend seperti saat ini biasanya menjadi acara kumpul keluarga. Acara itu pun umumnya juga diisi dengan makan bersama.

 

Kekayaan budaya Nusantara menghasilkan acara makan bersama yang bukan sekadar dengan berkumpul melainkan juga dengan hidangan dan cara makan yang unik yang membuat kehangatan silaturahmi benar-benar terasa. Berikut ragam tradisi makan besar di beberapa daerah di Indonesia seperti dipublikasi oleh festival Merayakan Gastronomi Indonesia yang diselenggarakan Pusaka Rasa Nusantara dan Yayasan Nusa Gastronomi Indonesia:

Baca juga : HUT PDIP, Megawati Beri Potongan Pertama Tumpeng untuk Ma'ruf Amin

 

1. Saprahan - Kalimantan Barat

Saprahan adalah tradisi makan bersama yang telah dilakukan secara turun-temurun dilakukan oleh masyarakat Melayu di Sambas, Kalimantan Barat (Kalbar). Saprahan dilakukan dalam keluarga, ketika menerima tamu, pesta perkawinan, hataman, dan syukuran.

Baca juga : 3 Cara Membuat Nasi Tumpeng yang Padat dan Kokoh, Ternyata Mudah!

Saprahan adalah acara makan bersama yang dilakukan dengan cara duduk bersila. Bentuk saprahan dibedakan menjadi dua, yakni saparaham panjang dan saparahan pendek.

Saprahan panjang adalah konsep saparahan dengan penyusunan dan penyajian makanan di atas kain putih yang memanjang sepanjang ruangan tempat acara jamuan. Tamu duduk berhadapan di ruangan yang disiapkan.

Sementara, saprahan pendek adalah meletakkan sajian makanan di atas hamparan kain saprahan ukuran 1x1 meter. Setiap sajian dikelilingi enam orang.

Baca juga : Hotel Harper MT Haryono Perkenalkan Inovasi Baru Tumpeng Jagad Raya

Dalam saprahan, sendok hanya digunakan untuk mengambil makanan, sedangkan menyuap menggunakan tangan. Saprahan mengandung makna kebersamaan dan gotong-royong yang egaliter, berdiri sama tinggi duduk sama rendah.

Menu saprahan bergantung pada jenis saprahan dan juga didasarkan pada bentuk dan waktu pelaksanaan saprahannya. Pada saprahan hari kacik (saprahan pada hari sebelum dan sesudah hari H), menu yang disajikan terdiri dari sayur kampung, umbut kelapa, ikan asin, pedak caluk, sambal, dan lainnya.

Sedangkan saprahan hari besak (hari H) biasanya terdiri dari masak putih ayam atau sapi, semur daging ayam atau sapi, sambal goreng ati kentang, ayam goreng dan pacri nanas atau terong, telur asin dan acar. Terkadang tuan rumah menyajikan 7 macam hidangan dengan mengambil filosofi dari 7 ayat Surat Al Fatihah.

Baca juga : Sukarelawan Ini Ajak Warga Lampung Membuat Bucket Balon dan Nasi Tumpeng 

 

 

2. Bedulang - Belitung

Baca juga : Sukarelawan Ini Perkuat Peran Perempuan Untuk Berwirausaha di Pontianak

Bedulang adalah pesta tradisi makan bersama orang Belitung yang disajikan di atas dulang (tampah bundar) dengan menu makanan tradisional. Makan bedulang biasanya dinikmati oleh empat orang dengan posisi makan duduk saling berhadapan dan mengelilingi dulang.

Di dalam dulang yang ditutup tudung saji, terdapat 6-7 piring makanan tradisional khas Belitung. Menu makanan tradisional Belitung yang sering disajikan dalam bedulang lazimnya terdiri atas ayam bumbu ketumbar, ikan panggang, sambal nanas, sambal goreng ati ayam, sate ikan, gangan belitung atau bisa juga menu yang berbeda sesuai pesanan.

Keunikan lainnya ada pada proses makan bedulang yaitu orang yang paling tua membuka tudung saji dan yang muda membagikan piring. Ini merupakan simbol penghormatan yang muda kepada yang tua.

Baca juga : Cara Potong Tumpeng yang Tepat bukan dari Atas

 

 

 

3. Tumpengan - Jawa

Tumpeng merupakan kependekan dari “tumapaking penguripan-tumindak lempeng tumuju Pangeran’’, yang artinya berkiblatlah kepada pemikiran bahwa manusia itu harus hidup menuju jalan Tuhan.

Masyarakat tradisional Jawa mempunyai kepercayaan bahwa ada kekuatan gaib di luar diri manusia yang mampu mempengaruhi kehidupan mereka. Sebabnya, mereka merasa perlu memelihara hubungan dengan kekuatan tersebut agar kehidupan seimbang.

Upaya pemeliharaan hubungan dengan kekuatan gaib tersebut disebut selamatan. Selamatan sering dilakukan dengan cara kenduri yang berarti makan bersama.

Tumpeng selalu terhidang dengan aneka ragam lauk-pauk dan kelengkapan lain sesuai dengan hajat yang bersangkutan. Tumpeng dan lauk-pauk adalah representasi gunung yang dikelilingi tanah subur.

Bentuk kerucut nasi tumpeng dikaitkan dengan gunung, sebuah tempat yang sakral bagi masyarakat Jawa, karena terkait erat dengan langit dan surga. Nasi yang menjulang ke atas sekaligus mewakili harapan agar kehidupan meningkat.

Sementara tanah di sekeliling gunung diwakili oleh lauk- pauk yang bervariasi sebagai simbol kesejahteraan yang hakiki. Tumpeng juga mempunyai makna kebersamaan, terbukti dari kebiasaan makan bersama yang biasanya dilakukan saat tumpeng disajikan dalam sebuah ada acara atau upacara.

 

4. Bancakan - Sunda

Bancakan adalah acara makan bersama dalam satu wadah. Tradisi bancakan ini masih sangat popular di Jawa Barat hingga saat ini. Bancakan merupakan bagian dari selamatan atau syukuran yang biasanya diadakan sebagai bentuk rasa syukur untuk memperingati kelahiran atau weton anak.

Weton adalah gabungan hitungan hari di kalender Masehi dengan hitungan hari di sistem penanggalan Jawa yang terdiri dari lima hari dalam setiap siklus, yaitu Wage, Legi, Pon, Pahing, dan Kliwon. Keluarga atau orang tua yang hendak mengadakan selamatan memasak nasi, laukpauk, dan sayuran dalam porsi besar untuk acara ini.

Menu yang wajib hadir dalam menu bancakan adalah urap, yakni sayur mayur rebus yang dicampur parutan kelapa muda berbumbu. Bumbu urap terdiri atas cabai, lengkuas, bawang merah, bawang putih, daun jeruk purut, gula, serta garam secukupnya.

Sebelum makanan tersebut disajikan, seorang sesepuh akan membacakan doa keselamatan bagi si anak. Selain dimakan bersama, makanan bancakan tersebut juga dibagikan kepada para kerabat dan tetangga dekat.

Tradisi bancakan mempunyai filosofi yang sudah mengakar dalam masyarakat. Saat makan bersama dari satu nampan, setiap orang duduk sama rendah mengelilingi nampan. Tidak ada lagi perbedaan status sosial maupun kesenjangan usia. (M-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Bintang Krisanti

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat