visitaaponce.com

Remaja SCBD Viral, Sosiolog DKI Representasi Kota Multikultural

Remaja SCBD Viral, Sosiolog: DKI Representasi Kota Multikultural
Sejumlah remaja berbincang di kawasan Taman Stasiun MRT Dukuh Atas, Jakarta.(Antara)

FENOMENA remaja dari berbagai daerah pinggiran DKI Jakarta, yang memadati kawasan Sudirman semakin viral di media sosial. 

Adapun istilah SCBD (Sudirman, Citayem, Bojong Gede dan Depok) menjadi tren baru, lantaran para remaja datang dengan membawa berbagai keunikan. Seperti, pakaian dan gaya bahasa.

Pengamat sosial dari Universitas Indonesia Rissalwan Habdy Lubis menilai keunikan tersebut sebagai hal positif. Dalam hal ini, untuk membawa Jakarta sebagai kota multikultural. Layaknya kota elit di dunia, keberagaman fashion, bahasa, hingga tempat berekspresi, sudah sepatutnya ada di Jakarta.

Baca juga: Semakin Banyak Anak Muda yang Healing di Kawasan Dukuh Atas

"Saya membayangkan Jakarta menjadi kota yang multikultural. Kita bisa bertemu dengan berbagai jenis orang, pakaian, bahasa dan sebagainya. Ini suatu awal bahwa Jakarta sudah kelihatan ada orang-orang yang bisa dikatakan mungkin unik," ujarnya saat dihubungi, Sabtu (16/7).

Rissalwan pun mengajak publik untuk melihat fenomena remaja SCBD dari sisi positif. Menurutnya, Jakarta sudah seharusnya memiliki ruang publik untuk berekspresi, khususnya bagi generasi muda. Fenomena SCBD juga tidak sebatas remaja datang dan menikmati suasana Ibu Kota. 

Lebih jauh lagi, hal ini mendorong Pemprov DKI Jakarta untuk memaksimalkan potensi dari generasi muda. Misalnya, mengadakan pentas skala kecil. "Saya kira bagusnya dibuat aktivitas penampilan budaya atau kompetisi," imbuh Rissalwan.

Dia menjelaskan ada tiga faktor dalam fenomena remaja SCBD. Rinciannya, faktor penarik, pendorong dan mobilitas. Faktor penariknya adalah Jakarta sedang berbenah, mulai banyak memiliki public space. Hal itu menjadi daya tarik banyak orang, termasuk generasi muda dari pinggiran Ibu Kota.

Baca juga: Banjir Mulai Surut, BNPB Imbau Warga Jabodetabek Tetap Waspada

Lalu, faktor pendorong lebih ke ekspektasi anak muda untuk menjadi bagian dari wilayah Ibu Kota. Seperti, bekerja atau menjadi warga Jakarta. Permasalahannya, lanjut dia, banyak remaja SCBD yang tidak mempunyai karakteristik budaya yang sama dengan warga perkotaan.

"Boleh dibilang kemampuan membeli pakaian, sepatu dan gaya bahasa ini berbeda dengan orang perkotaan. Jadi semacam ada gap. Mereka datang ke kota untuk berkumpul. Bagi orang kota, ini terlihat lucu atau cenderung agak norak," pungkasnya.

Sementara itu, menyoroti faktor mobilitas, Rissalwan mengapresiasi perhatian Pemprov DKI terhadap akses transportasi yang semakin mudah dan murah. Namun, faktor yang membuat viral fasilitas tersebut ialah momentum libur sekolah.(OL-11)
 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat