visitaaponce.com

Tokoh Masyarakat Desak DPRD Humbang Hasundutan Akhiri Konflik

MOSI tidak percaya yang dilancarkan 15 anggota DPRD kepada Ketua DPRD Humbang Hasundutan Ramses Lumbangaol pada awal April 2021 telah menyeret perhatian publik secara luas. Tidak hanya para tokoh masyarakat tetapi juga pengamat politik tingkat nasional, seperti Peneliti Formappi Lucius Karus dan Peneliti Populi Center Jefri Adriansyah. 

Betapa tidak? Sejumlah pembahasan raperda gagal lantaran rapat-rapat yang tidak bisa kuorum. Tiga dari empat agenda disebut-sebut sudah gagal di antaranya pengesahan raperda Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2021-2026. Buntutnya masyarakat Humbang Hasundutan menjadi korban kisruh politik di level elite. 

Baca juga: Polisi Cari Pelaku Perusakan Masjid Ahmadiyah di Kalbar

Aktivis Humbang Hasundutan Ebenezer Sihite menegaskan, harus ada langkah konkret menyikapi situasi yang sedang memanas di salah satu kabupaten di Sumatra Utara itu. Menurut dia, para elite yang berkonflik harus didesak agar menyelesaikan konflik internal mereka demi kemaslahatan publik. 

"Situasi seperti ini tidak bisa dibiarkan lagi. Kabupaten Humbang Hasundutan sulit maju dan berkembang bila kisruh terus berlarut-larut," kata dia dalam webinar yang digelar Aliansi Masyarakat Kampus (AMK) Humbang Hasundutan bertajuk Kisruh DPRD Humbang Hasundutan Siapa Yang Bertanggung Jawab? pada Sabtu (4/9/2021). 

Diskusi itu dihadiri pengamat politik dari Formappi Lucius Karus, Peneliti Populi Center Jefri Adriansyah, sejumlah aktivis Forum Peduli Demokrasi Humbang Hasundutan (FPDHH), dan mantan Wakil Ketua DPRD Sumatra Utara Aduhot Simamora. 

Eben menambahkan, kisruh di parlemen itu bisa jadi acuan bagi warga Humbang Hasundutan untuk memilih calon pemimpin dan para anggota DPRD ke depan. Ia pun mengajak kepada para pemilih yang ada di Humbang Hasundutan agar memilih dan menentukan pemimpin berdasarkan pemikiran yang benar dan hati yang bersih.

"Apa yang terjadi saat ini tentu adalah pilihan rakyat dan sebaiknya sudah ada penilaian yang rasional dari segenap masyarakat Humbang Hasundutan agar hal seperti ini tidak terulang kembali demi Humbang Hasundutan yang lebih baik," cetus putra daerah sekaligus pemerhati Humbang Hasundutan itu.

Baca juga: Dinsos Sleman Usulkan Penghapusan Daftar 49.330 Jiwa Penerima Bansos 

Mantan Wakil Ketua DPRD Sumatra Utara Aduhot Simamora menambahkan, kisruh DPRD sebenarnya bisa segera diselesaikan asalkan dijembatani. Ia menilai Bupati Humbang Hasundutan Dosmar Banjarnahor sebaiknya turun tangan karena kalau dibiarkan kerja politik pemerintah daerah justru menjadi terbelengkalai. 

Aduhot mengaku miris ketika membaca berita tentang warga yang ketika berobat ke rumah sakit sampai harus ditandu. Padahal, diperkirakan ada SILPA atau Sisa Lebih Perhitungan Anggaran sebesar Rp170 miliaran. Jika itu benar, Rp100 miliar bisa dipakai untuk memperbaiki infrastruktur jalan-jalan di desa. 

"Bupati Humbang Hasundutan dalam pilkada lalu didukung semua partai politik dan melawan kotak kosong. Sebenarnya kalau Bupati mau bisa selesai masalah ini," ujar Aduhot. 

Peneliti Populi Center Jefri Adriansyah mengatakan, PP 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dapat menjadi acuan untuk menyelesaikan "saling sandera" di DPRD Humbang Hasundutan. "Ingat ada sanksi administratif yang bisa dijatuhkan," tegas Jefri. 

Ia pun sepakat bila masyarakat Humbang Hasundutan menggugat seluruh anggota DPRD. Menurutnya, persoalan saat ini tidak semata-mata urusan 15 anggota DPRD yang menjatuhkan mosi tidak percaya tetapi sudah menjadi persoalan seluruh anggota DPRD yang berjumlah 25 orang. 

"Para legislator lebih suka berteriak di luar forum sidang legislator  dibandingkan memperjuangkan nasib konsituennya di dalam sidang. Kalau legislator tidak mau rapat, sebaiknya tidak kita pilih lagi," tegasnya. 

Baca juga: Pemkab dan DPRD Simalungun Teken Nota Kesepakatan Perubahan KUA dan PPAS

Pengamat politik dari Formappi Lucius Karus memamparkan, seringnya kisruh dan perpecahan di parlemen tidak lepas dari urusan bagi-bagi kepentingan yang belum selesai. Terkait boikot yang dilakukan 15 dari 25 orang, kata Lucius, akan memberikan dampak besar bagi berjalannya roda pemerintahan. Jumlah itu akan berpengaruh pada kuorum rapat hingga pengesahan tugas-tugas wakil rakyat. 

"Jika memang peduli rakyat, seharusnya mereka bisa lebih lentur kan bisa dilakukan lobi-lobi dan lainnya. Jangan peran DPRD tenggelam hanya karena ketua DPRD dan bupati dari partai yang sama. Harus fleksibel, wakil ketua DPRD bisa jadi pemimpin rapat, jadi jalan tengah," ungkap dia.

15 anggota DPRD yang melakukan mosi tidak percaya disebut berasal dari sejumlah fraksi seperti Golkar, Hanura, Gerindra, dan Demokrat. (A-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irvan Sihombing

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat