visitaaponce.com

Tolak Gaji Ratusan Juta, Lulusan ITB Ini Pulang Kampung Jadi Pemulung

Tolak Gaji Ratusan Juta, Lulusan ITB Ini Pulang Kampung Jadi Pemulung
Arky Gilang Wahab penerima Satu Indonesia Awards 2021 memperlihatkan produknya yang kini beromzet Rp500 juta/bulan.(MI/Lilik Darmawan)

ARKY Gilang Wahab, 36, terlihat berkeliling memantau budi daya magot yang dikembangkan di Desa Banjaranyar, Kecamatan Sokaraja, Banyumas, Jawa Tengah (Jateng). Dia mengecek magot untuk memastikan tidak ada persoalan di lokasi tempat budi daya.

Ada ruangan-ruangan tempat budi daya. Di ruangan depan merupakan tempat pengeringan magot. Kemudian masuk,  ada tempat magot hidup yang mendekomposisi sampah organik. Meski sampah organik, tetapi hanya sedikit bau. Lalu paling belakang merupakan tempat budi daya lalat Black
Soldier Fly atau BSF bahasa kerenya disebut Hermetia illucens L.

Budi daya magot dimulai pada 2018 bertepatan dengan krisis sampah di Banyumas. Bagi Arky, pulang ke kampung halamannya siap dengan risiko sebagai orang yang 'bukan siapa-siapa'. Padahal selepas kuliah dari Teknik Geodesi ITB tahun 2009, Arky telah membuat perusahaan.

"Setelah lulus dari ITB, saya mendirikan perusahaan di Bandung. Namun kemudian saya berpikir ulang. Ketika saya kuliah di ITB, banyak difasilitasi. Saya kuliah itu dibayari masyarakat banyak. Di sinilah saya berpikir, apa yang bisa saya kembalikan kepada masyarakat. Tak
hanya itu, saya juga ditantang sama orang tua. Orang tua saya bilang, di Bandung sudah bikin perusahaan, masak tidak bisa berguna di daerah sendiri," ungkap Arky saat berbincang dengan Media Indonesia pada Selasa (27/12).

Benar saja, memulai sesuatu yang baru di tanah kelahirannya bukanlah perkara yang gampang. Meski sukses di Bandung dan telah mendirikan perusahaan, tetapi di Banyumas harus memulai dari nol. Arky merasakan bagaimana dihina bahkan dilecehkan orang.

"Risiko yang saya terima adalah menjadi bukan siapa-siapa. Luar biasa tantangannya. Bahkan, dihina atau dilecehkan orang. Ya sudah, itu risiko. Saya sudah mantap dengan memulai usaha di Banyumas melalui budi daya magot," katanya.

Arky harus fokus dan tetap konsisten pada usaha magot yang digelutinya. Salah satu yang sempat membuat bimbang adalah ada tawaran kerja dengan iming-iming gaji hingga ratusan juta.

"Jadi, pada saat saya mengembangkan usaha budi daya magot ada tawaran menggiurkan. Bayangkan, ada perusahaan yang menawari gaji hingga tiga digit. Jelas bikin ngiler. Namun, ini pilihan saya. Biarlah saya jadi pemulung di desa," ujar Arky.

Dia memang menyebut sebagai pemulung. Sebab, Arky memang mengumpulkan sampah-sampah organik. "Sejak awal datang ke Banyumas, saya ikut mengurus sampah. Sampah-sampah organik saya kumpulkan sebagai bahan makanan magot yang merupakan larva lalat BSF," jelasnya.

Awal Usaha

Arky memulai hanya tiga orang, satu temannya dan adiknya. Sampah yang dipungut juga tidak banyak, hanya 2-3 rumah saja. "Mulanya hanya warga sekitar rumah saja. Ternyata perkembangannya cukup pesat, dengan baiknya perkembangan budi daya magot. Pada 2019, sampah yang dikelola sudah satu desa yakni Banjaranyar," katanya.

Kemudian pada 2020, lanjut Arky, pihaknya menerima kiriman sampah organik dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Setiap harinya mencapai 3 truk atau kisaran 5-6 ton.

"Perkembangan berikutnya, saya mendapat suplai dari tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST) seperti TPST Karangcegak, Sumbang dan TPST Sokaraja. Hingga kini, kami mengelola sampah di TPA BLE (tempat pembuangan akhir berbasis lingkungan dan edukasi). Setiap harinya, yang kami kelola sendiri dapat mencapai 40 ton. Kalau dengan mitra bisa mencapai 60 ton," ungkapnya.

Kerja keras yang dilakukan Arky dalam mengelola sampah menerima penghargaan Satu Indonesia Awards 2021. Dia dinilai sukses sebagai penggerak sistem konversi limbah organik untuk ciptakan ketahanan pangan. Bagi Arky, dengan adanya penghargaan tersebut semakin memicu
dirinya untuk terus mengembangkan budi daya magot.

"Pada awalnya, budi daya magot sebagai solusi sampah terutama organik. Kemudian, magot langsung dapat menjadi pakan ikan. Magot bisa dikeringkan untuk menjadi bahan campuran pakan ikan. Tidak hanya itu, limbah hasil dekomposisi dari magot dmanfaatkan untuk pupuk. Makanya,
kami kerja sama dengan kelompok tani dan kelompok pembudidaya ikan (pokdakan). Kalau ditotal, saat sekarang saya bekerja sama dengan 2.500 lebih mitra. Macam-macam jalinan kerja samanya, mulai dari pengumpulan sampah organik sampai pemanfaat pupuk," jelas Arky.

Dia mengatakan selama ini proses dekomposisi limbah organik dengan cara lama membutuhkan waktu hingga berminggu-minggu bahkan lebih dari sebulan. "Namun, dengan dekomposer magot, hanya memerlukan waktu 24 jam. Bayangkan saja, bau sampah organik paling hanya 1-2 jam saja, setelah
itu hilang berkat kerja magot. Larva tersebut mampu mengurai limbah organik seberat 4-10 kali berat badannya," paparnya.

Sokong Ketahanan Pangan

Sehingga, budi daya magot tersebut bakal menguatkan ketahanan pangan. Mengapa? Karena limbah organik yang telah didekomposisi oleh magot dapat dimanfaatkan menjadi pupuk terutama tanaman padi.

"Padi yang dipupuk dengan pupuk organik hasil dekomposisi juga lebih sehat. Pupuk tersebut disebut sebagai kasgot atau bekas magot. Dari informasi para petani, dengan pupuk organik tersebut bisa menyehatkan kembali tanah sawah," katanya.

Magot yang dibudidayakan juga mendukung pangan, terutama sektor perikanan. Dengan adanya magot, maka dapat menjadi pelengkap atau pengganti pelet ikan. Dengan demikian, sektor perikanan budi daya akan lebih hemat. "Jadi, dalam budi daya magot, banyak manfaatnya. Yang pasti paling nyata adalah menyelesaikan sampah organik," ungkap Arky.

Bahkan, permintaan magot semakin meningkat di pasaran. Kebutuhan magot di pasaran setiap bulannya dapat mencapai 1.000 ton. Saat ini, pihaknya baru mampu menyuplai kebutuhan sebanyak 120 ton setiap bulannya. "Bahkan, ada permintaan dari Jepang sebanyak 10 kontainer atau
400 ton per bulan. Itu juga belum kami sanggupi," katanya.

Dengan terus berkembangnya budi daya magot, Arky yang kemudian mendirikan perusahaan Greenprosa diundang untuk menyelesaikan persoalan sampah di tempat-tempat lain. "Sekarang ini, kami bekerja sama dengan mitra di Semarang, Pekalongan dan Salatiga. Selain itu, juga dengan
Taman Safari Indonesia (TSI). Untuk TSI di Bogor, kami menargetkan mampu menghasilkan magot 1 ton setiap harinya," ujar dia.

Beberapa waktu lalu, dirinya juga diundang ke Bali untuk menyelesaikan persoalan sampah di sana. Sampai sekarang masih penjajakan. Namun, konsep yang dibawa tetap sama seperti yang telah dibuktikan Arky. Yakni dengan membudidayakan magot.

Kini, omset usaha Arky telah mencapai Rp500 juta setiap bulannya. Arky juga telah membuka lapangan kerja karena dengan usaha yang digelutinya telah kerja sama dengan 2.500 lebih mitra, baik dalam bentuk unit usaha maupun pribadi. Arky tidak kecewa, pulang kampung menjadi pemulung dan menolak gaji ratusan juta. Karena sekarang dia membuktikan mampu menghasilkan omset ratusan juta dan membuka lapangan kerja. (OL-13)

Baca Juga: Sleman Genjot Pemerataan Kunjungan Wisatawan di Semua Destinasi

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Muhamad Fauzi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat