visitaaponce.com

Peta Jalan Energi Hijau Kilang Cilacap Menuju Target Nol Emisi 2060

Peta Jalan Energi Hijau Kilang Cilacap Menuju Target Nol Emisi 2060
Hydrotreated Vegetabel Oil (HVO) dan Sustainable Aviaton Fuel (SAF) menjadi salah satu produk Pertamina untuk menuju target nol emisi.(MI/Liliek)

AKHIR Oktober lalu, delegasi Rising Petroleum dan PetroSA (South Africa) berkunjung ke PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Refinery Unit (RU) IV Cilacap, Jawa Tengah (Jateng). Tamu dari Afrika Selatan itu adalah Samuel Pather dan Duncan Otieno dari Rising Petroleum serta Mntu Nduvane dari PetroSA. Mereka berkeliling kilang didampingi Manager Enginering dan Development PT KPI RU IV Cilacap Hadi Siswanto.

Setelah mendapatkan paparan dan berkeliling, ternyata mereka tertarik dengan produk ramah lingkungan yang dihasilkan Kilang Cilacap. "Para tamu berkunjung ke sini karena beberapa crude yang diolah di Kilang RU IV Cilacap berasal dari Afrika, jadi kerjasama dengan Afrika sudah terjalin cukup baik. Nantinya akan dikembangkan kerjasama terkait pemasaran produk-produk RU IV di Afrika, khususnya Afrika Selatan. Mereka sangat tertarik dengan HVO (Hydrotreated Vegetabel Oil) dan SAF (Sustainable Aviaton Fuel). Informasinya, pasar di Afrika sangat terbuka untuk pemasaran produk-produk dari Kilang Cilacap," jelas Hadi beberapa waktu lalu.

SAF merupakan salah satu upaya Pertamina dalam transisi energi, sekaligus mencapai target Net Zero Emission (NZE) 2060. Pertamina SAF merupakan bahan bakar ramah lingkungan, yang menggunakan campuran komponen minyak sawit dalam formula bioavtur sehingga dapat mengurangi emisi gas buang pesawat terbang. Selain itu, aspek pemanfaatan komponen minyak sawit ini dapat mendorong perkembangan industri dan ekonomi di dalam negeri.

Baca juga: Pengamat: Bioavtur Berstandar Internasional dan Aman untuk Penerbangan

Sedangkan HVO yang dikembangkan PT KPI dari produk olahan kelapa sawit yakni Pertamina Renewable Diesel (RD). Pertamina RD menghasilkan emisi gas buang yang lebih baik, dengan Cetane Number (angka setana) di atas 70 dan kandungan sulfur di bawah 10 ppm (part per million), sehingga menjadikan produk ini lebih baik dari produk Biosolar.

Produk yang dihasilkan Kilang Cilacap khususnya Pertamina RD sebagai energi hijau mendapat penghargaan Dharma Karya Madya dari Kementerian ESDM RI. Pengembangan ini dilaksanakan Tim Project Collaboration Improvement (PC Prove) Omega.

Baca juga: Pertamina Patra Niaga Lakukan Pengisian Perdana Sustainable Aviation Fuel Bagi Penerbangan Komersil

"Produk ini merupakan hasil inovasi dari Kilang Cilacap sebagai green refinery. Inilah salah satu bentuk nyata mewujudkan transisi energi berkelanjutan menuju target Net Zero Emission pada 2060," ungkap Ketua PC Prove Omega Kilang Cilacap Mulyono.

Ia mengatakan Pertamina RD merupakan bahan bakar diesel ramah lingkungan yang dihasilkan dari pengolahan minyak sawit melalui serangkaian proses yang menghasilkan produk Green Diesel. "Uji coba pengolahan bahan nabati dimulai sejak 2014 melalui co-processing. Artinya dicampur dengan bahan bakar fosil, dengan target menghasilkan biofuel berkualitas unggul dan kompatibel tanpa batasan blending dalam bahan bakar diesel," katanya.

Selanjutnya pada Januari - Mei 2021, berhasil memroduksi Pertamina RD sesuai standar spesifikasi internasional. Keunggulan Pertamina RD antara lain kandungan sulfur yang sangat rendah jika dibandingkan rata-rata kandungan sulfur produk serupa di dunia, yaitu sebesar 2-3 ppm vs rata-rata sebesar 10 ppm. "Pertamina RD sudah menembus pasar global dan berhasil mengantongi sertifikat ISCC  atau International Sustainability 
and Carbon Certification," paparnya.

Aksi Nyata Serap Karbon

Tak hanya soal produk-produk yang terus menuju green energi, Kilang Cilacap juga mendorong aksi-aksi binaannya yang mengurangi emisi. Salah satunya yang telah dilakukan oleh Thomas Heri Wahyono. Bahkan, pada 2023 sekarang Wahyono menyabet dua penghargaan sekaligus, menjadi terbaik ketiga kategori Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat pada Lomba Wana Lestari 2023. Sedangkan di tingkat Jateng sebagai juara satu Lomba Wana Lestari 2023 kategori Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat.

Apa yang dilakukan Wahyono? Dia adalah pelestari sekaligus pengelola arboretum Konservasi Laguna Kawasan Segara Anakan Cilacap (Kolak Sekancil) di Desa Ujung Alang, Kecamatan Kampung Laut. "Awalnya, saya mulai menanam pada 2001. Saya menanam, karena kawasan mangrove khususnya di desa kami yakni Desa Ujung Alang, Kecamatan Kampung Laut rusak akibat kebangkrutan tambak udang dan ditinggalkan begitu saja. Saya mengawali bersama keluarga saya, istri dan anak-anak. Hingga kini, penghijauan 
sudah mencapai kisaran 400 hektare (ha)," kata Wahyono pada akhir pekan lalu.

Lalu Wahyono membentuk kelompok Patra Krida Wana Lestari. Karena ia tidak ingin hanya keluarganya saja yang melakukan penghijauan, tetapi juga masyarakat luas. "Kawasan mangrove yang kami hijaukan tersebar di empat desa yakni Ujung Alang, Ujung Gagak, Panikel dan Berbagai macam jenis yang kami tanam," ujarnya.

Wahyono tidak hanya menanam, tetapi secara autodidak mempelajari mangrove, bahkan sampai menerbitkan buku mengenai keragaman hayati mangrove di Cilacap. "Saya melakukan identifikasi satu per satu mangrove. Saya diajak untuk membuat buku oleh tim dari Departemen Antropologi, Fisip, Universitas Indonesia (UI). Judulnya Kekayaan Potensi Mangrove Segara Anakan Cilacap: Dengan Latar Belakang Masyarakat Kampung Laut yang Gigih Berjuang, yang terbit pada 2017 lalu," jelas Wahyono.

Dalam buku itu, dia mengidentifikasi sebanyak 56 spesies yang merupakan keragaman hayati di wilayah hutan mangrove Cilacap. Berbagai jenis spesies yang ada di hutan mangrove tersebut, tidak seluruhnya masih banyak. Ada beberapa spesies yang jumlahnya menipis.  "Oleh karena itu, kami bersama kelompok melalukan perbanyakan tanaman mangrove. Belakangan, pembibitan malah jadi unit usaha kami. Ternyata upaya konservasi ada nilai ekonominya," ungkapnya.

Dia mengatakan dengan adanya usaha pembibitan mangrove, maka kini semakin banyak warga yang ikut serta. Jumlah pekerja bisa sampai 30 orang, juga banyak perempuan yang ikut. "Dalam setahun, kami dapat memproduksi hingga 900 ribu batang  dengan harga setiap bibit antara Rp1.200 hingga Rp4 ribu. Omsetnya lumayan bisa lebih dari Rp500 juta setiap tahunnya. Pasarnya tidak hanya dari Cilacap saja, melainkan juga dari Yogyakarta, Pangandaran, Tasikmalaya, Cirebon, Tangerang dan lainnya. Kami selalu siap untuk melayani pesanan, dengan berbagai spesies yang ada di Kampung Laut," ujar dia.

Apa yang dilakukan Wahyono sebagai mitra binaan Pertamina RU IV Cilacap menjadi upaya penting untuk mengurangi emisi. Dari berbagai riset menyebutkan hutan mangrove mampu menyerap 52,85 ton CO2 per ha tiap tahun. Sehingga aksinya telah nyata mampu mengurangi emisi. Apalagi, setiap tahun memproduksi bibit yang disebarkan ke mana-mana.

Area Manager Communication Relations & CSR PT KPI RU IV Cilacap Cecep Supriyatna mengatakan setiap tahunnya areal mangrove di Cilacap mampu menyerap emisi CO2 41.371.680 pon per tahun. Di sisi lain, ada produksi oksigen hingga 224.096.00 pon per tahun. Selain itu, ada perluasan mangrove dari sebelumnya 6.546,10 ha tahun 2009 menjadi 8.359 ha pada 2020.

Inilah aksi nyata yang dilakukan Pertamina RU IV menuju nol emisi pada 2060. Tidak hanya produk energi hijau saja, melainkan juga membina masyarakat untuk ikut serta menyerap emisi dengan penanaman mangrove. (Z-3)
 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat