visitaaponce.com

Citra Humas dan Isu Kesehatan Global

Citra Humas dan Isu Kesehatan Global
Faza Nur Wulandari(Dok pribadi)

TERPILIHNYA Indonesia menjadi tuan rumah forum G-20 bisa dimanfaatkan menggaungkan tiga fokus isu prioritas untuk memperkuat arsitektur kesehatan global. Pertama, membangun sistem kesehatan global. Kedua, harmonisasi standar protokol kesehatan global. Ketiga, mengembangkan pusat studi serta manufaktur untuk pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons terhadap risiko kesehatan yang akan datang.

Juru Bicara Vaksinasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi, saat press briefing The 1st G20 Health Working Group, Rabu (23/3), menyebutkan isu-isu tersebut memerlukan tindakan kolektif secara global, sampai pada level implementasi bukan hanya pada narasi outcome. Forum G-20 akan memberikan forum rencana aksi yang nyata dan komprehensif untuk pemulihan global dalam forum kerja sama ekonomi. 

Menyikapi hal-hal tersebut, humas Kesehatan tentu memiliki tantangan sendiri dalam menyelaraskan informasi mengenai fokus isu prioritas kesehatan kepada publik. Hal ini selaras dengan UU Keterbukaan Informasi Publik yang mengatakan bahwa publik memiliki hak untuk mengakses terhadap informasi. Sehingga badan publik wajib menyediakan informasi yang akurat, transparan, dan akuntabel dalam setiap program dan kegiatan yang dilaksanakan, termasuk Presidensi G20.

Para humas dituntut untuk memiliki kapasitas yang mumpuni dalam mengolah setiap informasi agar tidak menjadi bias dan diterima oleh masyarakat. Sesuai dengan yang sering digaungkan Presiden Joko Widodo bahwa pesan bukan hanya terkirim tetapi diterima oleh masyarakat. 

Dalam bahasa Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo Usman Kansong, publik membutuhkan komunikasi yang bisa diterima dengan bahasa sederhana dan bisa dimengerti. Atau seperti ungkapan Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes Widyawati, bahwa humas pemerintah itu harus bisa meningkatkan citra positif pemerintah, menjembatani aspirasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik, dan memberikan informasi sebagai pemenuhan hak publik.

Itu sebabnya peran humas kesehatan menjadi lebih besar, karena banyak regulasi yang langsung berpengaruh kepada masyarakat. Humas harus bekerja lebih terlihat dan berdampak karena informasi akan berpengaruh pada tingkat kesehatan di masyarakat. Tentunya ini bukan hal yang mudah, perlu adanya penguatan peran humas dalam mendiseminasikan program-program kesehatan. 

Bahkan Komisioner Komisi Informasi Pusat Romanus Ndao mengingatkan masyarakat harus mengetahui apa saja program-program kesehatan. Sehingga Kemenkes harus mengelola informasi secara cepat dan tersampaikan dengan baik ke masyarakat. "Dengan demikian informasi kebijakan kesehatan dapat dirasakan oleh rakyat, termasuk meluruskan informasi yang simpang siur," ujar Roman saat rapat koordinasi PPID Kemenkes, 21 Maret 2022. 

Peran humas kesehatan

Humas harus meningkatkan kemampuan dalam mempopulerkan istilah-istilah kesehatan yang mudah dipahami masyarakat. Sebagai contoh, selama masa pandemi banyak kebijakan yang membingungkan. Perubahan kebijakan tersebut tentunya membuat isu berkembang. Akibatnya pada awal pandemi, Kemenkes dihadapi pada krisis komunikasi yang diakibatkan dari informasi yang kurang tepat di masyarakat.

Belajar dari krisis komunikasi itu, dalam menarasikan tiga isu prioritas kesehatan G20, humas kesehatan juga harus menyelami lebih dalam substansi dari ketiga isu tersebut. Di antaranya dengan memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pemantauan varian covid-19, dukungan percepatan akses sarana prasarana pencegahan covid-9, dan pengembangan teknologi kesehatan. 

Humas sebagai corong informasi harus mengetahui hal-hal tersebut yang akan dibahas dalam G-20. Selain itu juga harus turut serta mendengarkan, membaca, dan mempelajari data-data tersebut. 

Sering kali humas pemerintah masih dipandang sebelah mata, yang menganggap bahwa tugas mereka hanya sekadar mendokumentasikan kegiatan pimpinan. Padahal kalau mau dicermati lebih dari itu, karena harus membuat grand design kehumasan yang strategis. Mereka bekerja secara tim dan harus menguasai strategi komunikasi dan komunikasi krisis. 

Begitu pula dalam menarasikan G20, humas kesehatan harus lebih proaktif. Dimulainya dengan membuat rencana aksi, agenda setting, pemanfaatan digital, hingga konten yang mengedukasi. Seperti kata Harold Laswell di Model of Communication, "Who says what in which channel to whom with what effect."
 
Bila dieksekusi, Kemenkes misalnya, yang telah memiliki brand personality ingin menyampaikan pesan kepada masyarakat dengan memilih media yang tepat. Sebab hal itu terkait dengan pesan yang ingin disampaikan. Pesan tersebut haruslah melihat siapa audiens dan juga tujuan yang diinginkan.

Dengan pemilihan strategi komunikasi yang tepat, membumikan narasi G-20 pada sektor kesehatan akan lebih efektif. Untuk melakukan semua itu sudah sepatutnya seorang humas mampu berpikir kritis, adaptif, peka, dan memiliki rasa keingintahuan terhadap lingkungan sekitar. 

Kita dituntut untuk bisa menarasikan pesan yang bisa diterima masyarakat tanpa membuat mereka kebingungan. Butuh kemampuan berkomunikasi baik lisan  maupun tulisan agar apa yang disampaikan tidak malah menimbulkan kegaduhan. Tentu bisa dipahami bahwa posisi humas kesehatan, terlebih ketika pandemi covid-19 masih belum usai, punya peran krusial untuk menjelaskan berbagai macam isu kesehatan.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat