visitaaponce.com

Citayam Fashion Week, SCBD, dan Para Pendompleng

Citayam Fashion Week hadir menghentak. Buah dari hasil kreativitas anak-anak wilayah pinggiran Ibu Kota yang kemudian dikenal sebagai Sudirman, Citayam, Bojonggede, Depok atau SCBD, digandrungi semua kalangan. Hak paten atas mereknya pun sempat diperebutkan. Semuanya bermuara di kawasan Dukuh Atas, yang berada di dekat jantung Jakarta.

Kini, aksi mereka nampaknya tidak akan muncul lagi, setelah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melarang aksi street fashion yang unik tersebut dengan alasan mengganggu ketertiban lalu lintas. Catwalk para slebew ini akhirnya digulung, entah akan dipindah atau kembali dibuka.

Baca juga: Warga Tanah Abang Serukan Penolakan LGBT di CFW saat Pawai Obor

Ruang publik

Munculnya fenomena Citayam Fashion Week juga menjadi gambaran dari kurang tersedianya ruang publik yang inklusif bagi masyarakat. Sejauh ini mindset  masyarakat Jabodetabek tentang ruang publik masih berkutat pada mal atau pusat perbelanjaan.

Saat ini Jabodetabek masih menghadapi masalah terkait tersedianya ruang publik yang lebih inklusif bagi semua warga. Pusat-pusat perbelanjaan yang notabenenya menjadi pusat niaga, perlahan bergeser menjadi ruang publik yang komersial.

Ketersediaan ruang publik yang inklusif di Jabodetabek tidak lepas dari ketersediaan ruang terbuka hijau. Dari target 30% ruang terbuka hijau di setiap kota, Jakarta hanya memiliki sekitar 9% dari luas wilayah.

Baca juga: Jeje Klarifikasi, Dirinya Akting Bukan Marah-marah

Sementara secara umum, daerah penyangga ibu kota hanya memiliki ruang terbuka hijau di kisaran 6 hingga 7% dari total luas wilayah. Hal ini berbeda dengan kondisi sejumlah kota besar di dunia yang memiliki ruang terbuka hijau yang luas. Seperti Wina di Austria yang memiliki 45,5%, atau Sydney, Australia yang memiliki 46% ruang terbuka hijau.

Kenapa kawasan Dukuh Atas yang berada di dekat jantung Jakarta menjadi spot yang dipilih anak-anak remaja ini sebagai ruang untuk bercengkrama, berkenalan, hingga menunjukan eksistensi diri mereka. Jarak yang jauh bukan menjadi kendala bagi mereka untuk memutuskan nongkrong di kawasan Dukuh Atas.

Pasalnya kawasan Dukuh Atas digadang-gadang menjadi area yang aman dan nyaman bagi mobilitas masyarakat. Daerah ini juga menjadi kawasan berorientasi transit pertama yang menghubungkan sejumlah moda transportasi di Jakarta mulai dari MRT, KRL, hingga bus TransJakarta.

Pesona Dukuh Atas sebagai ruang publik dengan latar perkotaan juga memiliki magnet tersendiri bagi para remaja. Hal ini tidak lepas dari sajian konten-konten yang mereka konsumsi di internet dan mayoritas menyajikan latar perkotaan.

Para remaja ini merupakan individu-individu yang tengah mencari identitas, pertanyaannya ke mana dan di mana mereka mencari referensi, nah sekarang kan sederhana, semua didapatkan dari media sosial.

Bayangkan remaja yang setiap hari mengonsumsi kemewahan masyarakat kota pasti akan berpikir ‘kalau mau keren dan kece, harus jadi masyarakat kota’. Inilah mungkin alasannya.

Ketertiban dan Fasilitasi

Pemprov DKI Jakarta mestinya memfasilitasi "Citayam Fashion Week" agar berlangsung tertib dan tidak mengganggu pengguna jalan lain.

Di sejumlah kota besar, area jalanan, bahkan pemakaian zebra cross untuk sejumlah kegiatan merupakan hal yang jamak dilakukan. Hal yang terpenting, jangan sampai kegiatan itu mengganggu kenyamanan serta keselamatan pengguna jalan.

Fungsi utama zebra cross memang digunakan untuk menyeberang, tetapi pada saat bersamaan ketika lampu lalu lintas merah,berhenti, zebra cross sebagai ruang publik dapat digunakan untuk berbagai kegiatan dalam waktu sangat singkat, termasuk fashion show, pantomim, berteater, bermusik, dan bernyanyi.

Kota-kota dunia, seperti di Paris, London, New York, Tokyo, muncul juga aksi-aksi di zebra cross untuk menarik perhatian warga pengguna lalu lintas. Oleh karena itu, zebra cross sebagai ruang publik dapat digunakan untuk kegiatan publik selama tidak mengganggu arus lalu lintas maupun tidak membahayakan mereka sendiri dan penyeberang zebra cross lainnya.

Baca juga: Ini Harapan Baim Wong Setelah Cabut Pengajuan HAKI Citayam Fashion Week

Daripada melarang, pakar tata kota dari Universitas Trisakti Nirwono Yoga menyarankan Pemprov DKI memfasilitasi kegiatan Citayam Fashion Week. Misalnya, Pemprov DKI bisa memasang lampu lalu lintas di zebra cross Dukuh Atas sehingga lenggak-lenggok muda-mudi di atas fasilitas penyeberangan jalan itu tak mengganggu kendaraan bermotor yang melintas.

Selain itu, Pemprov DKI juga diminta untuk terus menerjunkan petugas guna menjaga ketertiban di sana. Pemda DKI dan petugas polantas dapat memfasilitasi dan menjaga keamanan, keselamatan, dan kelancaran lalu lintas.

Pendompleng SCBD

Ataupun jika kawasannya mau dipindah, tentu mesti dicarikan yang lokasi strategis seperti kawasan Dukuh Atas. Akses terhadap moda transportasi semua meamadai.

Baca juga: Ulah Politisi dan Publik Figur Nodai Citayam Fashion Week

Apapun pilihannya, remaja seperti Bonge, Jeje, Roy dan lainnya jangan sampai kehilangan ruang ekpresi. Para pejabat, politisi, hingga selebritas yang selama ini ikut mendompleng mestinya malu karena tidak becus mengupayakan ruang kreativitas mereka.

Baca juga: Jeje Gembira Citayam Fashion Week Boleh Digelar saat Car Free Day

Ke mana mereka yang selama ini ikutan berjalan di catwalk SCBD? Bukankah mereka ada pejabat tinggi semua, yang mestinya merekalah yang paling terdepan menyediakan ruang publik untuk kreativitas para remaja ini?

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat