visitaaponce.com

Jakarta Menuju Era Baru

Jakarta Menuju Era Baru
Analis Kebijakan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Ikhwan Mansyur Situmeang(dok pribadi)

Kedudukan, fungsi, dan peran Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta akan berubah tidak lagi sebagai daerah khusus Ibu Kota Negara. Tetap sebagai daerah khusus, hanya saja kekhususannya berbeda. lbu Kota Negara (IKN) Nusantara yang menggantikan posisi DKI Jakarta sebagai ibu kota negara.

Kapan status Jakarta dicabut? Bukan pada 18 Januari 2022 setelah Rapat Paripurna DPR menyetujui pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara (RUU IKN) menjadi Undang-Undang (UU). Bukan pula pada 28 Maret 2024 setelah Rapat Paripurna DPR mengesahkan RUU Daerah Khusus Jakarta (DKJ) menjadi UU. Presiden Joko Widodo menandatangani pengesahan kedua UU masing-masing tanggal 15 Februari 2022 dan tanggal 25 April 2024.

Baca juga: Revisi UU IKN Sah Menjadi Undang-Undang

Ketentuan peralihan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) menyatakan pemindahan Ibu Kota Negara dilaksanakan bertahap dan pelaksanaannya ditetapkan dengan keputusan presiden (keppres). Maka, kedudukan, fungsi, dan peran Ibu Kota tetap berada di DKI Jakarta sampai penetapan pemindahan ibu kota negara.

Baca juga : Banjir Jakarta antara Anugerah dan Bencana

Kebijakan pelaksanaan kegiatan pemindahan ibu kota negara dari DKI Jakarta ke IKN tergantung progres persiapan dan pembangunannya. Jika pembangunannya rampung, Presiden mengeluarkan keppres penetapan pemindahan. Sejak itu, Otorita lbu Kota Nusantara (OIKN) mulai menyelenggarakan pemerintahan daerah khusus ibu kota negara.

Dengan kata lain, kepastian status Jakarta di tangan Presiden atau sejak penetapan keppres.Seiring dengan keppres yang menetapkan IKN Sebagai ibu kota negara, kedudukan, fungsi, dan peran DKI Jakarta dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Di samping posisi Jakarta Sebagai daerah otonom.

Ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2OO7 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia antara lain mengatur kedudukan DKI Jakarta sebagai ibu kota negara yang memiliki kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Baca juga : Polusi Udara

Tidak hanya Jakarta. Kepastian perubahan UU pembentukan daerah-daerah otonom provinsi dan kabupaten/kota juga di tangan Presiden. Sesuai dengan ketentuan penutup dalam UU 3/2022, tiga UU pembentukan provinsi (Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Selatan, dan Provinsi Kalimantan Timur), serta enam UU pembentukan kabupaten/kota di sekitar Ibu Kota Nusantara (Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur, Kota Bontang, dan Kabupaten Penajam Paser Utara) diubah sesuai dengan ketentuan dalam UU IKN. 

Jika pelaksanaan ketentuan beberapa perundang-undangan bergantung kepada Presiden, di mana posisi keppres dalam hierarki peraturan perundang-undangan? Kekuatan hukum peraturan perundang-undangan jelas sesuai dengan hierarki. Penjenjangan setiap jenis peraturan perundang-undangan didasarkan kepada asas peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan yang lebih tinggi. Urutannya sesuai tingkatan dari yang tertinggi ke yang terendah.

Menyambut peringatan hari ulang tahun ke-497 Jakarta pada 22 Juni 2024, menarik untuk membahas masa depan Jakarta. Karena kedudukan, fungsi, dan peran ibu kota Negara diemban DKI Jakarta hingga penerbitan keppres penetapan IKN sebagai ibu kota negara dan OIKN menyelenggarakan pemerintahan daerah khusus.

Baca juga : NasDem Persoalkan Dewan Kawasan Aglomerasi Tak Diatur Jelas di RUU DKJ

Kawasan Aglomerasi

Jakarta terlahir dan berkembang sebagai pusat beragam kegiatan. Sehingga, meski kedudukan, fungsi, dan peran berubah, Jakarta masih memiliki peran yang strategis. Apalagi, hingga kelak pemindahan ibu kota negara, belum satupun kota di Indonesia mampu menggantikan Jakarta.

Baca juga: Keberlanjutan Mesin Ekonomi Jadi Tantangan Jakarta Pasca Ibu Kota

Pemindahan ibu kota negara pasti berdampak kepada beberapa aspek seperti kekhususan, pemerintahan, perekonomian, mobilitas dan konektivitas, dan keruangan. Akan tetapi, Jakarta masih berfungsi sebagai daerah otonom yang mendapatkan pengakuan kekhususan. Wajar. Jakarta memerlukan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang khusus untuk menghormati sejarah sebagai karakteristiknya.

Jakarta sebelum dan setelah kemerdekaan Indonesia memangku status sebagai pusat pemerintahan, perekonomian, perdagangan, dan kebudayaan. Maka dalam UU DKJ, Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ) diberikan kewenangan khusus urusan pemerintahan.

Baca juga : Jakarta dalam Belantara Kata

Sebagai pusat perekonomian nasional, Provinsi DKJ berkontribusi untuk menopang kesejahteraan nasional, terutama daerah sekitar. Sebagai pusat perdagangan yang berimbas kepada bisnis, Provinsi DKJ menuju Kota Global. Untuk memudahkan pelaksanaan kewenangan sebagai pusat perekonomian nasional, Provinsi DKJ harus menyinkronkan pembangunannya dengan daerah sekitar dalam Kawasan Aglomerasi.

Dalam UU DKJ, Kawasan Aglomerasi dibentuk sebagai kawasan strategis nasional. Cakupannya tiga provinsi, yakni DKJ, Jawa Barat, dan Banten. DKJ sebagai inti serta empat kabupaten dan lima kota sebagai satelit (Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi). Keselarasan pelaksanaan pembangunan Kawasan Aglomerasi turut serta menentukan masa depan Jakarta.

Baca juga: Masuk Kawasan Aglomerasi, Cianjur Berharap Bisa Kebanjiran Wisatawan

Kegiatan di Kawasan Aglomerasi merupakan program strategis nasional sehingga menjadi prioritas kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Maka menarik untuk mencermati kebijakan Pemerintah Provinsi DKJ dalam melakukan kerjasama antardaerah untuk meningkatkan penyelenggaraan pengelolaan Jakarta dan daerah sekitar. Kerja sama antardaerah untuk memadukan pembangunan antarwilayah dan antarsektor. Kawasan Aglomerasi menjadi jawaban atas kebutuhan untuk menopang DKJ.

Kawasan Aglomerasi adalah teori baru dalam tata kelola pemerintahan kawasan tetapi praktik lama di Jakarta Raya sebagai wilayah metropolitan terpadat di Indonesia. Wilayahnya mirip Kawasan Jabodetabekpunjur, akronim Jakarta–Bogor–Depok–Tangerang–Bekasi–Cianjur.

Tantangan tata kelola Kawasan Aglomerasi tidak berbeda jauh dengan Kawasan Jabodetabekpunjur. Kawasan Jabodetabekpunjur sarat masalah karena kemampuannya menarik orang-orang seluruh Indonesia untuk datang, bertempat tinggal, beraktivitas, dan bekerja. Di Kawasan Aglomerasi, meskipun antardaerah memiliki keterkaitan fungsional dalam sistem jaringan prasarana yang memadai, namun keselarasan pelaksanaan pembangunan masih pekerjaan yang rumit.

Semisal, kesulitan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengatasi banjir. Maka, Pemerintah Provinsi DKJ membutuhkan keleluasaan dalam penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan. Misalnya, pembangunan waduk/embung di bagian hulu (upstream) dan tengah (midstream) sebagai tempat parkir air -- meminjam ucapan mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan.

Dan di tengah keterbatasan, Badan Kerjasama Pembangunan Jabotabek mampu hidup di era Anies. Sebelum dan sesudah era dia, forum tersebut terkendala pelaksanaan tugas dan fungsi Pemerintah.

Badan kerja sama antardaerah Kawasan Jabodetabekpunjur dibentuk dalam rangka Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Provinsi Banten, terutama pemerintah kota/kabupaten yang wilayahnya berbatasan dengan wilayah DKI Jakarta. Isu tata kelola Kawasan Aglomerasi masih akan serumit Kawasan Jabodetabekjur. Kebutuhan penataan sistem pemerintahan semakin mendesak karena Kawasan Jabodetabekjur memiliki sumber daya yang dahsyat.

Jika pemindahan ibu kota negara terjadi, upaya memperbaiki tata kelola wilayah DKJ menemukan momentum. Meskipun kekhususan penyelenggaraan pemerintahan DKJ sedikit banyak akan terpengaruh siklus politik, namun DKJ harus tumbuh berkembang secara wajar. Konsistensi dibutuhkan mewujudkan tujuan penyelenggaraan otonomi khusus bagi DKJ, yaitu terciptanya tata kelola pemerintahan yang transparan, akuntabel, responsif, dan partisipatif yang menjamin keberagaman.

Satuan pemerintahan daerah khusus memiliki derajat yang sama dengan satuan pemerintahan daerah istimewa. Desain konfigurasi hubungan pusat-daerah jangan diberlakukan homogen terhadap DKJ. Dalam masa transisi, penyerahan wewenang khusus bagi DKJ dan pendanaan penyelenggaraan kewenangan khususnya merupakan urusan penyelenggara pemerintahan daerah yang krusial.

Karena kemampuan keuangan antardaerah tidak merata untuk mendanai kebutuhan sesuai prioritas daerah dan selaras dengan prioritas nasional, dibutuhkan jenis dana perimbangan yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan. Otonomi khusus DKJ diselenggarakan untuk menjamin keterpaduan antara pusat dan daerah, antardaerah, dan antarsektor, serta keterpaduan antarpemangku kepentingan.

Tantangan aglomerasi

Tantangan di Kawasan Aglomerasi ialah pembangunan infrastruktur masih kurang terkoneksi dan kurang terintegrasi. Mutu pelayanan publik antar-daerah sangat berbeda. Dibanding pemerintah daerah sekitar, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah berlari jauh melalui inovasi transformasi digital layanan, peningkatan akuntabilitas kinerja dan perbaikan tata kelola pemerintahan, dan pengelolaan manajemen risiko. Acuannya ialah enam pilar pengembangan Kota Pintar (smart city), yaitu smart government, smart mobility, smart living, smart environment, smart economy, dan smart people

Sebagai Kota Metropolitan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan perubahan paradigma dalam mengelola kota. Anies mencanangkan Jakarta sebagai Kota Kolaborasi. Maknanya, semua ikut serta memiliki peran dalam membangun Jakarta, baik pembangunan fisik maupun nonfisik, di berbagai bidang.

Tagline Kota Kolaborasi menandakan tekad kuat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengajak warga turut serta mengambil bagian menuju peradaban yang semakin baik. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerapkan pendekatan City 4.0. Sehingga, tantangannya adalah menciptakan pola dan kemampuan serupa terhadap pemerintah daerah sekitar DKJ untuk melakukan banyak perubahan paradigma dalam mengelola kota.

 

 

 

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat