visitaaponce.com

Polusi Udara

Polusi Udara
Adiyanto Wartawan Media Indonesia(MI/Ebet)

BEBERAPA hari lalu, kantor berita Prancis AFP menurunkan laporan tingkat polusi udara di Kota Bangkok yang semakin parah. Pada pekan lalu saja, kata laporan itu, sekitar 200 ribu orang harus dirawat di rumah sakit karena terpapar polusi. Dalam beberapa hari terakhir, kota yang berpenduduk sekitar 11 juta orang dan merupakan salah satu tujuan wisata paling populer di dunia itu, telah diselimuti kabut asap kendaraan, emisi dari industri, serta asap dari sisa pembakaran kegiatan pertanian. Menurut Kementerian Kesehatan Thailand, lebih dari 1,3 juta orang telah jatuh sakit di negara itu sejak awal tahun akibat polusi udara.

Seperti halnya Jakarta, Bangkok merupakan salah satu kota dengan tingkat kemacetan parah di dunia. Menurut data TomTom Traffic Index yang dirilis tahun lalu, ibu kota Thailand itu menempati peringkat ke-57 dari 390 kota yang mereka survei. Seperti umum diketahui, emisi gas buang kendaraan merupakan salah satu sumber pencemaran udara, terutama di kota-kota besar. Lantas, bagaimana dengan Jakarta yang tingkat kemacetannya menurut TomTom Traffic Index berada di urutan ke-29 dunia dan nomor satu di ASEAN? Apalagi, seperti diwartakan berbagai media dan ocehan serta keluhan yang disampaikan netizen di sejumlah media sosial, macetnya kini makin gila-gilaan.

Menurut situs IQAir, perusahaan teknologi pemantau kualitas udara asal Swiss yang menampilkan tayangan visual secara realtime dari sejumlah kota di dunia, kondisi atau tingkat kualitas udara di Jakarta, yang saya pantau pada Sabtu (11/3), berstatus ‘tidak sehat bagi kelompok sensitif’. Nah, jika Anda akhir-akhir ini mengalami batuk-batuk, bisa jadi itu bukan lantaran covid-19, melainkan mungkin karena paparan polutan yang terhirup. Apalagi, jika Anda pekerja urban yang menghabiskan sebagian besar waktu Anda wira-wiri di kota ini. Saran saya, sebaiknya tetaplah bermasker, khususnya yang kualitasnya baik dan memenuhi standar kesehatan. Jangan yang gocengan (Rp5.000-an) tiga.

Selain infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), beberapa penyakit berbahaya yang diakibatkan polusi udara, di antaranya ialah tuberkulosis (TB), asma, penyakit paru obstruktif kronik, kanker paru, dan fibrosis paru. Kalau ini bukan kata saya, melainkan menurut Direktur Rumah Sakit Persahabatan, Agus Dwi Susanto, yang pada akhir Februari lalu baru saja dikukuhkan menjadi Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI). Pada pidato pengukuhannya, Prof Agus menyampaikan bahwa di balik berbagai kemudahan atas kemajuan teknologi, peningkatan aktivitas industri dan transportasi membawa ancaman bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Hal itu disebabkan pencemaran dan polusi udara yang dihasilkan.

Polusi udara merupakan salah satu masalah kesehatan dan lingkungan yang paling besar di dunia. Bahkan, kata dia, akibat paparan polusi udara, rata-rata orang di Indonesia mengalami kehilangan 1,2 tahun usia harapan hidup mereka disebabkan kualitas udara melampaui kriteria konsentrasi PM2,5 (partikel udara yang berukuran lebih kecil dari 2.5 mikron) seperti yang ditetapkan WHO. “Penduduk di kota besar seperti Jakarta, bahkan dapat kehilangan sekitar 2,3 tahun usia harapan hidup apabila terpapar dengan level polusi udara yang sama secara terus- menerus,” kata pria yang ditetapkan menjadi Guru Besar Tetap dalam bidang Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, seperti saya kutip dari situs resmi UI.

Polusi udara, kata dia, juga berkontribusi terhadap sekitar 11,65% kematian secara global dan merupakan salah satu faktor risiko beban penyakit. Itu artinya, polusi udara tidak hanya menggerus usia harapan hidup, tetapi juga turut berdampak pada kualitas hidup seseorang. Jadi, misalnya, jika Anda yang masih jauh dari usia pensiun, tetapi sudah sering batuk-batuk, sesak, dan kepala nyut-nyutan, bisa jadi salah satunya karena polusi udara, selain mungkin juga karena faktor lainnya seperti kebiasaan merokok atau bingung memikirkan gaji yang pas-pasan. Tetapi, untuk faktor yang terakhir ini, (maaf) saya dan Prof Agus, sepertinya tidak bisa memberikan solusi. Silakan tanya atasan. Wasalam.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat