visitaaponce.com

Panglima Baru Kesempatan Emas Bagi TNI AL

Panglima Baru Kesempatan Emas Bagi TNI AL?
Laksamana TNI Yudo Margono bersama jajaran pimpinan DPR RI.(MI/Susanto)

KETIKA 2 Desember 2022 Komisi I DPR RI menyetujui pencalonan Kepala Staf TNI AL (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono sebagai Panglima TNI yang baru untuk kemudian dilantik Presiden Joko Widodo, hal itu sekaligus mengukuhkan tradisi rotasi posisi panglima di antara tiga matra TNI. 

Keputusan untuk menunjuk KSAL sebagai panglima baru bisa membuka jalan bagi pengembangan kekuatan angkatan laut di tengah-tengah meningkatnya ketegangan politik di tingkat kawasan maupun global. Dengan maraknya perubahan strategis regional- seperti dibentuknya aliansi keamanan di Indo Pasifik serta kehadiran Beijing yang agresif dan ekspansionis di Laut Cina Selatan (LCS)– semakin dibutuhkan penguatan armada angkatan laut bagi aktor-aktor terlibat di kawasan agar mampu menangkal potential adversaries.

Selama sesi tanya jawab yang dilakukan para legislator di Komisi I DPR RI, Laksamana Yudo mengumumkan beberapa prioritas yang sejatinya akan menjadi perhatian di masa jabatannya. Program-program tersebut mencakup pengembangan sumber daya manusia TNI, peningkatan kemampuan dan kesiapan operasional satuan-satuan TNI, serta penyatuan kemampuan tiga matra di bawah Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan). 

Dikarenakan Indonesia masih fokus pada pencapaian target minimum essential force (MEF) tahap terakhir pada 2024, pemerintah perlu mempercepat rencana modernisasinya agar dapat membuahkan hasil yang optimal dalam waktu yang terbatas. Bahkan, penunjukan Laksamana Yudo telah memicu perdebatan tentang sejauh apa ia dapat membawa dampak yang signifikan dalam pencapaian target MEF sebelum memasuki usia pensiun wajibnya (58 tahun) pada November 2023.

Pada 2 September 2022, Laksamana Yudo menyatakan bahwa TNI AL berencana untuk mencapai setidaknya 80% dari upaya modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista). Hal itu untuk melindungi perbatasan maritim Indonesia yang luas serta kepentingan kedaulatannya. TNI AL perlu memiliki setidaknya 154 kapal perang (KRI), 54 pesawat udara, dan 333 kendaraan tempur Marinir- termasuk kendaraan tempur infantri (IFV) - pada 2024. 

Selain memenuhi kuantitas yang ditargetkan, mengoperasikan peralatan yang efisien dan sesuai dengan kebutuhan operasional juga tak kalah penting. TNI AL harus mendapatkan aset angkatan laut yang lebih canggih, tidak seperti sebagian besar armadanya saat ini, yang dapat dikatakan masih kurang memadai untuk melawan potential foreign aggressors secara efisien.

Salah satu upaya yang ditunjukkan oleh Laksamana Yudo di awal nominasinya sebagai Panglima TNI baru adalah penguatan postur TNI AL melalui rencana perbaikan beberapa kapal perang yang bahkan berumur lebih dari 30 tahun. Komitmen yang ditunjukkan oleh Laksamana Yudo itu cukup masuk akal untuk melanjutkan upaya tersebut dan mempertahankan armada dalam kondisi operasional. Namun terdapat kebutuhan mendesak lainnya bagi TNI AL untuk memperoleh alutsista yang modern agar dapat memperkuat kemampuan angkatan bersenjata Indonesia. 

Hal itu dapat dikatakan demikian karena dalam beberapa tahun terakhir, TNI AL telah tertinggal dalam hal pengadaan sistem persenjataan baru. Misalnya, pada 2021 dan 2022, pemerintah Indonesia telah menyusun Daftar Rencana Prioritas Pinjaman Luar Negeri (DRPPLN) untuk TNI AU, dengan pengadaan yang sedang berlangsung untuk pesawat tempur multi role Dassault Aviation Rafale, pesawat angkut Airbus A400M, dan sistem pertahanan udara jarak menengah Roketsan. Sementara itu, program-program utama angkatan laut, seperti kapal selam atau fregat, bahkan belum mendapatkan alokasi anggaran yang sejatinya sangat dibutuhkan.

Oleh karena itu, dengan adanya sisa alokasi pinjaman luar negeri untuk pengadaan alutsista periode 2020-2024 yang dapat mencapai setidaknya US$7 miliar hingga US$8 miliar, penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa program penguatan TNI AL dapat diprioritaskan. Beberapa program yang dapat meningkatkan kapasitas dan postur operasional TNI AL dan dikategorikan sebagai prioritas utama adalah akuisisi kapal selam dan fregat. 

Pada 2021, galangan kapal Italia Fincantieri mengumumkan bahwa mereka telah ditunjuk untuk memasok enam fregat FREMM dan dua fregat Maestrale bekas. Sementara itu, pada awal 2022, Naval Group asal Prancis dan galangan kapal domestik PT PAL menandatangani nota kesepahaman untuk pembangunan kapal selam Scorpene di Indonesia- salah satu dari sedikit proyek yang benar-benar sesuai dengan pasal kewajiban transfer teknologi yang tertera dalam UU No. 16/2012 tentang Industri Pertahanan. 

Kesepakatan tersebut kemudian telah didukung melalui beberapa MoU lainnya, seperti tentang pengembangan baterai Li-Ion untuk propulsi kapal selam yang diteken pada saat Indo Defence Expo Oktober lalu. Sementara itu, proyek fregat Merah Putih- yang pertama kali dianggarkan pada 2019– sepertinya akan semakin tertunda dengan upacara pemotongan baja yang baru dilaksanakan pada awal Desember 2022.

Karena kemajuan industri pertahanan nasional Indonesia dan modernisasi TNI sangat bergantung pada pengadaan persenjataan asing, pemerintah kiranya perlu mempercepat dan memastikan bahwa kontrak-kontrak pengadaan yang telah diumumkan sebelumnya, dapat direalisasikan. Maka dari itu, pemerintah juga harus memperkuat postur TNI AL dengan mengandalkan pengadaan alutsista yang efektif dan modern serta tidak hanya terbatas pada perbaikan kapal-kapal perang tua, agar keamanan, kedaulatan, dan kepentingan Indonesia dapat senantiasa terjaga. 

Dengan kata lain, Laksamana Yudo dapat memainkan peran aktif untuk memastikan bahwa pada akhir masa jabatannya pada November 2023, postur Angkatan Laut Indonesia telah diperkuat secara efektif.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat