visitaaponce.com

Asa Jakarta Kelola Sampah

Asa Jakarta Kelola Sampah
(Dok. Pribadi)

SETIAP tanggal 21 Februari diperingati sebagai Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN). Tema HPSN 2023 ialah Tuntas kelola sampah untuk kesejahteraan masyarakat. Melalui HPSN diharapkan menjadi babak baru pengelolaan sampah di Indonesia menuju bebas sampah dan bebas emisi (zero waste, zero emission).

Lalu, langkah apa yang harus dilakukan Kota Jakarta? Pertama, jumlah produksi sampah Jakarta mencapai 7.500 ton per hari yang diangkut 1.200 truk ke Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang di Kota Bekasi, Jawa Barat. Komposisi sampah yang dihasilkan pada 2021 meliputi sampah organik (termasuk limbah makanan) (53,75%), kertas (14,92%), plastik (14,02%), gelas/kaca (2,45%), logam (1,82%), kain (1,11%), kayu (0,87%), karet dan kulit tiruan (0,52%), dan lain lain (10,54%).

Total jumlah volume sampah per hari di DKI Jakarta menurut jenis sampah sebesar 7.233,83 ton, dengan rincian, yakni sampah organik 3.888,19 ton, sampah anorganik 3.305,20 ton, bahan beracun dan berbahaya (B3) 40,44 ton (Badan Pusat Statistik/BPS DKI Jakarta, 2022).

Sesuai UU No 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, setiap pemerintah daerah harus menyusun rencana induk pengelolaan sampah, yang berisikan penetapan target pengurangan sampah, strategi peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan kebersihan, serta penyediaan sarana dan prasarana. Pengurangan sampah dan penanganan sampah harus menjadi fokus utama pengelolaan sampah kota.

Kedua, Pemerintah DKI Jakarta dapat fokus pada penanganan sampah organik untuk diselesaikan tuntas sejak dari sumbernya. Maka,  setidaknya 53,75% masalah sampah Jakarta sudah selesai di sumber dan tidak perlu diangkut ke TPST Bantargebang. Pemerintah DKI Jakarta harus menggerakkan pengolahan sampah organik menjadi pupuk kompos sejak dari sumber secara berjenjang. Mulai di tingkat rumah tangga, lingkup RT/RW, kelurahan, kecamatan, hingga kota/kabupaten kepulauan.

Pengolahan kompos dilakukan dari lingkup rumah tangga, pengurus RT/RW atau berbasis komunitas lokal (permukiman) atau pengelola lokasi (kawasan industri, perkantoran, pusat perbelanjaan, perhotelan/apartemen, pasar tradisional/modern, pusat perniagaan (ruko, kios), tempat wisata).

Setiap pejabat lurah, camat, dan wali kota/bupati bertanggung jawab di lingkup tingkat administrasi masing-masing. Produk kompos dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pupuk organik di kawasan permukiman masing-masing (taman/kebun rumah, taman Lingkungan), sementara pemerintah daerah dapat membeli produk kompos tersebut untuk pemeliharaan RTH perkotaan (taman kota, hutan kota, kebun perkotaan, jalur hijau).

Ketiga, untuk penanganan sampah anorganik sebesar 35,71%, meliputi kertas (14,92%), plastik (14,02%), gelas/kaca (2,45%), logam (1,82%), kain (1,11%), kayu (0,87%), karet dan kulit tiruan (0,52%), dapat dipilih dan dipilah dari sumber (rumah tangga, kantor, pusat perbelanjaan/pasar/warung/kios, pabrik).

Pemerintah DKI Jakarta dapat mengubah 492 tempat pembuangan sampah (TPS) sementara, yang dikelola Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan DKI Jakarta menjadi tempat pengolahan kompos dan daur ulang sampah anorganik, serta bank sampah yang mandiri secara terpadu. TPS tersebar di Jakarta Selatan (190), Jakarta Timur (106), Jakarta Utara (103), Jakarta Pusat (39), Jakarta Barat (38), dan Kepulauan Seribu (16). 

Sampah anorganik masih memiliki nilai jual tinggi ke TPST/bank sampah. Pengelola TPST/bank sampah yang mandiri dapat memberikan fasilitas biaya layanan kesehatan gratis (didukung kartu Jakarta sehat), tabungan pendidikan (kartu Jakarta pintar), barter sampah dengan logistik (kartu pangan Jakarta), membayar tagihan listrik (PLN) dan air bersih (PAM Jaya), hingga tabungan umrah (dinas agama).

 

Edukasi

Keempat, komposisi sumber sampah meliputi sampah rumah tangga 3.845 ton (60,49%),  perkantoran 1.429 ton (22,48%), industri, hotel, restoran 757 ton (12,35%), dan jalan, taman, stasiun, terminal 725 (12%) (Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan DKI Jakarta, 2020). Jika Pemerintah DKI Jakarta dapat fokus pada penanganan sampah rumah tangga untuk diselesaikan tuntas sejak dari sumbernya, setidaknya 60,49% sampah Jakarta sudah selesai di sumber dan tidak ada yang dibuang ke TPST Bantargebang.

Artinya, kunci keberhasilan penanganan dan pengolahan sampah ada di tangan masyarakat di tingkat rumah tangga. Untuk itu, warga harus diedukasi untuk memilih dan memilah sampah dari rumah tangga. Sampah dikumpulkan ke TPST/bank sampah secara berjenjang di tingkat RT/RW, kelurahan, kecamatan, kota/kabupaten.

Sementara untuk pengelola perkantoran, industri, hotel dan restoran yang memproduksi total sampah sebesar 34,83% diwajibkan untuk mengurangi, menangani dan mengolah tuntas sampahnya di TPS masing-masing, dengan target zero waste, zero emission. Di bawah pengawasan ketat dan tegas, residu sampah yang diangkut ke intermediate treatment facility/ITF dan tempat pembuangan akhir/TPA akan berkurang signifikan.

Ketika sampah yang dibuang ke TPS/ITF/TPA terus berkurang signifikan, biaya angkut sampah akan berkurang tajam, termasuk pengadaan dan perawatan truk pengangkut, uang lewat, dan uang bau. Biaya pengelolaan sampah menjadi lebih hemat, dana kompensasi kesehatan dan pendidikan masyarakat terdampak, serta pemulihan lingkungan dapat dimaksimalkan.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat