visitaaponce.com

Robot Trading, Ruang Gelap Rekayasa Perangkat Lunak dan Bursa Saham

 Robot Trading, Ruang Gelap Rekayasa Perangkat Lunak dan Bursa Saham
Indra Jiwana Thira(Dok pribadi)

ROBOT trading menjadi salah satu istilah populer saat ini setelah beberapa kasus penipuan muncul dengan kerugian yang tidak sedikit. Para pelaku kasus penipuan robot trading, selama ini dikenal dengan orang-orang kaya baru (crazy rich) dengan harta melimpah, yang tampaknya memang sengaja ditunjukan untuk memperlihatkan kesuksesan mereka dari praktik perdagangan di bursa saham.

Robot trading sebenarnya adalah sebuah perangkat lunak (aplikasi) yang sengaja dikembangkan untuk melakukan analisis pasar, hingga bisa menentukan peluang-peluang yang tepat dalam melakukan investasi, terutama di pasar saham. Perangkat lunak ini memang biasa digunakan para pelaku pasar saham (broker) untuk mengambil kebijakan menjual atau membeli saham. Karenanya, banyak perangkat lunak robot trading yang bisa dibeli para pelaku pasar saham di pasaran, seperti halnya membeli perangkat lunak video editor atau perangkat lunak lainnya. 

Sebagai sebuah perangkat lunak, pengoperasian robot trading apapun namanya, tetap memerlukan operator yang harus memberi batasan-batasan dan aturan bagi robot trading dalam melakukan analisis pasar. Kemampuan operator dalam memberi perintah analisis menjadi kunci keunggulan robot trading dalam melakukan analisis. 

Sama halnya seperti aplikasi corel draw, photoshop, microsoft eord, excel dan lainnya, aplikasi (perangkat lunak) robot trading apapun namanya, tetap memerlukan operator yang mengenal betul berbagai fungsi yang ada dalam aplikasinya. Bedanya, banyak variabel-variabel investasi berjangka dalam pasar saham yang bersifat dinamis dan bergerak begitu cepat, sehingga akurasi analisis dari robot trading tidak selalu memberi keuntungan bagi penggunanya secanggih apapun aplikasinya.

Sebagai second opinion

Aplikasi robot trading, sama halnya artificial intelligence (kecerdasan buatan) yang melakukan analisa pasar dengan masukan berbagai variabel-variabel yang muncul dalam pasar saham. Mengingat dinamika pasar saham begitu banyak dengan pergerakan yang cepat dan dinamis, banyak pelaku pasar saham menjadikan analisa dari robot trading sebagai second opinion dalam mengambil keputusan. 

Bagi para pelaku rekayasa perangkat lunak, robot trading hanyalah sebuah aplikasi yang melakukan perhitungan dengan keluaran analisa pasar yang bisa digunakan untuk melakukan eksekusi transaksi baik secara manual ataupun otomatis. Namun, banyak hal yang tidak bisa diperhitungkan secara matematik dalam melakukan transaksi di bursa saham. 

Lantas, bagaimana robot trading bisa 'terlibat' dalam kasus-kasus penipuan investasi dengan korban begitu banyak dan kerugian hingga triliunan rupiah? Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), sebagai lembaga pemerintah yang mengawasi perdagangan berjangka, di 2021 mengumumkan pemblokiran 137 entitas perdagangan berjangka komoditas tak berizin. 

Pemblokiran mencakup penawaran investasi valuta asing (foreign exchange/forex) lewat robot trading yang dilakukan lewat internet. Ada 117 domain situs web yang diblokir dan 33 di antaranya menawarkan investasi forex lewat penjualan perangkat lunak trading.

Sebagai sebuah aplikasi, robot trading sebenarnya bisa didapat masyarakat dengan mudah dan diinstall pada perangkat personal computer (PC) atau handphone berbasis operasi android atau lainnya. Namun, memang tak sedikit aplikasi robot trading yang dijual oleh pengembangnya.

Tanpa izin

Penggunaan aplikasi robot trading, memang tidak bisa begitu saja dilakukan oleh masyarakat umum. Karena, aplikasi ini biasanya digunakan oleh mereka yang bisa melakukan transaksi di bursa saham. Sementara, untuk melakukan transaksi di bursa saham, diperlukan izin dengan kriteria bisa memenuhi perdagangan berjangka komoditi, yang salah satunya adalah tidak menggunakan pihak ketiga untuk bertransaksi. 

Sementara dalam banyak kasus penipuan robot trading, yang terjadi adalah ada orang-orang yang melakukan pengumpuan dana dari masyarakat untuk berinvestasi menggunakan robot trading. Padahal mereka tidak mengantongi izin untuk penghimpunan dana dari masyarakat yang kemudian digunakan untuk bertransaksi di pasar saham yang izinnya juga tidak dimiliki.
 
Bahkan, dalam beberapa kasus, ternyata pengumpulan dana dari masyarakat untuk investasi melalui robot trading, tak lebih merupakan gaya baru skema Ponzi. Skema dengan keuntungan yang diberikan kepada investor lama didapat dari investor baru, bukan dari hasil trading menggunakan robot trading. Karena memang untuk bertransaksi di pasar saham perlu mengantongi izin Bappebti.

Kasus-kasus penipuan investasi robot trading sebenarnya bisa dihindari. Itu jika masyarakat memiliki kemampuan memahami bagaimana cara kerja robot trading dan aturan main bertransaksi di bursa saham. Namun, dua hal ini selama ini memang menjadi ruang gelap bagi masyarakat umum. Tingkat literasi akan dua hal ini masih terbilang sangat rendah. Dengan begitu masyarakat mudah saja menerima tawaran investasi yang sebenarnya sama sekali tidak bisa dilakukan.  

Apalagi pascapandemi covid-19 yang berdampak pada runtuhnya perekonomian masyarakat. Berbagai bentuk investasi dengan iming-iming keuntungan besar dan melihat gaya hidup crazy rich yang menjadi contoh sukses investasi lewat robot trading, sangat menggoda masyarakat. Bahkan hal itu menjadi jalan pintas bagi masyarakat untuk mengangkat kembali perekonomian mereka. 

Mengingat besarnya kerugian yang diderita masyarakat, tentunya harus ada upaya pencegahan modus-modus penipuan serupa. Pemerintah perlu membuat formulasi yang tepat agar tak ada lagi celah yang bisa dimanfaatkan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Edukasi, menjadi kata kunci dari upaya pencegahan. Lembaga pendidikan bersama pemerintah harus menjadi ujung tombak dari upaya edukasi ini.

Perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan yang salah satu fungsinya adalah pengabdian masyarakat. Lembaga ini harus mulai harus mulai mengambil peran dalam upaya edukasi masyarakat, salah satunya lewat edukasi literasi digital. Karena, perkembangan teknologi digital dewasa ini, tidak seiring dengan pertumbuhan tingkat literasi digital masyarakat.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat