visitaaponce.com

Nahdlatul Ulama Afghanistan Diplomasi Damai ala Nahdliyin

Nahdlatul Ulama Afghanistan: Diplomasi Damai ala Nahdliyin
(Dok. Pribadi)

PEMBENTUKAN Nahdlatul Ulama Afghanistan merupakan langkah bersejarah dalam proses pembangunan perdamaian di Afghanistan. Tidak seperti Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) yang tersebar di seluruh dunia, Nahdlatul Ulama Afghanistan merupakan lembaga independen yang secara kelembagaan tidak ada keterkaitan dengan Nahdlatul Ulama di Indonesia.

Organisasi ini merupakan lembaga lokal Afghanistan yang didirikan oleh ulama Afghanistan sendiri, tetapi secara nilai dan gerakan terinspirasi dari Nahdlatul Ulama. Sejak didirikan pada 5 Mei 2014, Nahdlatul Ulama Afghanistan (NUA) telah memiliki lebih dari 22 cabang di berbagai provinsi di Afghanistan, dan mencakup ribuan tokoh ulama setempat, tidak terkecuali Taliban.

 

NUA warna baru

Afghanistan merupakan negara yang terdiri atas banyak kelompok etnik yang berkompetisi satu sama lain. Pasthun merupakan etnik mayoritas di Afghanistan dengan persentase sekitar 42%, diikuti oleh etnik Tajik sebesar 27%, dan sisanya terdiri dari suku-suku lain seperti Hazaras, Uzbeks, Aimaks, Turkmen, Baluchi, dan sebagainya. Kentalnya budaya kesukuan dalam masyarakat Afghanistan membuat masyarakatnya terbagi dalam kelompok-kelompok berdasarkan kesukuan. Dan, tak jarang antarsuku ini berkompetisi untuk berebut kekuasaan di Afghanistan.

Selain kelompok suku, Afghanistan juga terbagi ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan faksi politik. Mengingat hal tersebut, selama ini belum ada organisasi atau gerakan sosial di Afghanistan yang fokus dalam kegiatan keagamaan dan mengangkat isu kebangsaan atau nasionalisme. Nahdlatul Ulama Afghanistan yang diketuai oleh Fazal Ghani Kakar, dalam hal ini menjadi pelopor membangun gerakan kebangsaan yang berbasis kebangsaan bagi negara dengan populasi muslim hampir seratus persen ini.

Membangun identitas sebagai satu ‘bangsa Afghanistan’ merupakan hal penting dalam membangun perdamaian di Afghanistan. Karena, masyarakat Afghanistan sering kali mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari etnik tertentu, bukan sebagai satu bangsa Afghanistan. Jadi, konflik yang terjadi di sana tidak hanya karena adanya intervensi dari kekuatan asing seperti Uni Soviet dan Amerika Serikat. Konflik internal pun menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan dalam proses perdamaian di Afghanistan.

Sebagai organisasi nonpolitik, Nahdlatul Ulama berhasil mengakomodasi ulama dan tokoh-tokoh Afghanistan dari berbagai latar belakang yang berbeda, baik etnik maupun politik, termasuk Taliban. Salah satu tokoh Taliban yang tergabung dalam NUA ialah Maulana Qalamuddin. Ia pernah menjabat sebagai Menteri Agama Afghanistan di masa pemerintahan Taliban pada 1996. Keputusannya itu diambil setelah melakukan beberapa kali dialog dan pertemuan sejak 2011, baik di Indonesia maupun Afghanistan.

Ulama-ulama Afghanistan banyak belajar dari kesuksesan Nahdlatul Ulama untuk membangun rasa cinta tanah air di Indonesia. Dalam sejarah Indonesia, Nahdlatul Ulama berhasil berkompromi dalam penentuan bentuk negara Indonesia, juga dalam konteks pembentukan Pancasila. Kompromi NU tersebut tidak lain bertujuan menjaga persatuan dan kesatuan Indonesia yang terdiri atas beragam etnik dan agama.

Nilai-nilai ahlus sunnah wal jamaah NU yang moderat juga menjadi contoh positif bagaimana ajaran agama seharusnya dijalankan, mengingat konservatisme Islam yang berlangsung di Afghanistan, khususnya dalam kelompok Taliban. Karena itu, untuk mencontoh gerakan yang sudah dijalankan NU dalam konteks pembangunan Indonesia, ulama Afghanistan tidak hanya menggunakan nama Nahdlatul Ulama dalam organisasinya. Lebih dari itu, mereka bahkan mengadopsi nilai-nilai yang sama dengan NU, yaitu tasamuh (toleransi), tawazun (seimbang), tawasuth (moderat), i'tidal (adil), dan dengan ditambahkan satu nilai lainnya yakni musyarakah (konsensus). Tidak hanya itu, bahkan NUA mengadopsi AD/ART NU, juga membuat Pancasila versi mereka sendiri.

MI/Duta

 

Mendudukkan faksi-faksi Afghanistan

Kehadiran Nahdlatul Ulama di Afganistan sebenarnya sudah terjadi sejak 2007 saat NU terlibat dalam upaya pembebasan warga Korea Selatan yang disandera oleh Taliban. Namun, peran NU dalam upaya damai di Afghanistan dimulai sejak 2011, tepatnya setelah penarikan pasukan NATO dari Afghanistan pada 2010.

Saat itu, pemerintah Indonesia masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta keterlibatan NU dalam proses perdamaian di Afghanistan. KH As’ad Said Ali yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PBNU dipercaya untuk menjadi penanggung jawab dalam melaksanakan dialog untuk upaya perdamaian di Afghanistan. Terpilihnya beliau berdasarkan pertimbangan pengalamannya menjadi diplomat di berbagai negara Timur Tengah, merintis pembukaan diplomatik Indonesia-Afghanistan yang sempat terputus. Ia pun menjadi aktor kunci dalam pembebasan sandera Korea Selatan di Afghanistan, juga jurnalis Indonesia di Irak.

Dialog pertama dilakukan pada 2011, bertepatan dengan Harlah ke-85 NU, dengan mengundang perwakilan tokoh-tokoh Afghanistan dari berbagai kelompok. Di antaranya perwakilan pemerintah Afghanistan, kelompok etnik, Taliban, dan kelompok mujahidin lainnya. Walaupun sempat mendapat penolakan, melalui peran dari delegasi Indonesia juga Taliban, dialog itu pun dapat berlangsung dan mendudukkan tokoh-tokoh Afghanistan dari berbagai faksi yang berkonflik untuk bersama membahas masa depan Afghanistan.

Dalam dialog lanjutan yang dilakukan pada 2013 di Afghanistan, Nahdlatul Ulama diberikan kesempatan berbagi nilai-nilai dan pengalaman NU dalam menghadapi berbagai konflik di Indonesia. Juga, bagaimana NU menjaga persatuan dan kesatuan Indonesia. Bahkan, dalam dialog lanjutan lainnya pada 2018 di Jakarta, NUA bekerja sama dengan NU menghadirkan faksi Taliban paling konservatif, yaitu Akunjada dan Haqqani, untuk membahas perdamaian di Afghanistan.

Dialog tersebut menghasilkan memorandum yang berisi poin-poin komitmen bagi seluruh pihak yang terlibat konflik, juga pihak mediator, untuk mendukung perdamaian di Afghanistan. Selain dialog, NU juga mengundang tokoh-tokoh Afghanistan berkunjung ke Indonesia pada 2013 untuk belajar tentang Islam di Indonesia dan bagaimana peran NU dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.

 

Afghanistan pascapenarikan pasukan AS

Setelah dua dekade perang di Afghanistan, Amerika Serikat (AS) pun di bawah pemerintahan Joe Biden akhirnya menarik seluruh pasukannya pada 31 Agustus 2021. Ini merupakan hasil dari pertemuan di Doha antara Amerika Serikat dan Taliban pada Februari 2020. Kedua pihak menghasilkan beberapa kesepakatan. Salah satu di antaranya ialah AS akan menarik pasukannya secara bertahap.

Kepergian pasukan Amerika Serikat dan pengambilalihan kekuasan Afghanistan oleh Taliban menjadi isu yang mendapatkan banyak perhatian dari masyarakat internasional. Dalam pemberitaan di berbagai media telihat kekacauan yang terjadi di Kabul, khususnya di bandara, di mana warga Afghanistan berbondong-bondong memenuhi bandara untuk meninggalkan negara itu. Hal tersebut didasarkan pada ketakutan mereka terhadap pemerintahan di bawah kekuasaan Taliban, ditambah sejarah kelam pemerintahan Taliban di masa lalu.

Kembalinya Taliban pada kekuasaan di Afghanistan juga menimbulkan kekhawatiran dunia internasional termasuk Indonesia. Banyak pihak yang khawatir dengan kemenangan Taliban ini menjadikan inspirasi bagi organisasi-organisasi Islam konservatif lainnya untuk melakukan gerakan sama di negara lain. Namun, KH Mun’im DZ, penulis buku Axeceleration of Peace in Afghanistan, menyatakan bahwa Taliban, meski sebelumnya memiliki kedekatan dengan Al-Qaeda, keduanya memiliki gerakan yang berbeda.

Walaupun memiliki pandangan keislaman yang konservatif, Taliban tidak sama dengan organisasi teroris seperti Al-Qaeda maupun ISIS. Bahkan, merekalah yang melawan ISIS di Afghanistan. Fokus mereka ialah melawan kekuatan asing di Afghanistan seperti Uni Soviet dan Amerika Serikat. Taliban sendiri terdiri atas berbagai faksi, dan di antaranya ada yang moderat.

KH Mun’im juga menambahkan, salah satu tujuan kehadiran NU di Afghanistan ialah untuk mempersiapkan penarikan pasukan asing berlangsung dengan aman. Melihat sejarah, penarikan pasukan Uni Soviet pada 1992 tidak serta-merta memberikan kedamaian di Afghanistan. Setelah kepergian kekuatan asing, Afghanistan kembali jatuh dalam perang sipil untuk memperebutkan kekuasaan, yang kemudian pada akhirnya membuat Taliban berkuasa pada 1996.

Walaupun stabilitas dan kedamaian di Afghanistan belum mencapai hasil yang diinginkan, dengan tidak jatuhnya Afghanistan pada perang sipil setelah penarikan pasukan Amerika Serikat merupakan sebuah pencapaian yang harus diapresiasi. Karena, hal ini menunjukkan proses perpindahan kekuasaan berjalan lebih baik dari sebelumnya pada 1992.

Selain itu, setelah mengambil alih kekuasaan, Taliban memberikan amnesti kepada pihak-pihak yang berseberangan dengan mereka, seperti pegawai pemerintah sebelumnya. Taliban juga memberikan jaminan keamanan kepada pekerja pemerintahan dan pekerja asing. Bahkan kedutaan Rusia dan Tiongkok tetap membuka kantor mereka saat Taliban menguasai Kabul karena Taliban memberikan jaminan keamanan. Dalam konteks keamanan pun, Afghanistan kini dinilai lebih aman karena tidak ada lagi perang bersenjata yang terjadi.

Bukannya perang bersenjata, masalah yang dihadapi Afghanistan kini ialah krisis ekonomi akibat embargo yang dilakukan oleh Amerika Serikat yang membuat jutaan warga negara itu kelaparan. Paham Islam konservatif Taliban juga menjadi permasalahan lain karena hal tersebut memengaruhi bagaimana kebijakan yang dibuat Taliban khususnya untuk isu perempuan. Walaupun sempat menjanjikan pendidikan bagi perempuan, sampai saat ini Taliban masih melarang perempuan menempuh pendidikan tinggi. Bahkan mereka merumahkan yang sebelumnya bekerja di sektor publik.

Dalam pemerintahan, Taliban pun membentuk kabinet yang sangat eksklusif, yang hanya melibatkan kelompok mereka, tanpa melibatkan perwakilan dari berbagai etnik ataupun perempuan. Dengan kondisi itu, Nahdlatul Ulama Afghanistan diharapkan bisa terus berperan untuk membuat perubahan di Afghanistan sedikit demi sedikit. Dalam konteks ini, setiap tahun NUA mengadakan konferensi untuk merespons isu-isu terkini di Afghanistan, juga masukan-masukan bagi pemerintahan Taliban.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat