visitaaponce.com

Deklarasi Anies-Muhaimin, Selamat Tinggal Cebong dan Kampret

Deklarasi Anies-Muhaimin, Selamat Tinggal Cebong dan Kampret 
Gantyo Koespradono(Dok pribadi)

SETELAH sebelumnya diwarnai politik 'ratapan' Partai Demokrat yang merasa 'dikhianati', Partai NasDem dan teman koalisinya, Sabtu (2/9) petang, akhirnya mendeklarasikan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Amin), masing-masing sebagai calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

Deklarasi Amin yang dilakukan di Surabaya, Jawa Timur itu berlangsung semarak karena kehadiran para kader Partai NasDem dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu mengucapkan selamat datang kepada PKB dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan.

"Pertama PKS menyambut baik dan mengucapkan ahlan wasahlan wa marhaban atas bergabungnya PKB dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan yang mengusung Bapak Anies Rasyid Baswedan sebagai bakal calon presiden pada Pilpres 2024," kata Presiden PKS Ahmad Syaikhu di DPP PKS, Pasar Minggu, Jaksel, Sabtu (2/9). 

"Insyaallah ini semakin mengokohkan dan Insyallah semakin optimis meraih kemenangan Pilpres 2024 untuk mewujudkan Indonesia yang adil, sejahtera dan bermartabat," lanjut Syaikhu seperti disitat detik.com (2/9), seraya meminta maaf atas ketidakhadirannya di acara deklarasi tersebut.

Bertindak sebagai penyelenggara dan tuan rumah acara tersebut adalah PKB. Orang-orang PKB menyebut deklarasi Anies-Muhaimin di Hotel Majapahit itu sebagai acara 'PKB menerima pinangan NasDem'.

Peristiwa ini sekaligus menempatkan NasDem sebagai partai pelopor yang selalu berada di urutan pertama dalam pendeklarasian bakal calon presiden dan wakil presiden. Pada Pilpres 2014 dan 2019, Partai NasDem-lah yang pertama kali mengusung/mencalonkan dan mendeklarasikan Joko Widodo (Jokowi) sebagai capres.

Konsisten dengan keputusannya, waktu itu, partai ini bahkan merasa perlu mencantumkan kata-kata Jokowi For President di tubuh jet pribadi milik sang ketua umum, Surya Paloh.

Saya tidak tahu, apakah hal serupa masih akan dilakukan saat partai ini memutuskan untuk menduetkan Anies dengan Cak Imin (panggilan akrab Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar).

'Sejarah' politik tak bisa terbantahkan, masuknya PKB ke kubu Koalisi Perubahan untuk Persatuan (baca: NasDem), memang betul-betul tak terduga. Muncul kesan tiba-tiba atau dadakan.

Ya, siapa sangka? Sepekan sebelumnya, Cak Imin dan partainya masih berada di kubu Prabowo Subianto. Di sana, Cak Imin pun terkesan masih sangat pede meminta 'jatah' sebagai bakal cawapres kepada Prabowo yang tentu saja membuat Ketua Umum Gerindra bingung bagaimana cara menolaknya?

Bagaimana Prabowo dan timnya tidak bingung, sebab Cak Imin tidak termasuk hitungan menjadi bakal cawapres seperti halnya AHY di Koalisi Perubahan untuk Persatuan. Saya menduga yang ada di kantong Prabowo, sosok yang layak digadang jadi cawapres kalau tidak Airlangga Hartarto, ya Erick Tohir.

Cak Imin sendiri, menurut saya, dalam hati kecilnya juga tidak yakin Prabowo bakal memenuhi permintaannya agar dicawapreskan. Oleh sebab itu bisa dipahami jika Muhaimin dan juga PKB menyambut positif ajakan- warga PKB mengistilahkan dengan pinangan- Partai NasDem (Surya Paloh) untuk bekerja sama di Koalisi Perubahan untuk Persatuan dan ditawari sebagai bakal cawapres mendampingi Anies.

Hal biasa

Bak mendapatkan durian runtuh, tawaran itu disambut positif PKB dan Cak Imin. Proses deal politik itu tidak sampai sepekan. Cak Imin bahkan saat memberikan sambutan dalam acara deklarasi menyebut hanya tiga hari. Namun, gara-gara itu Partai Demokrat (AHY dan ayahnya, SBY) mutung, menganggap Anies Baswedan dan Partai NasDem sebagai 'pengkhianat'. 

Padahal dalam politik, hal-hal seperti ini sudah biasa. Masyarakat pun maklum, saat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan maju kembali sebagai capres pada Pilpres 2009, ia pernah memplot Hidayat Nur Wahid dari PKS sebagai cawapresnya. Namun, di ujung perjalanan, SBY menggantinya dengan Budiono. Mutungkah PKS? Tidak.

Juga apa bedanya PKB dan Cak Imin yang hengkang dari Koalisi Indonesia Maju (Prabowo)? Sampai saat ini, Gerindra dan Prabowo tidak meratap, marah atau kecewa lantas menganggap Cak Imin sebagai pengkhianat. Gerindra bahkan mengucapkan selamat berjuang kepada Cak Imin dan berharap Cak Imin bisa menjalani proses pencalonannya sebagai capres mendatang dengan baik.

Semoga apa yang dilakukan Gerindra bisa membuka mata Partai Demokrat, khususnya AHY dan SBY, sehingga bisa menghadapi kenyataan dinamika politik yang dialami dengan tegar dan gagah perkasa. Bukan dengan meratap, merintih, playing victim, atau minta dikasihani, atau mengelus dada 'sakitnya ada di sini'.

Beberapa jam setelah mengetahui Koalisi Perubahan untuk Persatuan sepakat mengusung Anies-Muhaimin, Demokrat menyatakan keluar dari Koalisi Perubahan Persatuan. Keputusan ini tentu menjadi hak Demokrat. Masih ada waktu bagi Demokrat untuk bergabung dengan kubu Prabowo atau PDIP. 

Toh selama ini, saat Demokrat masih aktif di Koalisi Perubahan untuk Persatuan, AHY beberapa kali sudah melakukan komunikasi politik ke para elite PDIP. Saya kira, komunikasi politik itu bisa terus dilanjutkan. Siapa tahu PDIP bisa mengobati 'sakit hati ini' Demokrat, dan AHY dipasangkan dengan Ganjar Pranowo. Ngarep kan boleh wong tak melanggar aturan perundangan.

Saat artikel ini ditulis tersiar kabar, Demokrat akan membentuk poros baru bersama PKS dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Kalau kabar itu benar, juga bukan sesuatu yang luar biasa. Dalam politik ini juga sah-sah saja.

Persoalannya, beranikah PPP meninggalkan PDIP? Relakah PDIP ditinggal PPP sehingga berjuang sendirian mengusung Ganjar? Begitu pula, beranikah PKS meninggalkan Koalisi Perubahan untuk Persatuan dan bergabung dengan poros baru yang digagas Demokrat, yang belum tentu memiliki prospek jika mengajukan pasangan capres-cawapres sendiri?

Kita menduga (kalau benar, ya), poros itu dibentuk hanya untuk menyiapkan kendaraan bagi AHY agar bisa menjadi bakal calon presiden. Untuk diketahui (maaf), AHY adalah 'kartu mati' dalam Pilpres 2024. Saya gampang kok membuktikannya.

Begini, istri saya awam berpolitik. Dengan polos dia bertanya, "Ada apa sih dengan AHY dan Demokrat pascabergabungnya PKB ke NasDem?"

Malas saya menjelaskannya. Saya hanya mengajukan pertanyaan dengan berandai-andai, "Mana yang akan kamu pilih jika ada dua pasangan capres cawapres; Ganjar-AHY atau Anies-Muhaimin?" Istri saya langsung menjawab, "Anies-Muhaimin." Saya sama sekali tidak mempengaruhi, lho.

Kembali ke deklarasi Anies-Muhaimin di Surabaya. 'Pinangan' NasDem secara resmi sudah diterima PKB. Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar sudah dideklarasikan masing-masing sebagai calon presiden dan wakil presiden.

Bersatunya NasDem, PKB dan PKS dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan menjadi unik sebab PKB dan PKS meski sama-sama berbasiskan Islam, keduanya berbeda mazhab/aliran.

Jika koalisi ini tetap kompak hingga hajatan Pilpres 2024, kita mesti beri apresiasi kepada Partai NasDem yang sukses mewujudkan misi untuk meniadakan polarisasi dan politik identitas pada Pilpres 2024.

Saya bisa pahami jika dengan berapi-api, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh saat memberikan sambutan sore ini (Sabtu 2/9) berujar, "Selamat tinggal politik cebong dan kampret. Selamat datang politik kebinekaan."

Selamat berkontestasi dengan riang gembira demi NKRI ke depan jauh lebih baik.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat