visitaaponce.com

Menyoal Kata Bajingan dan Geruduk Massa

Menyoal Kata Bajingan dan Geruduk Massa
(Dok. Pribadi)

BAGAIMANA memandang istilah ‘bajingan’ dalam pernyataan Rocky Gerung di forum diskusi buruh yang menolak UU Cipta Kerja pada 10 Agustus lalu?

Rocky mengkritik kebijakan Jokowi soal IKN, UU Cipta Kerja, dan kepentingan politiknya. Kata ‘bajingan tolol’ yang dipakai Rocky menimbulkan polemik yang diikuti aksi sekelompok orang yang menuntut kepolisian menangkap dan melarang Rocky untuk bicara di sebuah diskusi. Sebagian pihak menganggap pernyataan Rocky itu keterlaluan sehingga melaporkannya ke polisi dengan pasal-pasal ujaran kebencian, hasutan, atau penyebaran berita bohong.

Bila polisi memproses laporan itu dan menerapkan pasal-pasal bermasalah dalam UU ITE, KUHP, atau UU lainnya, itu sama dengan menempatkan kepolisian sebagai alat politik pembungkaman kritik.

Sejak Januari 2019 hingga Mei 2022, Amnesty mencatat setidaknya 332 orang menjadi korban penyalahgunaan pasal-pasal bermasalah dari UU tersebut. Pemantauan kami selaras dengan SAFEnet yang mencatat setidaknya 500 orang sepanjang 2013-2022 dilaporkan dengan pasal-pasal serupa. Mayoritas pelapor ialah pejabat publik dan pihak yang merasa mewakili institusi yang membuat laporan dugaan pencemaran nama baik atau ujaran kebencian.

Mari kita telaah ujaran Rocky. Sebuah kata dapat diartikan secara literal dan nonliteral dengan merujuk arti lebih luas. Pilihan gaya bahasa dapat menguak perasaan melalui susunan bahasa yang indah atau bernada keras sehingga menimbulkan arti tertentu.

Istilah itu kerap dipakai dalam karya seni. Dalam lagu Bertaut, penyanyi Nadin Amizah memakai istilah itu dalam percakapan dengan ibunya, yang bagi sebagian orang mungkin terdengar tidak pantas, termasuk dinilai merusak harmoni lagunya. Begini bait pertamanya:

 

Bun, hidup berjalan seperti bajingan.

Seperti landak yang tak punya teman.

Ia menggonggong bak suara hujan.

Dan kau pangeranku, mengambil peran.

 

Lalu, musikus yang lagu-lagunya dikenal lembut, Ananda Badudu, tiba-tiba memakai kata itu di lagu berjudul Bangun Bajingan yang merupakan kritik Ananda setelah ditangkap polisi secara sewenang-wenang pada 2019.

 

Akulah kuasa, kau hanyalah siapa.

Akulah kuasa, takkan ada merdeka.

Bangun bajingan, diam lihatlah.

Bangun bajingan, berdiri dan lawan.

 

Demikian pula penyanyi kawakan Iwan Fals yang dikenal dengan lagu-lagu kritik sosial di era Orba. Di tengah ramainya pemberitaan kasus Sambo, ia memakai kata bajingan dalam lagu yang mengisahkan sekelompok polisi terkait dengan bisnis narkoba, mafia, dan matinya polisi.

 

Kisah sekelompok polisi bajingan di negeri sana.

Yang terkait dengan bisnis narkoba.

Terlibat perseteruan dengan mafia.

Yang akhirnya mati semua.

 

Semua pilihan kata dan gaya bahasa dalam lagu Iwan, Nadin, dan Ananda, atau Rocky memiliki kesamaan, yaitu sama-sama merupakan kritik. Kritik menggunakan istilah itu hanya menunjukkan jika mereka mencoba membawa alegori, satire, dan paradoks yang semuanya masih tergolong sebagai ekspresi pendapat yang sah. Makna kata, istilah, atau teks yang digunakan mereka untuk memberikan kritik jelas sangat dipengaruhi konteks.

Dalam kasus Rocky, konteksnya ialah ekspresi kritik terhadap kebijakan negara. Keseluruhan pidatonya memuat pesan kritik atas UU Cipta Kerja dan pembangunan ibu kota negara yang baru. Ia menolak kebijakan itu karena merugikan buruh dan mendukung rencana para buruh yang mengekspresikan penolakannya melalui demonstrasi.

Bukankah pemerintah pernah meminta kritik yang pedas dan keras? Bukankah setiap kritik harus dilihat sebagai wujud kepedulian, sebagaimana pernah disampaikan Jokowi dalam pidato kenegaraan Agustus 2019? Saat itu Jokowi menyatakan bahwa ‘kritik harus diterima sebagai wujud kepedulian’.

Lalu, pada Februari 2021, Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengatakan pemerintah perlu dikritik. Tidak tanggung-tanggung, Seskab meminta kritik yang pedas dan keras. Begini persisnya, “Kita memerlukan kritik yang terbuka, kritik yang pedas, kritik yang keras karena dengan kritik itulah pemerintah akan membangun dengan lebih terarah dan lebih benar.”

Rocky memakai gaya bahasa perbandingan dan pertentangan yang memang cenderung hiperbola dan satire, yaitu antara bajingan tolol dan bajingan pintar, serta antara kelas penguasa dan buruh yang ditempatkannya ke dalam sebuah antitesis sekaligus ironi. Namun, itu bukan untuk memicu atau menghasut kebencian berbasis suku, agama, atau ras dan asal-usul kebangsaan.

Ia juga tidak sedang menghina pribadi Jokowi. Meski menyebut Jokowi sebagai personifikasi sasaran kritik, ia meletakkannya pada jabatan presiden yang sekaligus membentuk depersonifikasi. Frasa itu sulit dipisahkan dari keseluruhan ungkapan kritiknya yang merupakan satu kesatuan dengan frasa tersebut.

Demikian pula kritik atas pembangunan IKN Nusantara dan UU Cipta Kerja. Banyak kalangan masyarakat sipil yang mengkritik. Bukan hanya Rocky. Karena itu, sulit dikatakan bahwa kritiknya ditujukan kepada pribadi Jokowi.

Dilihat dari perspektif HAM, ujaran Rocky tidak dapat dianggap sebagai masalah hukum, apalagi kriminal. Sasaran kritiknya jelas diarahkan kepada proyek IKN dan UU Cipta Kerja yang memang merupakan objek kebijakan negara yang sah untuk dikritik.

Lagi pula, hukum HAM internasional tidak memiliki konsep formal ‘ujaran kebencian’. Jika ujaran itu menimbulkan diskriminasi, permusuhan, dan hasutan untuk melakukan kekerasan terhadap seseorang yang dituju, ujaran itu tentu bisa dibatasi.

Itu pun jika diskriminasi, permusuhan, dan hasutan itu ditujukan untuk merendahkan karakter manusia yang dilindungi hukum internasional. Misalnya, suku, agama, ras, dan asal-usul kebangsaan.

Setiap negara wajib memastikan setiap orang dijamin untuk menyatakan pendapatnya tanpa rasa takut akan ancaman. Itu berlaku bagi pendapat yang dinyatakan secara lisan ataupun tulisan, baik ekspresi seni maupun ekspresi politik, seperti pidato di forum diskusi.

Kalaupun kepolisian didesak untuk melindungi nama baik Jokowi sebagai pribadi, pihak kepolisian harus mempertimbangkan hak-hak asasi manusia. Kepolisian harus benar-benar memastikan penegakan hukum untuk perlindungan nama baik seorang Jokowi harus benar-benar dengan memastikan kebebasan berpendapat seorang Rocky dihormati.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat