visitaaponce.com

Mari Bercerita

Mari Bercerita
(Dok. Pribadi)

RATU Olympias berperan besar membentuk keyakinan Alexander sebagai putra Dewa Zeus. Ia menceritakan mitologi keluarga mereka yang terkait dengan dewa. Salah satu cerita populer ialah Zeus, dewa utama Yunani, berubah menjadi ular dan membuahi Olympias, menjadikannya ibu Alexander.

Olympias memanfaatkan kepercayaan dan budaya masyarakat kuno yang percaya pada campur tangan dewa. Pemahaman mitologi Yunani dan keilahian dewa-dewa sangat kuat pada masa itu cukup memengaruhi pikiran Alexander. Keluarga kerajaan, termasuk Olympias, mendukung klaim keturunan Ilahi Alexander secara terbuka, meningkatkan keyakinan publik akan keterhubungannya dengan dewa.

Olympias juga mengadakan upacara keagamaan khusus yang mempertegas keyakinan akan status ilahi Alexander. Pengaruh psikologis, termasuk pendekatan emosional, digunakan Olympias untuk memastikan Alexander percaya akan keturunan Ilahinya.

Penanaman keyakinan itu sejak muda memengaruhi pandangan dunia dan kepribadian Alexander, menjadi faktor penting yang membentuk ambisi besar salah satu pemimpin terbesar sepanjang sejarah, Alexander Agung.

Penting membedakan antara catatan sejarah yang terverifikasi dan interpretasi dari kejadian masa lalu. Klaim keturunan Ilahi Alexander ialah salah satu dari banyak elemen dalam sejarah Yunani kuno yang memiliki aspek mitologis yang melekat.

Tentu saja klaim itu diwariskan melalui penulisan sejarah, catatan keluarga kerajaan, dan pengajaran sehari-hari yang lebih formal. Namun, catatan-catatan tersebut tidak akan banyak gunanya, jika Olympias tidak mengulang secara konsisten cerita tersebut hingga membentuk keyakinan bahwa Alexander ialah keturunan Dewa Zeus terpatri dalam dirinya.

 

Metode bercerita 

Bercerita ialah metode kuno yang telah digunakan selama berabad-abad untuk mentransmisikan pengetahuan, nilai, dan pengalaman dari satu generasi ke generasi berikutnya. Di dunia pendidikan modern, bercerita menjadi salah satu metode yang efektif untuk memfasilitasi pembelajaran yang mendalam dan memikat bagi siswa.

Jerome Bruner (1986) dalam bukunya, Actual Minds, Possible Worlds, membahas konsep penceritaan dan pentingnya cerita dalam proses pemikiran manusia. Ia menggambarkan bagaimana manusia menggunakan cerita membentuk dunia dan membentuk persepsi mereka tentang realitas.

Bruner mengamati bahwa manusia secara alami cenderung menggunakan cerita membentuk persepsi mereka tentang realitas dan membayangkan kemungkinan-kemungkinan baru. Sejalan dengan Bruner, Kendall Haven (2007), dalam bukunya, Story Proof: The Science Behind the Startling Power of Story, membahas secara mendalam tentang bagaimana cerita memengaruhi pikiran, emosi, dan tindakan manusia. Ia memanfaatkan penelitian neurosains menjelaskan kekuatan cerita dalam memengaruhi persepsi dan pemahaman kita terhadap dunia.

Pemikiran manusia, menurut Bruner (1986), lebih dari sekadar mengolah fakta-fakta. Penceritaan ialah cara manusia mengorganisasi dan memahami dunia di sekitar mereka. Cerita memungkinkan manusia membuat makna pengalaman mereka, mengaitkan informasi, dan membentuk struktur kohesif pengetahuan.

Cerita memiliki kunci penting dalam membentuk persepsi dan pemahaman manusia. Dia menjelaskan cerita mampu membentuk cara manusia memandang dunia, memberikan arti pada pengalaman, dan merangkul kehidupan. Selain itu, Haven menggali bagaimana cerita memengaruhi tindakan dan sikap manusia, bahkan mampu mengilhami tindakan yang signifikan dalam kehidupan seseorang (Haven, 2007).

Dalam konteks pembelajaran, Bruner menekankan pentingnya menggunakan elemen cerita dalam pengajaran. Guru yang efektif tidak hanya menyampaikan fakta dan informasi, tetapi juga merangkai informasi tersebut dalam bentuk cerita yang menarik. Dengan menceritakan kisah, guru dapat membantu siswa memahami konsep-konsep yang kompleks dan mengaitkan materi pelajaran dengan pengalaman pribadi mereka.

Dengan menggunakan cerita dalam konteks pendidikan, menurut Haven (2007), pendidik dapat menciptakan pengalaman belajar yang lebih menarik, interaktif, dan bermakna bagi siswa. Dalam hal ini, cerita bukan hanya alat menyampaikan informasi, melainkan juga sarana merangsang pikiran, membangkitkan emosi, dan mempromosikan pemahaman yang lebih mendalam.

Penggunaan cerita dalam pendidikan dapat memicu imajinasi, meningkatkan daya ingat, dan memfasilitasi pemahaman yang lebih mendalam. Bruner mendorong integrasi penceritaan dalam pendidikan sebagai sarana menginspirasi dan membentuk pikiran manusia, memungkinkan mereka melihat 'dunia yang mungkin' melalui cerita-cerita yang membuka pintu bagi kemungkinan-kemungkinan baru.

 

Bercerita atau berceramah?

Pendekatan komunikasi dalam dunia pendidikan memainkan peran penting dalam mentransfer pengetahuan dan membentuk pemahaman. Dalam konteks ini, dua metode yang sering digunakan ialah 'bercerita' dan 'berceramah'. Meskipun keduanya tampak serupa, ada perbedaan penting dalam pendekatan, tujuan, dan efeknya terhadap pembelajaran.

Bercerita ialah seni menceritakan cerita atau pengalaman kepada orang lain. Dalam konteks pembelajaran, bercerita melibatkan penggunaan cerita menyampaikan informasi atau konsep kepada para pendengar. Cerita dapat membuat pembelajaran lebih menarik, memudahkan pemahaman, dan membangun koneksi emosional dengan materi (Bruner, 1986; Haven, 2007).

Salah satu kekuatan bercerita ialah kemampuannya menggambarkan konteks dan membawa materi hidup. Dengan menciptakan cerita yang memikat, pendengar dapat lebih mudah memahami dan meresapi informasi. Bercerita juga memungkinkan adanya ruang interpretasi pribadi, pengembangan imajinasi, dan pengaitan dengan pengalaman hidup masing-masing.

Di sisi lain, berceramah menurut Donald A Bligh (1998), penulis buku What's the Use of Lectures? Ialah metode penyampaian informasi secara lisan kepada audiensi. Berceramah cenderung memiliki struktur yang lebih formal dan terorganisasi, sering kali dengan tujuan mendidik, menginformasikan, atau membimbing. Pemateri dalam berceramah bertanggung jawab menyajikan konten dengan jelas dan logis.

Dalam mencapai tujuan pendidikan yang efektif, penting untuk memanfaatkan kekuatan dari dua metode, yaitu bercerita dan berceramah. Penggabungan elemen-elemen bercerita membantu menghidupkan materi pelajaran dan menjadikannya relevan bagi para siswa. Saat cerita menyatu dengan struktur penyampaian formal, seperti ceramah, hal ini menciptakan konteks yang jelas dan terstruktur, yang mampu membangun pengalaman pembelajaran yang kuat dan berkesan.

Namun, dalam menerapkan kombinasi ini, kita harus selalu memperhatikan perkembangan anak, sesuai dengan pandangan Marzano (1985). Penting bagi pendidik untuk memastikan bahwa pertumbuhan sikap, keterampilan, dan pengetahuan anak seimbang dengan tahap perkembangan usia mereka.

Pada tingkat sekolah dasar hingga menengah pertama, fokus utama haruslah pada pengembangan sikap dan keterampilan yang membentuk fondasi kuat bagi pengetahuan yang lebih kompleks di masa mendatang. Dengan demikian, pendidikan yang holistis dan efektif harus mempertimbangkan kedua metode ini dengan bijak, sejalan dengan tumbuh kembang anak. Mari bercerita untuk siswa kita!

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat