visitaaponce.com

Memperingati Hari Bakti Dokter Indonesia Ke-116, Kebangkitan Dokter Indonesia

Memperingati Hari Bakti Dokter Indonesia Ke-116, Kebangkitan (Dokter) Indonesia
Moh Adib Khumaidi, Ketua Umum PB IDI (MI/HO)

HARI Bakti Dokter Indonesia sebagai bagian dari Hari Kebangkitan Nasional adalah momentum memperkuat komitmen para dokter Indonesia kepada Negara dan Rakyat Indonesia. 

Sejarah dokter Indonesia sejak Boedi Oetomo pada saat itu yang mengilhami para dokter Indonesia untuk mengkritik pemerintah kolonial dengan menawarkan metode, cara berpikir, dan metafor-metafor biologis dan fisiologis baru untuk mengevaluasi masyarakat kolonial dan penyakitnya pada saat itu. 

Para dokter Indonesia mempunyai posisi yang sangat strategis untuk mendiagnosis “tubuh sosial” masa kolonial kemudian melakukan terapi intervensi yang tepat. Komitmen terhadap ilmu kedokteran itulah yang mengilhami sejumlah mahasiswa atau pemuda untuk mempunyai imajinasi negara baru merdeka dan sehat.

Baca juga : IDI Gelar Beragam Bakti Sosial Kesehatan di Puncak Hari Bakti Dokter Indonesia 2024

Teori evolusioner, terutama teori sosial dari Darwinisme Herbert Spencer, yang memperkuat kecenderungan untuk menganalisa proses sosial sebagai proses biologis. Di sinilah peran profesi dokter yang berada dalam posisi unik dalam mendiagnosis patologi problem sosial, mengidentifikasi sifat dan tekanan yang melekat dalam proses evolusi sosial dan memberikan resep terapetik dengan usulan strategis untuk menyelesaikan problem sosial tersebut. 

Sudah menjadi fakta sejarah bahwa proses pembentukan fondasi negara Indonesia pada awal abad kedua-puluh, telah menempatkan keberadaan figur dokter-dokter bumiputra sebagai pelopor semangat nasionalisme dan kesadaran berbangsa. 

Eratnya jalinan benang merah keberadaan dokter dengan lahirnya semangat tersebut tidak terlepas dari watak yang dibentuk oleh proses pendidikan kedokteran dan sumpah serta etika yang harus dipatuhinya sebagai seorang dokter. 

Baca juga : IDI Serukan Kampanye Dokter untuk Rakyat dalam HBDI ke-115

Dokter adalah figur yang mengabdikan profesinya, tanpa dipengaruhi pertimbangan-pertimbangan agama, kedudukan sosial, jenis kelamin, suku dan politik kepartaian. Artinya, dalam pekerjaan keprofesiannya dokter sarat dengan nilai kesetaraan. 

Sebuah nilai yang dapat menumbuhkan rasa ketertindasan yang sama akibat proses penjajahan pada masa itu, yang akhirnya menimbulkan rasa kebangsaan yang kemudian dapat berkembang menjadi rasa nasionalisme. 

Tidak mengherankan jika pada periode 1908, kelompok pertama yang memiliki semangat nasionalisme adalah dokter. Inilah yang menjadi embrio kesadaran berbangsa yang pada gilirannya melahirkan semangat kebangkitan nasional. 

Baca juga : Sambut Pekan Imunisasi Dunia 2024, Tenaga Kesehatan Garda Terdepan Sukseskan Vaksinasi Lengkap

Dokter Wahidin Sudirohusodo--penggagas berdirinya Boedi Oetomo—menyadari keterbelakangan dan ketertindasan rakyat harus dihadapi melalui organisasi yang dapat memajukan pendidikan dan meninggikan martabat bangsa. Sejarah mencatat, 20 Mei 1908 organisasi Budi Utomo lahir. Hari lahir tersebut kemudian diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Sebuah awal kebangkitan bangsa yang bertujuan untuk mencapai kehidupan bangsa yang terhormat. 

Boedi Oetomo kemudian bukan hanya milik para dokter. Organisasi ini menjadi milik bersama yang dijalankan (untuk pertama kalinya) juga oleh tokoh pemerintahan pada waktu itu (sebagai ketuanya), penulis, opsir, dll. 

Kemudian, dalam peran kesejarahannya, kiprah dokter-dokter dan generasi penerusnya—dalam konteks kebangsaan—terus berlanjut, baik di zaman pendudukan tentara Jepang, fase perang kemerdekaan, masa mempertahankan kemerdekaan dan sampai hari ini, mengisi kemerdekaan melalui pengabdian profesi menurut ukuran dan standar tertinggi. 

Baca juga : Peluang Uji Material UU Kesehatan Pascapenolakan Uji Formal oleh MK

Di HBDI ke-113 ini apakah tujuan untuk mencapai kehidupan bangsa yang terhormat sebagaimana dicita-citakan untuk pertama kalinya oleh para dokter tersebut sudah tercapai? Apakah keberadaan dokter—yang ditunjang oleh sistem praktiknya—saat ini dapat berperan seutuhnya terkait dengan kontribusi profesi kedokteran dalam menggapai cita-cita menciptakan bangsa yang terhormat tersebut? 

Marilah kita lihat jawabannya dengan melihat realitas dan ukuran objektif kondisi kehormatan sebuah bangsa, melalui beberapa indikator yang dapat mencerminkan hal tersebut: dalam“setting”sehat sakitnya sebuah bangsa. 

Dan marilah kita cermati pula di tengah bangkitnya kesehatan global yang berdampak pada status dan peran sosial dokter Indonesia yang mulai terkikis . 

Para dokter Indonesia yang dulu dominan di panggung nasional saat ini hanya menjadi subordinat dalam prakarsa kesehatan global , bahkan peran-peran profesi sebagai subyek telah tereduksi dengan regulasi dan berkembangnya liberalisasi jasa kesehatan. 

Apabila hipotesis tentang kondisi bangsa Indonesia sebagai bangsa yang sedang sakit dari sisi fisik-mental-sosial, kemudian terbukti benar. 

Para dokter harus berkontribusi lebih aktif untuk menyehatkan bangsa ini. Dokter harus segera merevitalisasi peran komprehensif pengabdiannya. Sebagai sosok profesional-cendekia, dokter selain berkontribusi dalam upaya menyehatkan fisik masyarakat, secara simultan juga harus berupaya mengintegrasikan upayanya dalam proses penyehatan mental dan sosial masyarakat. 

Untuk saat ini, apabila peran dokter akan direvitalisasi, dengan harapan mampu melakukan intervensi menyeluruh terhadap permasalahan kesehatan bangsa (fisik-mental-sosial), mungkin akan muncul skeptisisme di tengah-tengah masyarakat. 

Sikap skeptis ini wajar karena selama ini peran dokter lebih terlihat pada upaya penyehatan fisik. Proses reduksi peran dokter yang tidak disadari dan telah berlangsung sekian lama, ternyata telah memarjinalkan fungsi dokter. Persepsi sosial hari ini, sosok dokter tidak lebih dari seorang agent of treatment. 

Dewasa ini, para dokter telah terjebak pada rutinitas profesionalisme yang sempit. Wawasan dokter saat ini  hanyalah memahami  mempelajari segala sesuatu tentang penyakit. Akibatnya kewajiban untuk menyehatkan rakyat hanya sekadar menganjurkan minum obat dan supplemen  serta mengobati pasien yang sakit. 

Dokter lupa bahwa selain melakukan intervensi fisik, juga harus berperan dalam intervensi mental dan sosial di tengah masyarakat. Dokter sebagai seorang profesional-cendekia dalam kiprahnya melekat tanggung jawab sebagai agent of change sekaligus agent of development untuk masyarakat. 

WHO menggambarkan peran dokter sebagai seorang professional-cendekia ini sebagai ”the five star doctors”, yaitu dokter-dokter yang tidak hanya memiliki kompetensi sebagai medical care provider, namun juga melekat pada dirinya kompetensi-kompetensi lain, yaitu sebagai community leader, decision maker, communicator dan sebagai seorang manager. 

Mimpi para dokter nasionalis Indonesia telah meredup. Peringatan Hari Kebangkitan Nasional yang juga sebagai Hari Bakti Dokter Indonesia dihadapkan dengan kondisi kontradiktif era modernitas pelayanan kesehatan, liberalisasi jasa kesehatan, menurunnya nilai etika dan kesejawatan, tujuan finansial yang dikedepankan daripada idealisme yang pernah mewarnai profesi dokter ini di masa lalu . 

Nilai-nilai dalam profesi dokter yang sudah digaungkan para pendahulu menjadi sebuah semangat berkumpulnya para dokter Indonesia berkumpul dalam suatu perkumpulan, sehingga akhirnya pada September 1950 para dokter Indonesia yang telah terikat selama 40 tahun (1911-1950) dalam suatu ikatan nasional yang bersejarah, setelah turut memperjuangkan kemerdekaan, mempertinggi derajat dan nilai kesehatan dan kesejahteraan rakyat Indonesia dan umat manusia, akhirnya berkumpul dalam satu Ikatan Dokter Indonesia (IDI). 

Semangat nilai-nilai tersebut tertuang dalam akte pendirian IDI yang menjadi dasar perjuangan IDI kesehatan dan dalam Hari Bakti Dokter Indonesia yang ke- 116 ini maka refleksi perjuangan dokter di era 1908 dan kemerdekaan diimplementasikan dalam bentuk perjuangan juga saat ini melalui gerakan Dokter untuk Bangsa. 

Gerakan Dokter untuk Bangsa yang dikaitkan dengan semangat dokter Indonesia membangun kembali kehormatan dan ketahanan (nasional) bangsa melalui gerakan  sinergi kolaborasi untuk negeri yang menghimpun dan mengerahkan segenap potensi dokter, tenaga kesehatan dan potensi masyarakat untuk menyehatkan bangsa.  

Diharapkan gerakan ini akan semakin memperkokoh peran dokter saat ini ditengah dinamika perkembangan dunia kedokteran dan Kesehatan global serta membuat arah strategis Kesehatan untuk Indonesia Maju mempersiapkan  masa depan Kesehatan Rakyat  Indonesia  menuju Indonesia Emas 2045. 

Menuju Ke-116 HBDI dan Kebangkitan Nasional, sekali lagi, dokter bersama-sama pemerintah, masyarakat dan semua komponen stake holder kesehatan dan non kesehatan harus menata dan merekonstruksi sistem kesehatan nasional yang memungkinkan peran komprehensif , sinergi dan kolaborasi tersebut dapat diterapkan. 

Keberhasilan revitalisasi peran ini akan merperkokoh dan memperkuat komitmen dalam Hari Kebangkitan nasional ini menjadi “Kebangkitan (Dokter) Nasional “ untuk pertahanan dan ketahanan kesehatan bangsa . 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat