Kata-Kata Harus jadi Instrumen Politisi
SEORANG politikus harus pandai berargumentasi lewat kata-kata. Aktivitas bericara penting dalam menggelorakan demokratisasi di sebuah negara. Kritik argumentatif muncul dari kata-kata. Di sinilah pentingnya para politisi bisa berbicara dalam segala gayanya. Kata-kata itu jadi alat atau instrumen bagi para politisi.
Demikian mengemuka dalam diskusi peluncuran buku Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah berjudul 'Gelora Kata-kata, Seputar Demokrasi dan Musuh-Musuhnya'.
Dalam diskusi tersebut, hadir sebagai pembicara Anggota F-PKS DPR RI Mahfuz Sidik, akademisi Rocky Gerung, dan moderator Jessica Wowor. Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon juga turut hadir. Tak ketinggalan sang penulis Fahri Hamzah hadir mejadi pembicara utama di akhir pertemuan.
Baca juga : Fahri Hamzah Nilai Pemilu Serentak Justru Beri Dampak Buruk
Mahfuz yang menjadi pembicara pertama mengungkap latar pergaulan Fahri hingga menjadi politikus. Katanya, Fahri besar di luar lingkungan berkultur Jawa. Fahri adalah orang NTB dan istrinya dari Sumatera Barat. Di dunia politik, dia juga punya kawan akrab bernama Anis Mata. Bahkan, sebelumnya di dunia pergerakan ia berkenalan dengan Ihsan Tanjung. Lingkungan orang disekitarnya telah membentuk karakter Fahri yang lantang bicara.
“Dari Adi Sasono, Fahri belajar nilai-nilai kerakyatan. Dan yang patut dipuji dari seorang Fahri adalah dia orang yang sangat ikhlas dalam beride,” nilai Mahfuz. Buku yang menjadi tema diskusi ini sebetulnya adalah kumpulan postingan di akun Twitter Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) itu. Semua kritik, pikiran, dan isi hati disampaikan apa adanya setiap kali mempublikasikan Twitter-nya.
Rocky Gerung yang tampil menjadi pembicara kedua menyatakan, buku yang dirilis ini sangat tepat waktunya saat kata-kata seringkali disalahpahami penguasa.
Baca juga : Pemerintah Diminta Tuntaskan Kekurangan Bantuan Masyarakat NTB
Menurut Gerung, buku Fahri tersebut berisi pikrian-pikiran pendek yang membongkar kebohongan dan kepalsuan. “Buku atau kata adalah fondasi bernegara kita,” ucapnya.
Buku yang merupakan media menuangkan kata-kata dan pikiran idealnya jadi kewajiban para politisi untuk dimiliki dan dibaca. Dan infrastruktur bernegara adalah buku. Bahkan, konstitusi negara kita awalnya merupakan perang kata-kata dalam sebuah perdebatan bagaimana mendirikan negara.
“Kata-kata adalah peralatan politisi. Kini, berdemokrasi bisa dilakukan lewat twitter. Untuk itu saluran berdemokrasi ini tidak boleh dibendung dengan memblokir saluran internet,” tutur Rocky.
Berdemokrasi lewat Twitter diistilah Gerung dengan Twittokarasi. Mereka yang tidak berkata-kata untuk kemajuan demokrasi berarti kekurangan IQ. Dan buku Fahri ini, sebut Rocky, sebagai sumbangsih berdemokrasi. (OL-09)
Terkini Lainnya
Putusan PT 4 Persen Dinilai Lebih Baik Cepat Diterapkan
Anies Baswedan Tepis Tudingan Masuk Penjara jika Kalah Pilpres dari Fahri Hamzah
Tanggapan Cak Imin tentang Masuk Penjara jika Kalah Pilpres
Timnas Anies-Imin Tanggapi Isu Fahri Hamzah: Lagi Mimpi
Fahri Hamzah: Gibran Masuk Bursa Cawapres Prabowo
Pemilu Iran: Pertarungan Dua Kubu Politik yang Sangat Berjarak
Spirit Dedikatif Petugas Haji
Arti Penting Kunjungan Grand Syaikh Al-Azhar
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap