visitaaponce.com

SMRC Mayoritas Masyarakat Tidak Termakan Isu Kebangkitan PKI

SMRC: Mayoritas Masyarakat Tidak Termakan Isu Kebangkitan PKI
Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya, Jakarta Timur.(ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha)

SAIFUL Mujani Research and Consulting (SMRC) merilis hasil survey terkait tingkat kepercayaan masyarakat terhadap isu kebangkitan PKI.

Dari jajak pendapat yang melibatkan 1.220 responden itu, sebanyak 84% mengaku tidak memercayai rumor yang kerap dihembuskan segelintir kelompok pada setiap September.

Hanya 14% peserta yang percaya dan sisanya yakni 2% memilih untuk tidak menjawab.

"Dari hasil survey ini kita bisa simpulkan bahwa sebagian besar masyarakat tidak termakan isu kebangkitan PKI," ujar Manajer Program SMRC Saidiman Ahmad dalam webinar bertajuk Sikap Publik pada Pancasila dan Ancaman Komunis, Jumat (1/10).

Ia juga mengungkapkan, sejak 2015, persentase pihak yang meyakini bahwa PKI sedang bangkit stabil di kisaran 10% hingga 16%.

"Menariknya, jika digolongkan dari kategori partai politik, sebagian besar responden yang percaya bahwa PKI sedang bangkit, mereka terafiliasi pada PKS, Gerindra dan Demokrat," imbuhnya.

Survey tersebut juga mencari tahu pandangan masyarakat terhadap Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia.

Masih dengan responden yang sama, sebanyak 82% setuju bahwa Pancasila adalah rumusan terbaik dan tidak boleh diubah demi alasan apapun.

Baca juga: Firli Sebut Koruptor Penghianat Pancasila

"Artinya, kalau ada kelompk yang ingin meruntuhkan Pancasila, mereka akan berhadapan dengan 82% masyarakat Indonesia," ucap Saidiman.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid melihat ada pihak-pihak yang memang sengaja memelihara narasi kebangkitan PKI setiap tahun.

Meskipun dalam jumlah yang kecil, politisasi isu tersebut bisa dikatakan berhasil karena mampu menyita perhatian publik bahkan menimbulkan ketakutan di masyarakat.

Adapun, Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menyampaikan, pada masa sekarang, semestinya yang perlu diperhatikan para elite politik adalah bagaimana membangun langkah-langkah untuk menyelesaikan permasalahan yang masih terjadi kepada para korban dari peristiwa Gerakan 30 September 1965.

Jika isu PKI hanya menjadi permainan bagi kelompok-kelompok tertentu dan didiamkan saja oleh pemerintah, persoalan yang ada tidak akan pernah selesai.

"Karena ini akan muncul pada akhir September dan hilang di awal Oktober dan ini berulang setiap tahun tanpa ada upaya penyelesaian yang nyata," jelas Beka.

Sedianya, Komnas HAM telah mengirimkan dua rekomendasi penyelesaian masalah kepada Presiden Joko Widodo.

Yang pertama, kepala negara harus memastikan Jaksa Agung menggunakan kewenangan untuk melakukan penyidikan atas 12 berkas penyelidikan yang telah diselesaikan Komnas HAM.

Semakin lama penyidikan dilakukan, semakin sulit juga barang bukti diperoleh dan diklarifikasi.

"Karena banyak saksi yang sudah tua bahkan meninggal. Semakin lama, semakin sulit masalah ini diselesaikan yang membuat hak-hak dan pemulihan korban menjadi terabaikan," paparnya.

Kedua, jika jalan judisial sebagaimana rekomendasi pertama sulit dilakukan, presiden dapat menggunakan ketentuan pasal 47 UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang penyelesaian melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).

Namun, sayangnya, hingga sekarang, tidak ada tindak lanjut dari pemerintah atas dua rekomendasi tersebut.(OL-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat