visitaaponce.com

Hentikan Perpanjangan Dendam Masa Lalu

Hentikan Perpanjangan Dendam Masa Lalu
Ilustrasi - Peringatan G30S/PKI(Antara )

SEJARAH kelam Gerakan 30 September 1965 seharusnya menjadi perjalanan bangsa yang tidak lagi menciptakan dendam/permusuhan baru atau memperpanjang permusuhan lama

Aktivis dan cendekiawan Yudi Latif mengatakan kita seharusnya belajar dari kepedihan sejarah ini. Dengan dibentuknya forum silaturahmi anak bangsa yang memiliki semangat menghentikan menciptakan masalah baru dan berhenti mewariskan konflik masa lalu.

"Abad 20 merupakan abad perang ideologi dan hampir seluruhnya masuk ke indonesia karena kita masyarakatnya majemuk. Jadi kita itu tanah gembur yang bibit ideologi apa pun bisa tumbuh subur," ujarnya.

Baca juga: Sejarah dan Tema Hari Kesaktian Pancasila

Dalam diskusi Membedah G30S/PKI 1965, Sabtu (21/10) juga dijelaskan proses kita untuk menjadi bangsa yng demokratis relatif baru. Penjajahan yang terjadi di tanah air sesungguhnya tidak pernah terjadi terhadap Indonesia tetapi terhadap unit politik kerajaan yang bersifat sporadis dan lokal.

"Jadi pemberantasan kepada komunis juga tidak kalah brutalnya dan menyerempet pada orang-orang yang tidak bersalah. Komunis brutal tapi dilakukan terhadap komunis juga brutal. Oleh karena itu kita harus mulai belajar bagaimana ke depan tidak boleh mengulangi hal yang sama"

Baca juga: Tokoh Penting yang Terlibat dalam G30S/PKI dan Korban

Dia menekankan tidak ada gunanya kita saling bongkar dan menyalahkan termasuk menuntut pihak untuk bertanggung jawab sebab ada aksi dan reaksi. Hal tersebut bahkan akan memperpanjang konflik.

"Yang penting pulihkan hak-hak mereka, hak politik harus dipulihkan. Tidak bisa rekonsiliasi yang dilakukan itu sama dengan negara lain," imbuhnya.

Tim Non Yudisial HAM Berat Kiki Syahnakri mengungkapkan selama ini rekonsiliasi antara keluarga enam jenderal revolusi dan keluarga PKI telah terjadi secara alamiah. Melalui Forum Sosialisasi Anak Bangsa rekonsiliasi telah berjalan baik. Hal ini telah satunya telah dibuktikan dengan tidak lagi dilakukan pembatasan dalam hak politik terhadap pihak-pihak yang terkait PKI.

"Sebenarnya ini pekerjaan orang-orang yang punya kepentingan untuk mengungkit lagi. Rekonsiliasi itu sudah terjadi sejak lama anak, cucu PKI dengan TNI dan keluarga TNI tanpa campur tangan pemerintah atau secara alamiah," jelasnya.

Wacana pengungkapan dalang G30 September dinilainya sebagai upaya pihak tertentu yang tidak menyetujui adanya rekonsiliasi alamiah yang selama ini sudah tercipta. Upaya pemerintah pun dengan menerbitkan Inpres tentang penyelesaian kasus HAM berat non yudisial dan yudisial merupakan jalan tengah yang harus tetap dijalankan.

"Rekonsiliasi yang sudah terjadi secara alami ini jangan diganggu lagi. Non yudisial tidak menghilangkan rekonsiliasi alamiah. Ada 12 pelanggaran ham berat. Itu harus berlanjut non yudisial tidak boleh terhenti"

Sementara itu putri pahlawan Revolusi Jenderal Ahmad Yani, Amelia Yani mengatakan sudah melakukan rekonsiliasi sejak lama. Rekonsiliasi itu dilakukan tanpa campur tangan pemerintah.

"Itu lebih baik dan berjalan baik dengan adanya Kepres dan Inpres itu membuat pecah belah bangsa," ungkapnya.

Menurutnya ada pihak yang yang tidak setuju dan juga bersikap berlebihan dengan rekonsiliasi. Sikap pemerintah yang memberikan kompensasi dan meminta maaf telah melukai anak cucu pahlawan revolusi.

"Itu menyakitkan sekali. Kami tidak perpanjang dendam dan memunculkan dendam baru, ini susah karena ini riak di bawah permukaan dan soal 30 S jangan ada yang disembunyikan biarkan publik tahu sejarah. Dulu Ketua MPR Taufik Kiemas merangkul semua sama, kita diperlakukan sama," tukasnya. (Sru/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat