visitaaponce.com

PPP Bisa Terdegradasi dari Parlemen Gara-gara Amplop Kyai

PPP Bisa Terdegradasi dari Parlemen Gara-gara 'Amplop Kyai'
Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa(ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

PARTAI Persatuan Pembagunan (PPP) terancam gagal masuk ke dalam parlemen pada 2024 mendatang. Konflik internal yang kerap dialami oleh PPP dari waktu ke waktu telah terbukti semakin menurunkan perolehan suara partai berlambang Ka'bah tersebut.

Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam menjelaskan narasi amplop kiai yang berujung pada pergantian pucuk pimpinan PPP dari Suharso Monoarfa kepada Muhammad Mardiono akan mempengaruhi perolehan suara PPP pada Pemilu 2024 mendatang. Basis suara PPP paling besar berasal dari kalangan pesanter, santri, dan juga kiai.

"Ketika kiai jadi kekuatan utama jaring kekuatan PPP, maka kemudian menyampaikan informasi tentang amplop kiai narasinya cukup negatif," ungkap Umam di Jakarta, Selas (13/9).

Berdasarkan data penghitungan suara Komisi Pemilihan Umum (KPU), perolehan suara PPP dalam 10 tahun terakhir telah menunjukkan tren penurunan. Pada Pemilu 1999 PPP berhasil memperoleh 11,3 juta suara atau 10,72% dengan 58 kursi DPR. Sementara pada Pemilu 2019 PPP hanya mampu memperoleh 6,3 juta suara atau 4,53% sekaligus menempatkan PPP sebagai partai dengan jumlah kursi paling sedikit di DPR yakni 19 kursi.

"Jangan sampai situasi saat ini tidak mampu dimitigasi oleh PPP dengan baik. Tentu kita tidak ingin pemilu 2024 jadi pemilu perpisahan bagi PPP dan jajaran elitnya di Senayan," ungkap Umam.

Baca juga: Survei Voxpopuli: Jajaki Koalisi dengan PDIP, Elektabilitas Nasdem Kembali Naik

Umam menegaskan, pilihan PPP untuk mendukung capres-cawapres pada Pilpres 2024 juga akan mempengaruhi eksistensinya ke depan. PPP perlu mengusung pasangan capres-cawapres yang sesuai dengan nilai-nilai karakter politik Islam yang mengakar di basis pemilih loyal PPP di kalangan pesantren.

"Pada kasus 2019 terjadi split voting yang dilakukan oleh para elite PPP saat memberikan dukungan yang berbeda terhadap capres. Pemilih loyal PPP menganggp itu tidak sesuai dengan karakter dan nilai politik Islam yang di bawa oleh PPP," ungkapnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani menuturkan PPP perlu mencari sosok yang sudah dianggap sebagai tokoh yang kuat sebagai pimpinan. Namun, pihaknya juga menyadari bahwa perlu segera mungkin melakukan perbaikan organisasi kepartaian guna menghadapi pemilu 2024.

"Kami ingin tokoh juga yang kira-kira sudah selesai nafsu politiknya. Ini yang benar-benar membesarkan PPP. Jadi kalaupun ingin membuat dirinya besar itu ya by product," ungkapnya.

Arsul juga mengungkapkan alasan partainya memilih Mardiono sebagai pengganti Suharso. Selain karena senioritas Mardiono selama 22 tahun di PPP, Mardiono juga dianggap memiliki kekuatan ekonomi yang merupakan sebuah kebutuhan realitas dalam organisasi parpol.

"Beliau telah selesai soal ekonominya sendiri. Dari laporan harta kekayaan penyelenggara negara ada dalam nama 10 besar. Maksud saya sebagai sebuah realitas politik paling tidak ketika beliau jadi ketua umum kalau kurang-kurang pasti dia ngeluarin lah," ujarya. (OL-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat